Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Latihan Penanggulangan Bencana dan Peran TNI pada Mitigasi Prabencana

9 Januari 2019   14:20 Diperbarui: 9 Januari 2019   14:36 1547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar : PPKK AB Kemkes)

 Berbeda dengan dengan perang melawan negara agresor yang waktunya kita yang menentukan, pada "perang melawan bencana alam" , kita menunggu bahaya ancaman yang tidak kita ketahui kapan waktu Hari "H" terjadinya bencana. 

Aktifitas memunggu pada fase prabencana bukanlah hal yang pasif, tetapi proaktif  karena didorong adanya kesadaran bahwa terdapat bahaya  yang harus diantisipasi datangnya  meskipun tidak tahu kapan  Hari "H" bahaya sebagai ancaman  berubah nyata menjadi bencana. Yang harus kita lakukan adalah melaksanakan upaya Pengurangan Resiko Bencana (PRB).

Peran aktif TNI pada saat terjadi bencana tentu tidak diragukan lagi. Pada Desember 2016, hanya selisih 20 hari setelah Kesehatan TNI wilayah barat berangkat menanggulangi bencana Pidie Jaya Aceh, giliran Kesehatan TNI wilayah timur yang digerakkan menuju Bima NTB untuk menanggulangi bencana banjir bandang. 

Contoh lain, setelah membantu fase tanggap darurat pada bencana gempa bumi di Lombok, Kapal Rumah Sakit KRI dr. Soeharso 990 yang sedang melaksanakan tugas mendukung pengamanan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di  Nusa Dua Bali, harus meninggalkan perairan Bali bergeser ke Sulawesi Tengah untuk menanggulangi dampak gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. 

Bila berbagai institusi dan seluruh komponen potensi masyarakat diminta untuk berperan aktif pada mitigasi bencana, khususnya fase prabencana, maka bagaimana mitigasi prabencana  yang harus dilakukan TNI ?

Berikut pandangan penulis tentang peran TNI pada mitigasi prabencana sebagai rangkaian siklus penanganan bencana :
a. Satgas TNI Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRC PB) seyogyanya terbentuk definitif sebagai standby force.
b. Satuan-satuan kesehatan Kotama TNI dan Rumah Sakit TNI agar menyiapkan personel khusus yang dirotasi pada periode tertentu sebagai Rapid Deployment Force, sehingga cukup waktu antara giliran penugasan penanggulangan bencana, melaksanakan pelayanan dan memelihara kompetensi di pangkalan.
c. Konsisten melaksanakan sistem pemeliharaan terencana terhadap alat utama satuan agar selalu siap mendukung tugas operasi penanggulangan bencana.
d. Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan TNI harus mempunyai Standar Prosedur Operasi (SPO) penanggulangan bencana internal, karena rumah sakit juga memiliki resiko mengalami berbagai bentuk bencana (gempa, banjir, kebakaran).
e. Menjadi contoh dalam pembangunan fasilitas pangkalan/markas satuan, kantor dan perumahan sesuai tata ruang kewilayahan dan konstruksi tahan gempa, berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana, kecuali pos-pos pengamat atau pos pangkalan tertentu yang karena fungsinya harus berada di lokasi tersebut.
f. Secara periodik melaksanakan latihan penanggulangan bencana terpadu dengan instansi, lembaga maupun kelompok potensi masyarakat.
g. Anggota TNI dan keluarganya menjadi motivator dan memberi edukasi budaya sadar bencana bagi lingkungannya.
h. Melengkapi fasilitas Rumah Sakit Lapangan TNI sesuai standar pelayanan medis dan perkembangan IPTEK kedokteran/kesehatan, termasuk perangkat water treatment untuk mengatasi kendala lumpuhnya distribusi air bersih di lokasi bencana.

Empat belas tahun sejak bencana besar tsunami Aceh tahun 2004, maka ketika akhir tahun 2018 ditutup dengan bencana tsunami, patutlah dikritisi bagaimana perkembangan tata kelola bencana melalui upaya PRB, termasuk apakah seluruh kabupaten/kota  di wilayah rawan bencana telah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) ? 

Sambil memperbaiki dan mengimplementasikan PRB di tengah ancaman bahaya pada rentang wilayah resiko bencana Indonesia yang demikian luas, seyogyanya pemerintah menambah pengadaan Kapal Rumah Sakit TNI, untuk meningkatkan kapasitas pelayanan menanggulangi dampak bencana yang mungkin terjadi simultan pada lebih dari 1 lokasi di wilayah yang berbeda.

(Sumber foto : Koarmatim, KRI dr. Soeharso 990 di Pelabuhan Carik, Lombok Pebruari 2018)
(Sumber foto : Koarmatim, KRI dr. Soeharso 990 di Pelabuhan Carik, Lombok Pebruari 2018)
Sebagai catatan terakhir, tanggal 22 November 2018 peserta latihan penanggulangan bencana TNI AL menerima pembekalan materi tentang Operasi Gabungan Dalam Rangka OMSP, tepat 1 bulan kemudian tanggal 22 Desember 2018,  terjadi tsunami di Banten dan Lampung akibat erupsi anak gunung Krakatau. Benarlah apa yang dikatakan Kartono Tjandra  bencana memang muncul bagai hantu di siang bolong

Bendungan Hilir 7 Januari 2019.
(mengenang : Gempa Bumi dan tsunami Maumere Flores 12 Desember 1992, Tsunami Aceh 7 Desember 2016, Banjir Bima 21 Desember 2016, Tsunami Banten dan Lampung 22 Desember 2018).

Referensi :
1. Tjandra, Kartono, "Empat Bencana Geologi yang Paling Mematikan". Gajah Mada University Press  Yogyakarta 2017.

2. Pusat Penanggulangan Krisis. "Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana". Kementerian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun