Memang masih ada pengaruh budaya yang menunjukkan dominasi laki-laki ketika merumuskan peran perempuan bagi keluarga. Namun juga ditemukan pada masyarakat urban ibu mengambil total peran sumber finansial karena suami tidak bekerja atau berbagai sebab lainnya.
Dengan status sosial yang beragam, internal keluarga memutuskan jenis peran ibu. Sedikit banyak dalam proses tersebut berkelindan semangat Kartini, tujuan Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928 dan kesadaran membangun kualitas keluarga yang terencana.Â
Ada contoh menarik ketika Wakil Ketua Komisi VII DPR Rahayu Saraswati memimpin rapat dengan Menteri Pariwisata sambil memangku anaknya (kompas.com, 20/11/2024).
Dalam satu momen ini terwakili tiga semangat yang selalu kita peringati sebagai hari nasional, yaitu Hari Kartini, Hari Ibu dan Hari Keluarga.
Tiga hari besar nasional tersebut bersinggungan menempatkan perempuan dalam isu domestik dan publik di tengah dinamika masyarakat dan bangsa.
Apapun peran pilihan ibunya, anak balita yang telah hadir di tengah keluarga berhak untuk tumbuh dan berkembang optimal, khususnya pada 1000 Hari Kehidupan Pertama (HKP).
Intervensi gizi yang memadai, imunisasi lengkap pelindung infeksi dan pembentukan karakter yang memerlukan relasi yang baik dengan ayah, ibu dan lingkungan, menjadi pemantik lahirnya generasi baru penentu kemajuan bangsa.
Pada perkembangan anak selanjutnya, Ibu dapat menjadi pendorong awal pembentukan semangat literasi membuka cakrawala pengetahuan. Ibu pun menjadi yang pertama menyemaikan nilai moral universal dan kesadaran inklusif memperkuat kohesivitas anak bangsa.Â
Baik berperan domestik maupun di ruang publik, pada akhirnya setiap ibu bergerak melewati satu periode berganti generasi. Seperti rangkaian perjalanan, kemudian memasuki fase lanjut usia.Â
Ibu lansia dengan hendaya fisik dan mental
Jumlah penduduk Indonesia yang termasuk kategori lansia sesuai Sensus Penduduk Indonesia pada 2023 mencapai hampir 12 persen atau sekitar 29 juta.Â