Perceraian merupakan faktor penyebab banyaknya single mother di berbagai penjuru dunia salah satunya yaitu indonesia. Dimana jumlah perceraian setiap tahun indonesia semakin meningkat.Â
Menurut saya meningkatnya jumlah perceraian di indonesia di karenakan masing-masing pasangan terlalu cepat memutuskan untuk menikah dan ketika dalam suatu rumah tangga terdapat konflik mereka belum siap untuk menghadapi konflik sehingga tidak menemukan penyelesaian dari masalah menimbulkan konflik tersebut.Â
Menurut K.H Abdullah Gymnastiar keluarga yang sakinah bukan keluarga yang tanpa tapi mereka yang terampil mengelola konflik menjadi buah yang penuh hikmah.Â
Ketika terjadi konflik dalam sebuah rumah tangga masing-masing individu dari suami istri harus bisa meredam emosinya masing-masing dan saling pengertian terhadap pasangannya agar konflik tidak terus berlanjut dan komunikasi antar pasangan harus terus dijaga agar penyelesaian konflik bisa cepat diselesaikan.
Menurut Duval dan Miller single parent adalah orang ua yang memelihara dan membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangan.Â
Pada dasarnya orang tua merupakan bentuk pribadi pertama dalam kehidupan anak dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.Â
Jika orang tua memutuskan untuk bercerai maka perceraian tersebut akan berdampak negatif bagi perkembangan anak saat masih kecil maupun sampai dewasa.Â
Goode mengatakan bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bahagia akan tumbuh bahagia dan sehat secara psikologis namun sebaliknya  jika anak dibesarkan dalam keluarga yang terpisah akan menghasilkan remaja nakal dua kali lebih tinggi dari pada anak yang dibesarkan dari keluarga yang utuh.Â
Amato mengungkapkan anak dengan orang tua tunggal dapat melakukan semua hal dengan baik tetapi cenderung tidak lancar dalam urusan sosial dan pendidikan dibandingkan dengan anak yang tinggal dengan kedua orang tuanya. Â
Salah satu contohnya yaitu anak yang dibesarkan seorang ibu yang single parent ketika sekolah mulai TK hingga SD kelas 4 perilakunya baik-baik saja ketika anak tersebut memasuki usia remaja usia 10-14 tahun karena tidak mempunyai figur orang tua yang dijadikan teladan anak sibuk mencari hal-hal yang dapat mengisi kekosongan sosok figur tersebut, anak itu bermain di lingkungan yang dipenuhi oleh orang-orang yang selalu mengajarinya hal-hal yang kurang baik.Â
Anak tersebut selalu melihat dan mendengar hal-hal kurang yang ada dilingkungan bermainnya. Ketika dia pulang kebiasaan yang ada di lingkungan bermainnya itu tidak sengaja terbawa dalam perangainya sehari-hari.Â