Karena tidak ada back up logam mulia, manusia yang serakah mudah tergoda untuk mencetak uang sebanyak-banyaknya. Satu-satunya hal yang menjadi batasan hanya bagaimana agar uang yang diciptakan tidak menimbulkan inflasi. Perlahan tapi pasti harga barang akan naik, jumlah uang yang beredar melebihin kapasitas barang dan jasa yang tersedia. Dari sinilah kehancuran ekonomi dunia berawal.
Fractional reserve requirement, istilah cadangan ini merujuk pada koin emas yang harus disediakan bank untuk memenuhi permintaan para deposan yang hendak menukarkan uang kertasnya kembali dalam bentuk koin emas yang mereka simpan. Katakanlah, jika bank sentral mensyaratkan FRR ini sebesar 10 %, maka dia bisa meminjamkan 90 % bagian lainnya pada nasabah yang membutuhkan. Logis sih, tapi prakteknya FRR ini secara tak langsung berperan serta dalam mempengaruhi suplai uang. Bukan hanya bank sentral yang kemudian mencetak uang, tetapi bank yang lainnya pun ikut menggandakannya.
Interest, biaya servis yang dikenakan bank untuk pinjaman yang diberikan pada nasabahnya. Para ekonom sekuler berpendapat bahwa segala sesuatu ada biayanya, tak terkecuali dengan uang. Ada tiga konsekuensi dari adanya bunga, yaitu bunga akan terus menuntut tercapainya pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus meskipun kondisi ekonomi aktual sudah konstan, bunga mendorong persaingan di antara pemain dalam sebuah ekonomi, bunga memposisikan kesejahteraan pada segelintir orang.
Bagaimana jika tiga hal ini bertemu? Jumlah uang akan lebih banyak daripada sektor riil barang dan jasa. Akibatnya harga barang akan merangkak naik. Sebagian orang akan menjadi korban, mereka default atau gagal bayar. Jelas saja mereka tidak bisa membayar pinjaman uang beserta bunganya, lha wong jumlah uang yang beredar tidaklah sama dengan jumlah uang semu yang digandakan tadi. Sektor riil tidak akan mampu berkembang, semua kapasitas produksi sudah terpakai (full employment). Terjadilah krisis ekonomi seperti yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara tahun 1997, dimana balon ekonomi sudah tak kuat lagi menahan beban.
-sekian-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H