Economic progress in capitalist society, means turmoil. --Joseph A Schumpeter
Tulisan ini adalah bagian pertama dari sebuah buku yang baru saja kubeli dari Togamas kemarin sore. Satanic Finance karya Dr. Ahmad Riawan Amin, Direktur International Islamic Financial Market. Pada mulanya hanya berniat jalan-jalan sambil melihat-lihat buku baru di Togamas, lalu tiba di sebuah stand buku umum. Buku bersampul dominan hitam dengan simbol bintang David merah di tengahnya, terlihat sangat familiar. Judulnya mengingatkanku pada sebuah artikel yang pernah kubaca di sini.
Kehancuran ekonomi yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh kesalahan sistem ekonomi, lebih tepatnya sistem moneter yang dipakai di dunia saat ini. Seperti kata Joseph A Schumpeter yang kukutip di atas, setiap kemajuan sistem ekonomi kapitalis, tak berarti selain dari kerusuhan dan huru-hara (turmoil). Ibarat balon yang dipompa terus, lama-lama akan meletus. Sektor moneter jauh meninggalkan sector riil, akibatnya terjadi ketidakseimbangan. Ketika gelembung balon ekonomi yang terus dipompa tak kuat menahan beban, letupan besar pun terjadi. Inilah krisis ekonomi.
Padahal jauh sebelumnya Allah telah memperingatkan di dalam Al Qur’an:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS Al Baqarah: 275)
Tetapi manusia terlalu bodoh (dan serakah), peringatan itu dilupakan. Bunga (interest) dianggap sebagai charge yang wajar. Transaksi manusia yang dahulunya berupa uang logam berharga diubah menjadi secarik uang kertas yang tak berharga. Inilah awal revolusi moneter.
Penggunaan mata uang kertas (fiat money), persyaratan cadangan wajib (fractional reserve reqirement), dan berlakunya sistem bunga (interest), ketiganya membentuk pilar setan (Three Pillars of Evil) yang mengancam kestabilan sistem ekonomi dunia. Sistem bunga, jelas-jelas dilarang oleh semua agama samawi, termasuk Taurat dan Injil.
(Tuhan berfirman), “Jika kamu meminjamkan uang kepada hamba-hambaku di antara kamu yang memerlukan, jangan berlaku laiknya orang yang memberi pinjaman, jangan bebankan bunga.” (Exodus 22:25)
“Jangan menarik bunga atau bagian lain dari itu, takutlah kamu kepada Tuhanmu, sehingga orang-orang desa (yang memerlukan pertolonganmu) bisa melanjutkan hidup di sekelilingmu.” (Leviticus: 25:36)
Pada buku ini diceritakan sebuah kisah tentang Sukus dan Tukus yang diadaptasi dari buku The Theft of Nations (2004) karya Ahamad Kameel Mydin Meera. Kalau dicermati dengan sungguh-sungguh, kisah ini sebenarnya sedang menyajikan fakta dibalik terjadinya krisis ekonomi di negara-negara Asia Tenggara. Bagaimana segelintir orang dapat menguasai seluruh harta kekayaan negara, bahkan mempengaruhi aspek politik, budaya, kekuasaan, dan moral. Mereka (segelintir orang ini) merupakan agen-agen konspirasi kejahatan terbesar. Creating money from nothing, dengan menciptakan uang kertas dan memberlakukan pinjaman berbunga. Dahsyat, mereka sanggup mengubah watak bisnis kekeluargaan menjadi bisnis yang individual kompetitif.
Fiat money, uang yang diciptakan tanpa didukung dengan logam mulia sedikit pun. Uang bisa dicetak seberapapun oleh penguasa dan tidak bisa ditukar dengan emas. Uang menjadi alat pembayaran yang sah karena diterbitkan oleh pemerintah yang diakui. Namun, jika pemerintah kehilangan kepercayaan, maka uang kertas yang mereka ciptakan pun tak berharga. Uang kertas tidak memiliki nilai intrinsik sebagaimana logam mulia. Orang asing tidak akan mau menerima uang yang tak lagi berharga.