Raptor atau lebih akrab disebut burung pemangsa memiliki kebiasaan bermigrasi setiap tahunnya. Migrasi atau perpindahan itu dilakukan untuk berbagai tujuan, di antaranya untuk menghindari perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim, mencari makanan, atau sekedar berkembang biak. Zaman sekarang, tidak hanya raptor yang gemar bermigrasi. Manusia pun mulai menyukai gaya hidup ala raptor.
Pagi tadi, saya nulis status di kronologi Facebook, kira-kira seperti ini bunyinya:
di saat para artis migrasi ke gedung DPR, sekarang pak polisi ikutan migrasi ke studio rekaman :D
*efek latah migrasi
Belum ada lima menit saya update status, sudah lebih dari lima orang yang nge-like. Entah mereka asal nge-like atau memang punya jalan pikiran sama seperti saya.
Prihatin sebenarnya melihat kondisi bangsa ini yang carut marut, banyak artis yang migrasi ke gedung DPR. Beberapa yang saya tahu seperti Rachel Maryam, Rieke Diah Pitaloka, Ingrid Kansil, Nurul Arifin, Primus Yustisio, Angelina Sondakh, Tantowi Yahya, Ruhut Sitompul, dan masih banyak yang lainnya. Maaf, bukannya saya meremehkan, tapi orang yang berbakat akting dan setiap hari bergulat dengan dunia per-sinetron-an, mau tidak mau akan mengalami jetlag saat harus berada di ruang rapat. Saya jadi berpikir, jangan-jangan di ruang rapat pun mereka hanya akting? Gak tanggung-tanggung pula, bakat aktingnya dibawa-bawa sampai ke sidang Tipikor. Ah, alangkah lucunya negeri ini!
Sekarang yang lebih lucu lagi, polisi ikut-ikutan latah bermigrasi masuk ke dapur rekaman. Katakanlah Briptu Norman yang rela dicopot jabatannya di kepolisian demi melantunkan “Cinta..cinta..cinta..cinta..gila..gila..gila..gila..” Belum hilang kontroversi Briptu Norman ini, kini muncul artis dadakan, pak polisi ganteng Saeful Bahri yang ramai dibicarakan di Twitter hingga berlanjut menghiasi infotainment selama beberapa hari. Lagi-lagi negeri ini memang layak ditertawakan, si polisi ganteng kebanjiran tawaran buat main sinetron. Menggelikan!
Kalau dicermati, bukankah manusia ini sudah mulai menirukan gaya hidup ala raptor? Bermigrasi untuk kebutuhan duniawi. Bahasa halusnya mungkin tak hanya mencari sesuap nasi, tapi ingin beroleh sebongkah berlian. Mau dikatakan punya alasan khusus apapun, ujung-ujungnya hanya demi lembaran kertas bernama ‘uang’.
Artis migrasi menjadi anggota DPR memanfaatkan ketenarannya untuk mendulang suara. Setelah duduk di kursi seharga 24 juta itu, semakin gelap mata. Korupsi sudah terlalu akrab di telinga, sering terlihat di depan mata. Terlanjur basah, ikut nyebur aja sekalian. Masih mau bilang kalau ini bukan soal harta?
Polisi begitu mudah melepaskan seragam gara-gara diiming-imingi segepok duit kalau mau masuk dapur rekaman. Meninggalkan tugas mengabdi karena banyak undangan manggung ke luar kota. Apalagi kalau bukan soal harta?
Kalau raptor migrasi karena mencari mangsa, manusia migrasi karena gila harta. Tak jauh beda, bukan? Mau gak mau saya mesti tertawa. Terbukti sudah Serat Kalatid Ronggo Warsito:
Amenangi jaman edan. Ewuh aya ing pambudi. Milu edan nora tahan. Yen tan milu anglakoni. Boya kaduman melik. Kaliren wekasanipun.
Hidup di dalam jaman edan, memang repot. Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman tidak mendapat apapun. Akhirnya dapat menderita kelaparan.
Itu belum selesai, masih ada lanjutannya begini:
Ndilalah karsa Allah. Begja-begjane kang lali. Luwih begja kang eling lan waspada.
Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia, namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternakdan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali Imran: 14)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H