Mohon tunggu...
Puji Astuti
Puji Astuti Mohon Tunggu... -

Lebih baik disakiti dengan kejujuran, dari pada dibahagiakan dengan kebohongan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Mata Jatuh ke Hati

5 September 2016   15:59 Diperbarui: 5 September 2016   16:12 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini kulalui hariku dengan penuh semangat dan senyuman. Karena hari ini adalah hari pertamaku di kampus, ya tentu semua ini asing bagiku karena semua kehidupanku berbeda. Di sana nantinya aku akan mempunyai teman baru, dosen baru, dan yang pastinya pacar baru ups, "memangnya dulu aku punya pacar ya"? Ucapku dalam hati. Ya pokoknya semua akan berbeda lah tidak seperti masa-masa SD, SMP, apalagi SMA, semuanya akan berbeda.

Pagi-pagi aku sudah bangun dari tempat tidurku, dan aku pun bergegas ke kamar mandi setelah selesai mandi dan ganti pakaian aku pun beres-beres buku. Lalu pergi ke kampus karena hari ini adalah hari pertamaku di kampus aku tidak ingin terlambat apalagi di hukum gara-gara telat, "Huh... sungguh malu bukan kalau sampai dihukum berdiri di lapangan yang panas, apalagi sampai dilihatin banyak orang mau taruh di mana mukaku ini" Bicaraku dalam hati. "Huh... untung saja aku tidak terlambat ke kampus" Ucapku. Hampir saja bel masuk berbunyi tapi untungnya aku tidak terlambat, aku langsung memasuki kelasku di sana aku menemukan banyak sekali perbedaan ketika aku berada di bangku SMA, rasanya kelas ini asing bagiku dan orang-orang ini juga asing bagiku.

Aku langsung duduk di barisan pertama. Kisahku baru dimulai di sini, sepanjang pelajaran dimulai aku hanya terdiam saja dan memperhatikan dosenku menjelaskan materi di kelas. Bel istirahat pun sudah berbunyi, aku segera pergi ke kantin dan membawa tasku dan beberapa tumpukan soal yang diberikan oleh dosenku, tiba-tiba semua tumpukan kertas-kertas itu jatuh ke lantai dan salah satu kertas itu mengenai wajah seorang pria, ia sangat tampan sekali, aku langsung membereskan semua lembaran kertas itu yang berantakan di lantai. Saat aku ingin memberskan semua kertas itu, tiba-tiba ada seorang pria yang membantuku ia mengatakan padaku.

 "Sini biar kubantu" ucap pria itu  

"Tidak usah, aku bisa menyelesaikannya" Ucapku

Pria itu memang keras kepala ia tetap saja ingin membantuku, tapi tak apalah kalau ia ingin membantuku lagi pula aku tidak menyuruhnya ko dia saja yang ingin membantu. Huh... semua kertas telah rapi kubereskan, tiba-tiba aku melihat ada satu kertas lagi yang masih ada di lantai tanpa basa-basi aku langsung menghampiri kertas itu, ternyata ketika aku ingin mengambil kertas itu, pria itu juga ingin mengambil kertas yang ada di lantai. Mataku kearah matanya begitupun matanya, matanya menatap mataku kami saling menatap mata disitu lah aku merasa akan getaran cinta antara aku dengannya, tanpa basa-basi aku tersadar dan aku langsung mengambil kertas yang di lantai itu, lalu aku pergi tiba-tiba pria itu memanggilku

"Mila" ucapnya

"Iya, ada apa lagi" ucapku

"Perkenalkan namaku Stefan" ucapnya

" Oh" ucapku

"oh ya ke kantin yuk!" ucapnya

Oh my god dia mau ngajak aku ke kantin, tanpa basa-basi aku langsung mengganguk saat ia berbicara seperti itu di sepanjang perjalanan menuju ke kantin aku berbicara banyak sekali, bahkan hobi, makanan, minuman kami pun sama seleranya. Entahlah saat aku bersamanya aku merasa senag dan bahagia sekali "Oh Tuhan apakah ini malaikat yang kau kirimkan untukku" ucapku dalam hati. Saat tiba di kantin Stefen ingin bicara serius kepadaku.

"Mil saat aku ketemu kamu aku udah mulai suka sama kamu, kamu mau ngga jadi pacarku" ucapnya

"Aaaaku kenapa harus aku?" ucapku agak kebingungan, tapi dalam hatiku aku ingin menjadi pacarnya

"Baiklah kita jalin aja dulu hubungan ini, lagi pula aku baru ketemu kamu" ucapku

"Oke lah kalau begitu" ucapnya

Kami pun menjalankan hubungan ini seperti teman selalu bersama, tertawa, sedih pun kami melalui bersama. Aku dan Stefen melalui hari-hari kami dengan penuh semangat, bahkan temanku bilang bahwa aku dan Stefen seperti sepasang merpati saja, yang selalu bersama walaupun badai menghadang sekalipun, kami bisa melewatinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun