Mohon tunggu...
Achmad Puariesthaufani
Achmad Puariesthaufani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Yang nisbi itu sejati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aspek Berbangsa dalam Umat Beragama

21 Desember 2012   03:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:16 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah kerukunan beragama di dalam berbangsa ini,sebenarnya sudah merupakan pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia.Masih terkenangkah di ingatan kita,bagaimana K.H Agus Salim dan Tokoh Ummat Islam lainnya,akhirnya “mengikhlaskan” penghapusan kalimat yang menjelaskan kewajiban penerapan Syari’at Islam bagi pemeluknya dalam piagam Jakarta,guna menghindari konflik dengan Tokoh-tokoh nasional yang beragama Kristiani saat itu?.Dikemudian hari,piagam Jakarta ini menjadi kerangka dasar Negara Indonesia,Pancasila.Lalu kira-kira,apa yang menyebabkan K.H Agus Salim dan tokoh ummat Islam saat itu,merelakan “penghapusan” tersebut?.Jawabannya adalah,karena presepsi mereka sebagai sebuah kesatuan Bangsa Indonesia.Mereka menanggalkan aspek lingkup keagamaan mereka,demi sebuah lingkup aspek yang bernama kebangsaan.Tentu,apabila “ego” mereka sebagai Ummat Islam didahulukan,mungkin tak akan ada lagu berjudul dari Sabang sampai Merauke,dikarenakan ancaman Tokoh Ummat lainnya.Saat itu,tokoh Ummat lain,terutama Ummat kristiani,mengancam akan mendirikan sebuah Negara terpisah apabila rumusan Piagam Jakarta masih disematkan “kalimat keterangan syari’at”.Inilah yang tidak dinginkan Tokoh ummat Islam saat itu.Mereka tak ingin darah para pejuang kemerdekaan,tercecer sia-sia dikarenakan masalah tersebut.Padahal,apabila mereka(K.H. Agus Salim dan Tokoh Islam,red) mengutamakan ego nya saat itu,tentu mereka akan memperoleh kemenangan.Dengan sekitar 95% penduduk Indonesia yang beragama Islam saat itu,tentu tak sulit bagi mereka untuk menekan ummat lainnya yang hanya sebagai minoritas.Apalagi Ummat kristiani,yang saat itu hanya tersebar di mayoritas daerah Indonesia Timur.Akantetapi,hilanglah aspek kebhinekaan,yang bagi mereka adalah alat pemersatu melawan penjajah saat itu.Inilah yang menjadi perekat mereka,kemudian mengorbankan kepentingan Ummat demi Kepentingan Bangsa.

Lalu,masih ingatkah kita ketika Ummat Islam,Kristiani bahkan Hindu Bali ikut memerangi Komunisme di penghujung Era 1960-an?.Disinilah rasa kebangsaan kembali terpaut.Rasa dalam jiwa masing-masing ummat sebagai bangsa yang beragama,menyatukan tekad serta langkah mereka dalam membumi-hanguskan ideologi Komunisme yang identik dengan atheisme(tak beragama).Meskipun didalam data sejarah,kita menemukan Ummat Islam,menjadi martir terbesar saat melawan Komunisme,dibandingkan ummat lainnya.Namun,hal itu tak membuat Ummat Islam jumawa,yang notabene sebagai mayoritas korban kekejaman ideologi Komunisme saat itu.Padahal bisa saja,apabila tokoh-tokoh ummat Islam saat itu maju,guna meminta “keistimewaan” dalam berbangsa,sebagai “kompensasi” kekejaman rezim terdahulu.Tapi,lagi-lagi hal ini tak dilakukan.

Kerenggangan Ummat dalam beragama,mulai tumbuh di periode tahun 1980-1990.Para pejabat pemerintahan ketika itu,sering mendeskriditkan Ummat Islam.Dimulai dari kasus Teror Woyla yang di cap sebagai tindakan yang dilakukan Ekstrimis Islam,peristiwa Talang Sari yang menewaskan semua penduduk sebuah desa di Lampung yang diduga ingin menyusun pemberontakan,hingga kasus Tanjung Priok yang menewaskan ratusan Ummat Islam ketika Shalat Jum’at,dikarenakan tuduhan makar.Kejadian itu semua,kembali diperparah dengan opini publik yang berkembang saat itu,bahwa ummat Islam seakan terpenjara di negeri sendiri.ditambah pula dengan realita,bahwa ada beberapa tokoh yang beragama diluar Islam,bertindak sewenang-wenang dalam pemerintahan,seperti kasus KKN.Walhasil,timbullah kecemburuan antara ummat yang satu dengan ummat lainnya.Puncaknya medio 2000-an,ketika kerusuhan peristiwa Ambon dan Poso yang berbau konflik SARA.Peristiwa tersebut,tercatat sebagai titik nadir dalam kehidupan beragama dalam berbangsa di Indonesia.Meskipun pada akhirnya,klausul perdamaian tercipta dimasing-masing daerah tersebut.

Belajar dari lembaran kisah-kisah tersebut,tentu kita sebagai ummat yang beragama,dapat menemukan sebuah aspek yang sama diluar lingkup agama itu sendiri.Aspek kebangsaan,sebuah aspek yang terbukti ampuh dalam menangani perbedaan-perbedaan selama ini,dimulai dari perumusan piagam Jakarta hingga proses perdamaian di wilayah konflik.Pembubaran “ormas-ormas” tertentu,bukan merupakan sebuah solusi yang jitu dalam penyelesaian kerenggangan hubungan antar ummat beragama.Pembubaran tersebut,justru dikhawatirkan akan menambah api kebencian antar ummat beragama.Kebencian ini muncul,dikarenakan kecemburuan yang sebelumnya telah ada di antara ummat beragama,mulai dari segi pemerintahan,ekonomi,hukum,dll.

Kasus penyerangan jemaat Ahmadiyah dan ummat kristiani,sekilas memang serupa.Namun terlalu alfa,apabila kita menilai kedua peristiwa tersebut sama persis,yaitu sebagai pencideraan kerukunan ummat beragama.Mengapa demikian?.Saya sepakat,jika penyerangan terhadap ummat kristiani dinilai sebagai pencideraan kerukunan ummat beragama.Tapi,sungguh alpha ketika penyerangan jemaat ahmadiyah sebagai pencideraan kerukunan beragama.Ini dikarenakan,sampai saat ini ahmadiyah tak memplokamirkan sebagai agama diluar islam,melainkan mengaku masih didalam lingkup Islam.Sementara penyerangan tersebut,dikatakan adalah dilakukan oleh ummat islam itu sendiri.Secara garis besar yang dapat kita katakan,hal tersebut adalah masalah internal ummat tertentu,dalam hal ini adalah ummat islam.Lantas,dimanakah letak pencideraan kerukunan ummat beragama nya?. Justru,ketika ummat agama lain mengomentari masalah internal Ummat diluar agamanya,dapat dikatakan sebagai pencideraan kerukunan ummat beragama.Hal inilah yang secara tak sadar kita hadapi,bahkan mungkin kita lakukan saat ini.

Kerukunan antar Ummat beragama memang tak mudah kita terapkan secara langsung dan tiba-tiba di negeri ini.Diperlukan kesadaran dari diri tiap-tiap pihak,untuk membuang jauh-jauh ego dan nafsu masing-masing.Aspek kebangsaan yang pernah dilakukan oleh para founding father,patut kita teladani.Aspek inilah yang hilang di negeri tercinta.Eksistensi kesukuan dan golongan,serta sentimentil keagamaan,haruslah kita singkirkan dibalik jubah kebangsaan.Step by step,perlahan tapi pasti.Bukan tidak mungkin,dikemudian hari kita akan menjadi bangsa dan Negara yang besar dikarenakan mampu memanajemen kerukunan antar umat beragama,sama seperti Uni soviet yang mampu memanajemen berbagai ras dan suku kedalam sebuah aspek Kebangsaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun