Tulisan ini adalah sebuah refleksi bersama, terkhusus juga bagi saya sebagai seorang individu agar bisa meluruskan kembali niat dan tujuan dalam belajar.
Apa Itu Belajar?
Menurut Bell-Gredler (1986:1), belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes).
Ketiga hal ini diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat dan keterlibatannya bisa melalui pendidikan nonformal atau formal.
Seseorang bisa dianggap belajar jika ia memenuhi tiga hal, yakni : memungkinkan adanya perubahan perilaku pada diri individu, perubahan yang terjadi adalah hasil dari pengalaman, dan perubahan yang terjadi relatif menetap.
Perubahan yang dimaksud adalah tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan.
Tujuan dari belajar adalah agar kita menjadi pribadi yang lebih baik. Saat kita hanya berfokus “bagaimana caranya agar pengetahuan bertambah?” dan mengabaikan aspek-aspek lainnya terutama sikap, maka tujuan belajar itu sendiri tidak sepenuhnya tercapai.
Kita seringkali menjumpai orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi, bergelar sarjana bahkan profesor masih berani melakukan korupsi atau orang yang “berpendidikan” masih berani melakukan kekerasan atau pelecehan seksual, walaupun sebenarnya sudah sangat jelas hal tersebut adalah perbuatan yang tidak dibenarkan.
Dari contoh kasus di atas, apakah pintar saja cukup? saya rasa tidak.
Kenapa Kita Tidak Boleh Berhenti Belajar?
Alasan mengapa kita tidak boleh berhenti belajar adalah agar bisa terus memperbaiki diri menjadi lebih baik. Karena pada dasarnya, manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan.