Kita adalah wujud dari apa yang selalu kita pikirkan, apa yang sering kita ucapkan, dan apa yang kita lakukan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan, kemuliaan, dan ketakwaan itu bukanlah satu bakat yang diwariskan, melainkan satu potensi yang mesti kita asah (Mutiara Hikmah).
Seringkali, banyak orang merasa kebingungan saat mendapat pertanyaan “apa bakat atau keahlian yang kamu miliki?". Sebuah pertanyaan singkat, tetapi tidak semua orang bisa menemukan jawabannya.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Bahkan, ada sebagian orang yang masih mengalami kesulitan untuk mengenal bakat atau potensi diri yang dimiliki.
Pentingnya memiliki kemampuan mengenali bakat atau potensi diri adalah, dengan mengetahui hal ini kita akan lebih produktif karena berfokus pada potensi diri sendiri daripada membandingkan diri dengan orang lain. Begitu kita menyadari hal ini, kita tahu di mana harus mengerahkan waktu dan energi, kita tahu tipe kesempatan apa yang harus dicari, dan tipe tantangan apa yang harus dihindari. Dengan begitu peluang untuk memaksimalkan karier juga menjadi lebih mudah.
Menurut James Clear dalam bukunya yang berjudul Automic Habits, ia mengatakan bahwa bakat ada kaitannya dengan determinisme biologis. Hal ini berdasarkan pada penelitiannya yang mengungkapkan bahwa gen-gen yang ada pada manusia dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian khusus seseorang.
Bakat sangat berhubungan dengan fungsi otak. Contoh, bila otak kiri yang dominan, segala tindakan dan pekerjaan, termasuk bakat, adalah yang berhubungan dengan masalah verbal, intelektual, teratur, rapih, dan logis. Sedangkan otak kanan berhubungan dengan masalah spasial, non verbal, estetik dan artistik, serta atletis.
Bakat merupakan kemampuan alamiah manusia yang berkaitan dengan kepandaian atau keahlian yang ada pada setiap diri seseorang. Meskipun begitu, bakat merupakan potensi, bukan suatu hal yang nyata dan jelas. Tentu, kita tidak bisa mengetahui bakat apa yang dimiliki dengan sendirinya.
Maka dari itu, untuk mengetahui dan mewujudkannya, kita perlu menggali dan mengembangkannya. Nah… Berikut ini akan diuraikan secara singkat 4 cara untuk mengetahui bakat alami yang apa yang kamu miliki :
1. Eksplor banyak hal
Untuk mengetahui bakat apa yang kamu miliki, kita perlu eksplor segala hal. Tujuannya adalah untuk mencoba sejumlah kemungkinan, mencermati sebanyak mungkin gagasan, dan menebar jala selebar-lebarnya.
Dengan begitu kamu akan tahu apa yang kamu sukai dan tidak disukai. Jika kamu merasa 'berhasil' kamu akan termotivasi untuk terus bereksplorasi, namun jika 'kalah' teruslah bereksplorasi lagi dan lagi.
Selain itu, saat melakukan eksplorasi dibutuhkan rasa keingintahuan yang tinggi dan konsistensi. Hal ini akan menjadi sangat penting karena jika tidak ada rasa keingintahuan maka kamu tidak akan terdorong untuk mengeksplorasi banyak hal. Begitu juga proses eksplorasi, tidak bisa dilakukan sekali saja melainkan harus konsisten.
Untuk bisa melakukan eksplorasi, kamu bisa memulainya dengan mencoba mengikuti kelas online atau kursus di bidang tertentu, mengikuti organisasi, dan mengamati hobi.
2. Temukan hal-hal yang kamu sukai dan menyenangkan tetapi 'sukses' menurut orang lain
Nah, maksud dari poin kedua adalah temukan hal-hal yang disukai dan terasa menyenangkan tetapi berat untuk dilakukan oleh orang lain. Caranya adalah coba amati kebiasaan dan hobi. Coba ajukan pertanyaan pada dirimu seperti, “kapan kamu menikmati pekerjaan itu sementara kebanyakan orang mengeluh?”. Tanyakan juga, “Apa yang terasa alami bagi saya?” atau “apakah saat mengerjakan pekerjaan ini saya menjadi diri sendiri?", karena bisa jadi pekerjaan yang tidak terlalu memberatkan dirimu tetapi memberatkan bagi orang lain dan di waktu yang bersamaan kamu merasa menjadi diri sendiri, itu adalah pekerjaan yang sesuai untukmu.
3. Mulai sejak dini
Untuk mengetahui bakat dalam diri, mulailah masa eksplorasi sejak dini. Hal ini bertujuan agar pencarianmu menjadi lebih optimal. Jika jangka waktumu lebih panjang, misalnya, saat kamu memulainya di usia 18 tahun, maka masih masuk akal kalau bereksplorasi karena begitu menemukan tempat yang tepat, kamu masih punya banyak waktu untuk eksploitasi. Bahkan saat kamu menerima sebuah kegagalan, kamu masih memiliki kesempatan, terutama dari segi waktu untuk mencoba kembali.
Hal ini tentu berbeda saat kamu memulainya pada usia 40 tahun. Mungkin, kamu harus menerapkan solusi terbaik yang kamu temukan sejauh ini dan dituntut langsung mendapatkan hasil. Meskipun begitu, hal ini bukan menjadi alasan untuk tidak mencoba.
Contoh analogi lainnya, seperti saat kamu mengerjakan tugas dari jauh-jauh hari, kamu akan memiliki waktu yang banyak untuk membaca lebih banyak buku sebagai referensi jawaban tugas kamu dan kemungkinan jawaban menjadi sempurna jauh lebih besar. Namun akan berbeda jika dikerjakan dengan SKS (sistem kebut semalam), buku yang kamu baca akan jauh lebih sedikit dan peluang jawaban menjadi tidak maksimal lebih besar.
4. Ikuti tes bakat
Berbarengan dengan pengalaman bereksplorasi, kamu juga bisa mengikuti tes bakat. Akan tetapi, hal yang perlu diketahui adalah, bahwa hasil tes bakat bukan merupakan hasil yang mutlak melainkan menjadi rekomendasi. Maka dari itu, Perpaduan antara pengalaman dan tes bakat biasanya memberikan hasil yang lebih meyakinkan.
Memiliki bakat alami sejak lahir bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan kerja keras, seolah-olah kamu yakin bahwa tanpa perlu dikembangkan atau dilatih, bakat ini akan berkembang dengan sendirinya. Ini keliru. Kembali pada poin pertama, saat menilai dirimu'sudah menemukannya' atau 'sudah menang', kamu dituntut untuk terus mengeksplorasi dan terus mengasah kemampuanmu.
Selain itu, lingkungan sekitar dan kemauan yang kuat juga dapat mempengaruhi berkembang atau tidaknya bakat yang dimiliki.
Sumber Referensi :
1. Clear, James. 2019. Atomic Habits. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
2. Jayanti, Wanty Eka dan Nurmalasari. 2020. Character Building. Yogyakarta : Graha Ilmu
Baca juga : Menghadapi Body Shaming Melalui Pandangan Stoisisme