Mohon tunggu...
IDSCIPUB
IDSCIPUB Mohon Tunggu... Dosen - Lembaga Publikasi Jurnal Internasional - Nasional

Indonesian Scientific Publication 📖 Penerbit lebih dari 45 Jurnal 📂 Terindeks : SINTA 3, Copernicus, ISSN

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kolaborasi Tanpa Batas Untuk Menuntaskan Tuberkulosis di Kepulauan Riau

1 November 2024   15:39 Diperbarui: 4 November 2024   16:23 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat mampu mengurangi kasus tuberkulosis (TB) di Provinsi Kepulauan Riau. Namun, jumlah kasus TB masih belum sesuai dengan target, menandakan perlunya perbaikan dalam proses kolaborasi untuk menghadapi kendala yang ada dan mencapai hasil yang lebih signifikan.Latar Belakang:
Provinsi Kepulauan Riau adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki tingkat kasus TB yang tinggi, dengan angka yang terus meningkat dari 4.021 kasus pada 2021 menjadi 6.081 kasus pada 2023. Ini mencerminkan masalah kesehatan global yang serius, di mana Indonesia menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia dalam jumlah penderita TB setelah India dan Cina. Mengingat hal ini, pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi TB pada tahun 2035 dan bebas TB pada 2050. Untuk mencapainya, diperlukan strategi kolaborasi yang kuat antar pemangku kepentingan.

Metodologi:
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis data deskriptif, mengacu pada teori kolaborasi yang diajukan oleh Ansell dan Gash. Lima indikator yang digunakan dalam proses kolaboratif adalah dialog tatap muka, pembangunan kepercayaan, komitmen terhadap proses, pemahaman bersama, dan hasil sementara.

Proses Kolaborasi dan Temuan Utama:

1.Dialog Tatap Muka
Melalui dialog tatap muka, kolaborasi antar pemangku kepentingan dilakukan dalam pertemuan formal dan informal. Proses ini memungkinkan komunikasi langsung yang membangun saling pengertian dan rasa saling percaya, serta menciptakan komitmen kolaboratif. Diskusi yang dilakukan mencakup strategi penemuan kasus TB, tantangan, peluang, serta rencana tindak lanjut. Misalnya, Focus Group Discussion (FGD) sering digunakan untuk mengumpulkan masukan dalam merancang program pencegahan TB.

2.Pembangunan Kepercayaan
Membangun kepercayaan adalah komponen penting, karena kolaborasi tidak dapat berjalan efektif tanpa adanya kepercayaan antar pihak yang terlibat. Dalam penelitian ini, pemerintah setempat bekerja sama dengan sektor pendidikan untuk menyebarkan informasi tentang TB di lingkungan sekolah. Keterlibatan masyarakat juga diperlukan untuk memperkuat kesadaran bahwa TB adalah penyakit yang bisa disembuhkan.

3.Komitmen terhadap Proses
Semua pihak yang terlibat menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung kolaborasi. Dinas Kesehatan sebagai sektor penggerak utama memfasilitasi kegiatan, termasuk layanan skrining TB pada acara Korem untuk memperluas jangkauan deteksi dini. Komitmen ini juga tercermin dalam kepatuhan terhadap prosedur operasi standar (SOP) yang dibuat untuk memastikan konsistensi dan efektivitas dalam tindakan yang diambil.

4.Pemahaman Bersama
Dalam membangun pemahaman bersama, setiap pihak memahami pentingnya peran mereka dalam kolaborasi. Sebagai contoh, pemerintah melibatkan LSM dan akademisi untuk memperluas jangkauan edukasi mengenai TB, terutama di kalangan pelajar. LSM diharapkan untuk terus berkomitmen dalam bidang yang ditekuni guna mencapai kesuksesan kontrol TB.

5.Hasil Sementara
Kolaborasi ini telah menunjukkan hasil sementara yang baik dengan penurunan jumlah kasus, meskipun belum mencapai target optimal. Persentase pengobatan dan cakupan mencapai 45%, sementara tingkat keberhasilan pengobatan mencapai 82%. Hal ini menandakan perlunya pembaruan dalam strategi kolaborasi agar target dapat tercapai lebih efektif.

Kendala dalam Kolaborasi:
Beberapa kendala yang dihadapi dalam kolaborasi ini antara lain adalah:

*Tidak semua organisasi perangkat daerah dapat bekerja sama secara langsung.
*Kurangnya kesadaran terhadap standar pelayanan minimum untuk pengendalian TB di tingkat kabupaten/kota.
*Keterlambatan dalam pelaporan kasus TB dari fasilitas pelayanan kesehatan ke Sistem Informasi Tuberkulosis.
*Ketergantungan pada dana luar negeri untuk pendanaan program TB, yang dapat menjadi beban jika harus dialihkan ke pendanaan dalam negeri.

Rekomendasi:
Untuk memperkuat kolaborasi ini, diperlukan peningkatan solidaritas antar pemangku kepentingan dan penyediaan infrastruktur yang memadai. Langkah ini akan membantu mempercepat deteksi kasus TB di Provinsi Kepulauan Riau dan meningkatkan efektivitas dalam mencapai target eliminasi TB yang diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun