Mohon tunggu...
Priyanto Sukandar
Priyanto Sukandar Mohon Tunggu... -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Revisi PM 32 Tahun 2016 Harusnya Bisa Menjadi Titik Awal Pembenahan Transportasi Nasional

29 Maret 2017   17:51 Diperbarui: 3 November 2017   08:57 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu mengenai rencana pemerintah menetapkan tarif batas atas dan batas bawah yang tertuang dalam revisi PM 32 tahun 2016, seharusnya Kemenhub harus bisa menjelaskan secara gamblang. Memang bisa dipahami rencana penetapan batas atas dan bawah tarif angkutan online oleh pemerintah adalah untuk melakukan proteksi kepada konsumen dan kesinambungan berusaha perusahaan penyedia aplikasi tersebut.

Namun di era kompetisi yang sangat ketat, seharusnya kontrol pemerintah terhadap tarif tak diperlukan lagi. Ketika harga yang diberikan salah satu penyedia aplikasi mahal, dengan mekanisme pasar berbasis aplikasi konsumen akan dengan mudah  untuk bisa membandingkan. Konsumen akan mencari penyedia aplikasi transportasi online lainnya yang lebih murah.

Namun ketika penyedia aplikasi memberikan harga yang sangat murah dengan ‘bungkusan’ promosi,  tentu saja konsumen yang akan diuntungkan. Sehingga tak perlu lagi pemerintah mengatur dengan ketat tarif transportasi berbasis aplikasi tersebut. Meski demikian yang tak boleh dilakukan oleh  penyedia jasa angkutan online adalah ketika memberikan tarif murah, mereka ‘menggencet’ pendapatan mitra pengemudi. Jangan sampai beban promosi yang seharusnya ditanggung oleh penyedia aplikasi, menjadi beban mitra pengemudi.

Jika pemerintah ingin bertindak tegas dan memberlakukan regulasi dengan adil bagi seluruh pelaku industri transportasi darat, seharusnya pemerintah bisa menertibkan terlebih dahulu tarif taksi konvensional yang beroperasi di bandara. Beberapa penyelenggara taksi konvensional yang berada di bandara kerap menerapkan tarif seenaknya saja. Dengan kedok dan back up dari aparat, mereka dengan seenaknya saja menerapkan tarif angkutan tanpa mau mengikuti aturan yang dibuat oleh pemerintah.

Isu lainnya yang menjadi perhatian masyarakat adalah kewajiban KIR bagi angkutan daring. Beberapa mitra pengemudi memang khwatir adanya rencana KIR yang dilakukan oleh pemerintah. Alasan mereka beragam dari mobil yang tak mau di cat seperti KIR mobil umum lainnya hingga kehilangan kredit kendaraan bermotornya jika KIR dilakukan.

Dalam UU no. 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan disebutkan KIR adalah persyaratan teknis dan perwujudan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas. Sehingga alasan para mitra pengemudi transportasi daring untuk tidak melakukan KIR adalah tak masuk akal.

Namun demikian pemerintah harus bisa memperbaiki mekanisme KIR yang selama ini terjadi. Hingga saat ini stigma KIR di dinas perhubungan sebagai tempat pungli masih sangat kuat. Padahal filosofi dari KIR adalah uji layak operasi kendaraan bermotor.

Jika pemerintah memiliki nat tulus untuk memperbaiki sistim transporatasi nasional, seharunya KIR hanya dilakukan di bengkel resmi rekanan agen tunggal pemegang merek (ATPM). Bukan di Dinas Perhubungan. Sebab yang mengetahui kendaraan tersebut layak jalan atau tidak adalah teknisi bengkel.Bukan oknum dinas perhubungan. Dinas Perhubungan hanya melakukan sertifikasi bengkel rekanan ATPM saja. Jika bengkel ATPM tersebut nakal, lisensi untuk melakukan uji KIR dapat dicabut.

Seharusnya pemerintah bisa menerapkan KIR seperti di industri penerbangan. Di industri penerbangan yang menerbitkan surat layak terbang adalah maintenance dari GMF AeroAsia atau atau pihak lain yang telah disertifikasi Ditjen Perhubungan Udara. Ditjen Perhubungan Uudara hanya melakukan pengecekkan secara periodik mengenai standarisasi keamanan dan prosedur perawatan pesawat. Bukan melakukan pengecekkan pesawat.

Semoga pemerintah bisa mempertimbangkan banyak asepk dalam menerapkan revisi PM 32 tahun 2016 tersebut sehingga masyrakat dan konsumen tidak ada yang dirugikan. Termasuk membuat standar yang baik bagi transportasi konvensional. Konsumen transportasi nasional saat ini berpaling dari angkutan konvensional dikarenakan standar kenyamanan, keamanan dan tarif tidak sesuai dengan aturan yang ada.

Melihat fenomena tersebut, pemerintah seharusnya  bisa menjalankan regulasi yang berkeadilan. Ini dianalogikan seperti memegang telur. Jika telur dipegang dengan cengkraman yang kuat, maka akan membuat telur tersebut pecah. Jika tidak dicengkrap dengan baik, maka telur akan jatuh dan akhirnya pecah juga.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun