Sudah lebih dari satu tahun 4G LTE digelar, namun tetap saja layanan data yang digadang-gadang mampu mengangkat kinerja keuangan operator telekomunikasi, nampaknya belum menunjukan hasil yang memuaskan. Komposisi pendapatan emiten telekomunikasi masih didominasi oleh layanan voice dan sms. Meski diakui trafik data telah meningkat. Namun karena harga data yang masih rendah, membuat pendapatan emiten telekomunikasi dari data belum bisa diandalkan.j
Dari tiga emiten telekomunikasi besar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya PT Telkom Tbk. saja yang membukukan kinerja yang paling kinclong. Dua emiten telekomunikasi lainnya seperti PT Indosat Ooredoo Tb. dan PT XL Axiata Tbk. masih harus bergelut dengan masalah keuangannya.
Pada kuartal pertama tahun 2016, emiten dengan kode TLKM ini membukukan pendapatan Rp 27,5 triliun atau tumbuh 16,6% dari pendapatan mereka diperiode yang sama di tahun 2015 yang lalu. Pertumbuhan laba usaha perseroan pun mengalami pertumbuhan yan sangat signifikan. Jika di kuartal pertama 2015 laba usaha hanya Rp 7,3 triliiun, tetapi di awal tahun ini laba usahanya meningkat menjadi Rp 9,5 triliun
Pendapatan BUMN telekomunikasi ini masih disumbang penjualan data, internet dan IT service yang mencapai Rp 10,3 triliun atau meningkat 45,1% dari periode yang sama di tahun 2015. Penjualan data Telkom masih disumbang dari layanan 3G dan 4G yang dimiliki oleh Telkomsel.
Selain jualan data revenue Telkom juga masih ditopang oleh penjualan jasa telekomunikasi selular yang mencapai Rp 8,9 triliun atau tumbuh 5% dari periode yang sama di tahun 2015. Yang tak terduga adalah meningkatnya pendapatan Telkom dari SMS yang tumbuh 15,4% menjadi Rp 3,9 triliun.
Dari tiga emiten telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkom merupakan satu-satunya perusahaan yang sehat. Dilihat rasio hutang dan ekuitas, jumlahnya masih sangat terjaga dengan baik yaitu hanya 0,7 kali. Padahal emiten telekomunikasi lainnya angkanya jauh lebih besar.
Sementara itu kinerja keuangan Indosat di tahun 2016 ini terbilang mulai menunjukkan arah yang lebih baik. Arah yang membaik ini disebabkan kerja keras management dalam memasarkan produk selularnya dan mengurangi hutang dalam mata uang asing ke dalam mata uang rupiah.
Kerja keras memasarkan produk selularnya tercermin dari peningkatan penjualan perseroan di kuartal pertama tahun ini. Di paruh pertama tahun 2016, pertumbuhan penjualan Indosat terbilang lumayan yaitu mengalami pertumbuhan 11,8%. Meski masih dibawah pertumbuhan penjualan Telkom. Penjualan Indosat pada kuartal pertama di tahun 2016 mencapai Rp 6,8 triliun dari sebelumnya yang hanya Rp 6 triliun.
Laba usahanya pun meningkat menjadi Rp 848 miliar atau naik 68%. Laba perusahaan juga meningkat dari tahun sebelumnya yang minus Rp 426 miliar menjadi Rp225 miliar.
Tak berbeda dengan Telkom, revenue Indosat masih disumbang oleh bisnis selularnya yang memberikan kontribusi Rp 5,6 triliun. Sedangkan layanan fixed data Indosat nampaknya masih jalan di tempat. Bahkan untuk layanan fixed telepon, penjualannya justru turun 21,4% menjadi Rp 228 miliar.
Sedangkan keberhasilan management mengurangi beban hutang dollarnya tercermin dalam jumlah pinjaman mata uang asing yang berkurang sangat drastis. Jika dilihat kuartal ke dua 2015, jumlah hutang dollar Indosat mencapai USD 1,1 miliar. Namun kini hutangnya hanya tingga USD 351 juta. Meski demikian bukan berarti emiten ini tak memiliki persoalan keuangan di masa mendatang. Rasio hutang dan ekuitas Indosat masih terbilang besar yaitu diangka 2,8 kali patut menjadi perhatian investor yang ingin membeli saham berkode ISAT ini.
Sementara itu emiten yang kurang beruntung di kuartal pertama tahun ini adalah PT XL Axiata Tbk. Emiten berkode EXCL ini hanya mampu membukukan pendapatan Rp 5,6 triliun. Jika dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2015, pendapatan EXCL hanya tumbuh 2% saja. Tentu saja pertumbuhan yang minim ini jauh di bawah Telkom maupun Indosat.
Akusisi Axis beberapa waktu yang lalu nampaknya masih memberikan beban tersendiri bagi XL Axiata. Beban ini tercermin dari masih tingginya hutang yang diembang perseroan di tahun 2016 ini. dengan total hutang Rp 41,7 triliun, membuat emiten berkode EXCEL ini memiliki DER 2,9 kali. Tentu saja right issue XL Axiata ini akan menurunkan rasio hutang dengan ekuitasnya.
Namun langkah ini tak serta merta akan membuat XL Axiata agresif dalam melakukan ekspani usaha dan menggenjot pendapatannya. Sebab dana yang dihasilkan dari penerbitan saham baru hanya dipergunakan untuk membayar hutang ke Axiata Bhd.
Melihat masih tingginya rasio hutang dan kinerja penjualan dari tiga emiten telekomunikasi ini, saya berpendapat hanya saham PT Telkom yang ‘seksi’ untuk dijadikan investasi jangka menengah. Sebab dua emiten lainnya seperti ISAT dan EXCL masih harus bekerja keras menyelesaikan hutangnya dan meningkatkan ekuitasnya.
Jika ISAT dan EXCL disandingkan, maka Indosat yang masih memiliki ruang untuk meningkatkan ekuitasnya.Indosat masih memiliki kemampuan meningkatkan ekuitasnya dengan menerbitkan saham baru atau menjual menara BTS-nya. Dengan dua langkah tersebut, Indosat bisa mengembangkan usaha telekomunikasinya di luar selular.
Sedangkan ruang untuk XL Axiata memperkuat permodalannya sudah sangat terbatas. Ini disebabkan emiten ini sudah menjual aset menara BTS-nya dan right issue. Semua dana dari aksi korporasi tersebut hanya dipergunakan untuk membayar hutang.
Dengan kinerja yang ‘kinclong’, hutang yang minim serta rencana kerja managemnt yang jelas, , saham Telkom diperkirakan akan mampu mencapai harga Rp 4000.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H