Jika memang niat Rini Rini Soemarno ingin membuat holding BUMN sektor energi, seharunya beliau membuat entitas perusahaan baru seperti yang pernah dilakukan di sektor pupuk. Sehingga tak ada image jika PGN sengaja ‘dimatikan’ oleh Meneg BUMN. Seperti kita ketahui bersama, antara PGN dan Pertamina selalu ‘berkelahi’ di sektor distribusi gas.
Potensi lainnya yang kemungkinan bisa membuat kegagalan M&A holding BUMN sektor energi adalah masalah kultur perusahaan. Antara  PGN dengan Pertamina memiliki perbedaan kultur. Pertamina yang biasanya menggarap proyek-proyek up stream serta down stream di sektor minyak. Pasca adanya holding BUMN, nantinya tugas Pertamina akan merambah ke sektor distribusi gas.
Saat ini Pertamina masih memiliki anak usaha penyaluran gas yaitu Pertamina Gas (Pertagas). Jika ini sampai terjadi, bisa dipastikan organisasi yang ada di Pertamina akan semakin gemuk dan berpotensi membuat BUMN ini tak efisien. Jika holding BUMN ini dipaksakan, nantinnya di dalam Pertamina akan ada dua perusahaan penyalur gas (Pertagas dan PGN). Dengan organisasi saat ini saja Pertamina dituding tak efisien bagaimana jika ditambah tugasnya untuk menjalankan dan mengawasi kinerja PGN?
Memang solusi untuk holding BUMN adalah dengan membuat entitas baru. Tujuannya adalah untuk meminimalkan kegagalan mengintegrasikan bisnis yang diakuisi. Jika entitas baru ini dibentuk bisa membawahi Pertamina dan PGN. Jika Pertamina memiliki anak usaha penyaluran gas, holding ini yang nantinya memutuskan apakah Pertagas harus digabungkan dengan PGN atau tetap pada struktur yang ada seperti saat ini. Sehingga masing-masing perusahaan memiliki keahlian masing masing.
Jika pemerintah ingin melakukan leverage demi membesarkan usaha Pertamina, mereka bisa menempuh melalui holding BUMN energi tersebut.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H