Mohon tunggu...
P Riswanto Halawa
P Riswanto Halawa Mohon Tunggu... lainnya -

Manusia berusaha menuju paham. Ia tidak puas dengan hanya menunjukkan "ini" atau "itu". Ia akan bertanya, "Apa itu?". Manusia menuju paham dengan melihat suatu kesatuan dalam banyak hal yang secara individual berlainan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Towitowi: Si Pembawa Berita

20 September 2014   19:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:07 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Towitowi adalah salah satu jenis burung yang dikenal dengan baik dalam lingkungan masyarakat Nias. Burung ini merupakan burung yang khas di Pulau Nias sehingga namanya pun diberikan sendiri oleh masyarakat pulau ini. Bentuknya kecil dan bahkan lebih kecil dari burung pipit sehingga kekhasannya (keunikannya) tidak terletak pada bentuk tubuh yang kecil itu. Kekhasannya juga tidak terletak pada bulunya karena justru bulunya tidak begitu menarik untuk dipandang. Lantas, di mana letak keunikannya? Keunikannya terletak pada kicauannya yang diyakini memiliki makna dan arti. Keberartian kicauan itu muncul karena kepercayaan masyarakat setempat yang turun temurun terhadapnya.

Setiap kicauan burung towi-towi mampu dimaknai olah masyarakat setempat sebagai kicauan yang kaya akan makna. Melalui kicauannya, towi-towi mampu memberitahukan sesuatu kepada masyarakat atau kepada keluarga tertentu (secara khusus). Dalam melaksanakan tugas ini, towi-towi "memanfaatkan" kicauannya. Ia berkicau secara terus-menerus di pepohonan yang berdekatan dengan rumah keluarga di mana akan disampaikan berita. Seseorang yang mendengar kicauan itu biasanya berbicara dengan burung tersebut dengan menggunakan bahasa manusia, sedangkan burung itu tetap saja mengandalkan kicauannya. Dalam menanggapi orang yang berbicara dengannya, towi-towi mempunyai cara yang unik dan sangat khas.

Dalam memulai komunikasi dengan towi-towi, seseorang biasanya membuka percakapan dengan berkata: “Hei towi-towi, apa yang terjadi?, apakah datang tamu?, apakah datang rezeki?, apakah datang malapetaka?” dan lain sebagainya. Towi-towi akan menanggapi satu pertanyaan saja yakni dengan terbang meninggalkan orang yang berbicara tersebut. Tentunya, towi-towi akan terbang jika tujuan kedatangannya tersebut telah disebutkan oleh orang itu. Keyakinan dan kepercayaan masyarakat inilah yang mampu melahirkan sebuah lagu dalam lingkungan masyarakat Nias sebagaimana sepenggal syairnya dituliskan berikut ini:

He ba towitowi

Hana ö hulö wongi?

Iregeöröi ndraonou

Hadia duria sinangea ö faema......

Artinya:

O towi-towi

Mengapa datang kau pagi-pagi

Sampai-sampai engkau meninggalkan anak-anakmu

Apa berita yang hendak kau bawa.....

Burung towi-towi biasanya berkicau pada pagi hari. Kicauan itu akan terdengar dengan lantang ketika cuaca terlihat cerah. Oleh karena itu, sebagian masyarakat mempercayai juga bahwa bila burung towi-towi ini berkicau sebagai pertanda bahwa cuaca akan baik dalam seharian itu. Cuaca yang baik dapat mendukung segala aktivitas masyarakat dalam seharian itu. Masyarakat dapat bekerja di kebun atau di sawah tanpa harus diguyur hujan ataupun disinari oleh teriknya sinar matahari. Suasana inilah yang sangat diidamkan oleh masyarakat apalagi sebagai masyarakat yang mayoritas penduduknya petani itu.

Kehadiran burung towi-towi dalam masyarakat Nias secara tidak langsung mampu memberi kontribusi yang cukup penting dalam kehidupan bermasyarakat. Kicauan burung towi-towi mampu menyadarkan setiap orang akan arti kehadirannya di dunia ini. Secara tidak langsung, towi-towi mampu menjawab kegelisahan manusia akan hari yang akan datang. Hal ini terjadi karena manusia itu sendiri belum mempunyai kemampuan lahiriah untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada hari esok. Oleh karena itu, manusia (Nias pada khususnya) sangat membutuhkan bantuan burung unik ini.

Sesuatu yang tidak dapat dipungkiri bahwa keyakinan masyarakat akan keberartian kicauan burung towi-towi dilandasi oleh berbagai pengalaman masa lampau nenek moyang orang Nias. Keyakinan ini diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya. Generasi berikutnya pun tidak pernah menyadari saat-saat pewarisan ini karena terjadi dalam keseharian hidup (rutinitas) sehari-hari. Akibatnya, generasi berikut tersebut tidak mampu memahami secara mendalam apa arti yang sebenarnya dari keyakinan tersebut. Sampai saat ini, masyarakat Nias masih menganggap burung towi-towi sebagai burung yang mampu menyampaikan berita kepada masyarakat. Masyarakat Nias sangat menghargai fungsi kehadirannya ini sehingga masyarakat selalu berusaha untuk memperhatikannya. (Ps Riswanto Halawa)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun