Kenapa dalam laporan keuangan terdiri dari 3 akun utama yaitu Asset, Utang dan modal?
Sebenarnya yang paling mutlak dibutuhkan hanya terdiri dari 2 akun saja yaitu "Asset" dan "utang". Ke-2 akun tersebut telah menjadi "fitrah" manusia, yang akan selalu berusaha menambah "kekayaan" atau "asset" dan kalau sudah "kepepet", demi tetap survive mungkin harus ber "utang".
Asset atau kekayaan dalam business modern dianggap sebagai "sumber daya" (resources) yang akan menghasilkan uang. Â Sedangkan utang dianggap sebagai "sumber pendanaan" (sources) untuk mendapatkan "sumber daya". Â Utang adalah sources yang berasal dari milik orang lain sehingga "wajib" dikembalikan. Â Oleh karena itu "utang" sering disebut juga sebagai "kewajiban" atau liability atau liabilitas.
Jadi, kalau anda hanya  menjalankan usaha milik sendiri, anda cukup mengetahui posisi "asset" dan "utang" yang informasinya hanya untuk keperluan anda sendiri, oleh karena itu "ekuitas" tidak perlu disajikan, suka-suka anda.  Hal ini identik, seperti anda melaporkan pajak tahunan pribadi, dimana posisi keuangan yang dilaporkan adalah "pendapatan", "asset" dan "utang".
Atau ketika anda mengajukan "Kredit Tanpa Agunan (KTA), maka Bank atau Pinjol tidak akan menanyakan berapa "modal" atau "ekuitas" yang anda miliki.
Tetapi karena anda mungkin berfikir jauh kedepan, bahwa usaha anda akan mengajak orang lain untuk bergabung, maka anda mulai berfikir untuk memisahkan antara "asset milik anda" dengan "asset milik perusahaan", sehingga timbulah akun ekuitas. Â Dengan demikian, setelah diakuinya ekuitas dalam kehidupan anda, sekarangpun anda boleh mengajak orang lain bergabung kedalam usaha anda, dimana persentase kepemilikan akan diatur berdasarkan ekuitas milik masing-masing shareholder.
Adapun penjelasan tentang konsep ekuitas, yang memisahkan antara pemilik (shareholder) dengan perusahaan, pernah saya jelaskan pada postingan sebelumnya disini yang menjelaskan konsep "business entity.
Ekuitas pada dasarnya adalah turunan dari "asset". Â Itu sebabnya "ekuitas" atau "modal" sering juga disebut "asset bersih" atau "Net asset".Â
Jadi, berdasarkan konsep "business entity" bahwa "ekuitas" adalah "asset milik shareholder". Â Karena masih milik shareholder, maka meskipun bentuk setoran modal dalam bentuk "asset", tetapi atas "asset milik shareholder" tersebut belum dapat dianggap sebagai "sumber daya" atau "resourches". Â Sebagai gantinya ekuitas malah dianggap sebagai "sources" atau mirip dengan utang. Â Itu sebabnya dalam pencatatan laporan keuangan, sifat alaminya seperti "utang", yaitu dicatat pada laporan "posisi keuangan" pada "sisi kredit". Â Hanya saja, karena "asset" yang berasal dari "shareholder" tidak "wajib" dikembalikan, sehingga yang membedakan antara "utang" dengan "ekuitas" adalah pada "kewajiban" untuk dikembalikan.
Adapun ekuitas sumbernya juga ada dua yaitu yang berasal dari "setoran asset milik shareholder" yang biasa disebut "setoran modal" dan dari "laba yang tidak dibagikan kepada pemilik" atau "laba ditahan", yang biasa disebut "organic growth". Â Selanjutnya penjelasan tentang laba akan dijelaskan kemudian.
Sehingga secara sederhana dapat dibuat formula untuk "ekuitas" yaitu;
Ekuitas = Setoran Modal + Laba ditahan
Jadi sekarang kita memahami bahwa "resources" yang dimiliki oleh perusahaan, sumbernya (sources) ada 2 yaitu "utang" dan "ekuitas". Sehingga dapat dibuat suatu persamaan yaitu:
Asset (resources) = Utang (sources) + Ekuitas (sources).
Persamaan tersebut dapat dibulak-balik menjadi;
Utang = Asset - Ekuitas
Jadi jika ingin menurunkan nilai utang, dengan asumsi "nilai asset tidak berubah", berdasarkan persamaan tersebut; shareholder harus menaikan "nilai ekuitas". Dengan demikian "ekuitas" selain dapat digunakan untuk "sources" penambah "nilai asset", "ekuitas" juga dapat digunakan sebagai "sources" untuk menggantikan "sources" lainnya, yaitu dengan "membayar kewajiban atau utang", sedemikian rupa sehingga "nilai utang" turun.
Kemudian dimanakah posisi laba dan rugi?
Hasil dari pengelolaan sumber daya (asset) adalah "laba" dan "rugi". Adapun "Pemilik Laba" adalah shareholder, oleh karena itu, otomatis laba akan dicatat sebagai penambah "ekuitas". Selanjutnya laba yang diperoleh dapat diberikan kepada shareholder atau yang lebih dikenal dengan nama "dividend", atau tetap ditahan sebagai "laba ditahah" atau "retained earning".
Yang kemudian karena prinsip "double entry" sehingga kita salah menginteprestasikan bahwa "laba digunakan untuk menambah asset (ekspansi)", atau "membayar utang". Padahal laba tidak kemana-kemana, masih tetap dalam ekuitas, terakumulasi dan dicatat dalam "laba ditahan".
Adapun ketika ada yang bilang bahwa "laba digunakan untuk menambah asset" atau "bayar utang", maka maksudnya seperti yang telah saya uraikan dalam konsep diatas, seperti sebagai berikut;
Asset = Utang + ekuitas, maka laba menaikan ekuitas, dengan asumsi jumlah utang tetap, sehingga otomatis nilai asset naik (ekspansi)
Utang = Asset - ekuitas, maka laba menaikan ekuitas, dengan asumsi asset tetap; maka otomatis nilai utang turun (bayar utang).
Dan sebaliknya jika perusahaan rugi;
Asset = Utang + ekuitas; maka "rugi" akan menurunkan "ekuitas", dengan asumsi jumlah "utang" tetap, maka otomatis nilai asset turun (jual asset) atau jika tidak terjadi penjualan "asset", maka rugi akan menyebaban nilai "asset" berkurang (meski asset tidak dijual);
Utang = Asset - Ekuitas, maka rugi menurunkan nilai modal, dengan asumsi asset tetap; maka otomatis nilai utang naik (tambah utang). Jadi sifat rugi, yang paling umum akan menyebabkan "utang naik".
Setelah membaca uraian saya diatas mungkin pertanyaan yang timbul adalah, apakah manfaat memahami sifat, dan hubungan antar akun-akun dalam laporan keuangan?
Sebagai pembeli saham, seharusnya anda fokuskan kepada akun "ekuitas" sebab ekuitas = saham.
Jadi diketahui bahwa :
Ekuitas = Laba + setoran Modal
Ekuitas = Asset - utang;
Laba + setoran modal = Aset - Utang
Laba = Asset - Utang - Setoran modal
Maka cara untuk menaikan "laba", adalah emiten harus menaikan nilai asset, sedemikian rupa sehingga perusahaan semakin produktif menghasilkan output "penjualan", atau emiten menurunkan nilai utang, yang akan menurunkan cost of debt.
Dan jangan percaya jika emiten melakukan "corporate action" dengan cara "penerbitan saham baru (right issue)" atau meminta "setoran modal" kepada para shareholde, kemudian mereka klaim bahwa"right issue" dapat memicu kenaikan laba perusahaan, faktanya, berdasarkan formula di atas, semakin besar "jumlah setoran modal", maka semakin kecil juga "laba yang dihasilkan".
Kenapa bisa? Karena semakin banyak saham baru, akan semakin kecil juga kue yang harus dibagi-bagi per sahamnya. Artinya labanya mungkin naik, tetapi setelah dibagi-bagi dalam bentuk saham (EPS) hasilnya mungkin lebih kecil antara sebelum dan sesudah right issue.
Kenapa bisa terjadi demikian? Karena anda sebagai "investor retjeh" akan melakukan setoran modal dalam bentuk tunai untuk mendapatkan tambahan "saham baru".
Tentu saja akan terlihat adil karena semua shareholder akan mengalami dilusi setiap saham. Tetapi kalau anda sebagai investor retjeh akan menyetor uang, maka PSP biasanya setor pakai "daun".
"Daun" itu timbul karena transaksi "tek-tok" yaitu uang "right issue" yaitu untuk beli "asset", yang mungkin terafliasi kepada PSP, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terlalu banyak praktik yang dicontohkah oleh banya emiten di BEI. Misalnya yang terjadi pada emiten $DADA dan $YELO.
Jadi berbahagialah jika emiten yang membuat anda "conviction" tetapi jarang menyusu kepada shareholder (termasuk anda) untuk meminta tambahan setoran modal.
Demikian cerita hikayat tentan akun-akun yang mungkin dapat anda ambil hikmahnya.
Demikian semoga terhibur dan semangat anda masih tetap menjadkan anda bagian dari "investor saham" bukan menjadi sekedar "pedagang saham?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H