Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan teknologi digital di kalangan remaja, terutama di kalangan generasi muda, telah mengalami perubahan yang sangat besar.
Saat ini, hampir semua remaja di Amerika Serikat, terutama yang berusia antara 13 hingga 17 tahun, memiliki smartphone, dengan sekitar 95% dari mereka tercatat memiliki perangkat tersebut.
Selain itu, lebih dari separuh remaja ini melaporkan bahwa mereka online hampir setiap saat---sebuah angka yang melonjak tajam dari hanya 24% pada tahun 2014-2015 menjadi 46% pada tahun 2023.
Perubahan besar ini tentunya membawa dampak yang signifikan, baik secara positif maupun negatif, terhadap kehidupan mereka.
Salah satu dampak yang paling banyak dibicarakan adalah efek dari penggunaan media sosial. Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak laporan yang menunjukkan hubungan negatif antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental remaja.
Misalnya, ada kekhawatiran bahwa media sosial dapat memicu perbandingan sosial yang merugikan, di mana remaja cenderung membandingkan diri mereka dengan kehidupan yang terlihat sempurna di platform tersebut. Hal ini bisa menyebabkan rasa cemas, depresi, bahkan penurunan harga diri.
Pada tahun 2023, masalah ini mendapatkan perhatian lebih, sehingga US Surgeon General Advisory mengeluarkan panduan terkait dampak penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental remaja.
"Like and Share" Bikin Kecanduan ?!?!
Selain itu, fitur-fitur tertentu di media sosial, seperti tombol "like" dan format video pendek seperti yang ada di TikTok, juga telah menambah kekhawatiran tentang potensi kecanduan.
Fitur-fitur ini, yang dirancang untuk menarik perhatian pengguna, seringkali membuat remaja merasa terdorong untuk terus-menerus mengecek notifikasi dan unggahan baru, sehingga menghabiskan waktu berlebihan di dunia maya.
Penting untuk dicatat bahwa pembahasan tentang penggunaan internet dan dampaknya tidak hanya terbatas pada media sosial. Sebelumnya, ketika kita berbicara tentang kecanduan internet, perhatian lebih banyak tertuju pada permainan daring (online gaming).
Pada tahun 2013, masalah kecanduan permainan daring diakui secara resmi dalam DSM-5 (Buku Panduan Diagnostik Psikiatri) dengan memasukkan "Internet Gaming Disorder" sebagai kategori penelitian.
Kategori ini kemudian dikembangkan lebih lanjut, dan pada 2018, ICD-11 (International Classification of Diseases) menyertakan "Gaming Disorder" sebagai gangguan klinis yang dapat didiagnosis.
Namun, seiring berjalannya waktu dan dengan semakin populernya media sosial, perhatian mulai beralih. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa media sosial mungkin memiliki dampak yang tidak kalah besar, bahkan berpotensi menyebabkan gangguan yang serupa dengan kecanduan game.
Dengan adanya temuan-temuan ini, beberapa ahli mulai mengusulkan bahwa "gangguan penggunaan media sosial" atau "Social Network Use Disorder" harus dipertimbangkan sebagai diagnosis resmi, mirip dengan gangguan kecanduan lainnya.
Dalam upaya untuk menanggapi fenomena ini, sejumlah alat penilaian telah dikembangkan. Salah satunya adalah Kriteria Penilaian untuk Gangguan Penggunaan Internet Spesifik (ACSID-11), yang digunakan untuk menilai apakah seseorang menunjukkan tanda-tanda gangguan penggunaan media sosial atau masalah terkait internet lainnya.
Dengan alat ini, para profesional kesehatan mental dapat mengevaluasi apakah seseorang mengalami kecanduan atau masalah yang disebabkan oleh penggunaan internet yang berlebihan.
Penelitian tentang masalah penggunaan media sosial masih relatif terbatas, tetapi temuan yang ada menunjukkan adanya kesamaan dengan gangguan kecanduan lainnya, seperti kecanduan alkohol atau obat-obatan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa otak remaja yang terlalu sering terpapar media sosial bisa mengalami perubahan neurobiologis yang mirip dengan mereka yang kecanduan substansi.
Ini menunjukkan bahwa kecanduan media sosial bukanlah masalah yang sepele dan bisa mempengaruhi kesehatan otak serta kesejahteraan mental jangka panjang.
Melihat fenomena ini, berbagai pihak mulai berbicara tentang pentingnya pendekatan yang lebih holistik dalam menangani masalah ini.
Peneliti, profesional kesehatan, pembuat kebijakan, serta orang tua dan masyarakat harus bekerja sama untuk memahami bagaimana penggunaan media sosial dapat memengaruhi kesehatan dan kehidupan sosial remaja.
Selain itu, mereka juga perlu mencari solusi yang tepat untuk membantu remaja dalam mengelola waktu mereka di dunia maya, sehingga dampak negatifnya bisa diminimalisir.
Sebagai kesimpulan, perubahan dalam cara remaja menggunakan teknologi digital, terutama media sosial, memang membawa berbagai dampak positif, seperti kemudahan berkomunikasi dan mengakses informasi.
Namun, jika tidak dikelola dengan bijak, dampak negatifnya bisa sangat besar, mulai dari kecanduan hingga masalah kesehatan mental yang serius.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk terus memperhatikan perkembangan ini dan mencari solusi yang dapat membantu remaja berkembang secara sehat di era digital ini. Semoga Tercapai. Salam Sehat Jiwa
Disarikan dan diolah dari : Seminar sesi "Problematic social media use in adolescents and young adults" di kongres European College of Neuropsychopharmacologicum di Milan, Italia tanggal 22 September 2024 dengan pembicara :Florence Thibaut, M.D., Ph.D., Professor of Psychiatry at the University Hospital Cochin Paris, Sorbonne-Paris Cit University, France.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H