Mohon tunggu...
Dokter Andri Psikiater
Dokter Andri Psikiater Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Psikiater dengan kekhususan di bidang Psikosomatik Medis. Lulus Dokter&Psikiater dari FKUI. Mendapatkan pelatihan di bidang Psikosomatik dan Biopsikososial dari American Psychosomatic Society dan Academy of Psychosomatic Medicine sejak tahun 2010. Anggota dari American Psychosomatic Society dan satu-satunya psikiater Indonesia yang mendapatkan pengakuan Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine dari Academy of Psychosomatic Medicine di USA. Dosen di FK UKRIDA dan praktek di Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang (Telp.021-29779999) . Twitter : @mbahndi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mudah Simpati dan Benci: Ciri Masyarakat Melankolis?

6 Agustus 2011   09:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02 1578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_127362" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Oleh: dr. Andri, SpKJ Saya bukanlah penikmat berita belakangan ini, hiruk pikuk dunia politik Indonesia dan berbagai berita tindak kekerasan di masyarakat membuat saya berhenti sejenak mengkonsumsi berita yang sepertinya bukan memperbaiki kualitas mental saya tetapi malah memperburuknya. Tapi bukan berarti saya tidak nonton berita atau baca koran sama sekali, saya tetap membaca walaupun banyak yang saya harus saring benar-benar terlebih dahulu. Belakangan ada pemberitaan mengenai berbagai macam karakter tokoh di layar televisi kita, dari yang bendahara partai terkenal sampai dengan mantan TKW yang batal dipancung. Secara konteks berita, saya biasa saja menanggapi kedua berita heboh ini, tetapi secara konteks kejiwaan yang saya pahami, rasanya cukup menarik melihat latar belakang dan tanggapan masyarakat terhadap berita ini. Simpati dan Benci Saya melihat karakter masyarakat kita ini mudah simpati dan memaafkan orang lain. Itulah mungkin yang dipahami oleh sebagian politisi kita sehingga menjadi modal utamanya melaju di medan pertempuran perebutan kekuasaan. Rasa simpati masyarakat bisa dimunculkan dengan pemberitaan yang terkadang terlihat berat sebelah. Tokoh antagonis bisa jadi tokoh protagonis. Ketika si tokoh antagonis ini berkoar-koar seperti menjadi korban kezaliman teman-temannya, maka simpati akan menghampiri si tokoh antagonis yang kemudian disusul oleh rasa benci kepada orang-orang yang membuat susah si tokoh antagonis . Tidak peduli kalau si tokoh antagonis ini telah begitu banyak melakukan kesalahan, tetap simpati berdatangan dan kebencian mengalir ke pihak lain. Paling baru adalah pemberitaan mengenai mantan TKW yang batal dipancung Darsem. Dalam pemberitaan belakangan ini Darsem menjadi orang yang diperlihatkan lupa kacang dengan kulitnya. Darsem digambarkan seperti toko emas berjalan karena banyaknya perhiasan menempel di tubuhnya. Komentar masyarakat mulai banyak yang miring tentang hal ini. Sosok yang tadinya banyak mengundang simpati kemudian menjadi bahan celaan di beberapa forum berita. Mudah Terharu dan Benci, Ciri Melankoliskah? Bukan sekali ini masyarakat terlihat sangat mudah tergerakkan oleh beberapa berita yang sedang menjadi topik di media-media Indonesia. Terkumpulnya sumbangan terhadap Prita, Darsem dan beberapa gerakan yang tidak terlalu nyata lainnya membuat kita melihat bahwa masyarakat di satu pihak mempunyai kepedulian tinggi terhadap sesama. Masyarakat terlihat juga mudah terharu dan tergerak hatinya. Namun di lain kesempatan, ketika media menggambarkan tokoh seperti  Darsem yang kemudian berubah perilaku dan perangainya setelah mendapatkan uang banyak, maka dengan begitu gampangnya pula masyarakat berubah dari simpati menjadi antipati. Kondisi ini tentunya tidak terlalu baik jika dilihat dari segi kematangan jiwa masyarakat. Masyarakat yang mudah beralih pandangan dan simpati adalah masyarakat yang rentan terombang-ambing oleh arus. Masyarakat yang bisa diombang-ambingkan oleh media yang terkadang tidak independen lagi. Masyarakat yang bisa dijuruskan ke sesuatu hal hanya karena kekuatan media sebagai media informasi dan media mempengaruhi opini masyarakat. Tipikal masyarakat seperti ini bolehlah kiranya saya pribadi menyebutnya sebagai tipikal masyarakat melankolis. Masyarakat yang mudah simpati tapi sekaligus mudah benci. Masyarakat yang lebih banyak mengandalkan perasaan daripada logika yang ada. Masyarakat yang mudah dituntun oleh gempita arus informasi media yang kadang berat sebelah. Masyarakat seperti ini sangat menguntungkan untuk penguasa yang suka dengan pencitraan tetapi sekaligus bisa menjadi senjata makan tuan buat penguasa yang tidak hati-hati. Benarkah asumsi saya? Kita semua yang bisa menjawabnya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun