Mohon tunggu...
Dokter Andri Psikiater
Dokter Andri Psikiater Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Psikiater dengan kekhususan di bidang Psikosomatik Medis. Lulus Dokter&Psikiater dari FKUI. Mendapatkan pelatihan di bidang Psikosomatik dan Biopsikososial dari American Psychosomatic Society dan Academy of Psychosomatic Medicine sejak tahun 2010. Anggota dari American Psychosomatic Society dan satu-satunya psikiater Indonesia yang mendapatkan pengakuan Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine dari Academy of Psychosomatic Medicine di USA. Dosen di FK UKRIDA dan praktek di Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang (Telp.021-29779999) . Twitter : @mbahndi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Laporan dari Kongres Psikiatri Dunia di Beijing (Bagian 2)

5 September 2010   13:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:26 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin saya mengikuti seminar tentang perkembangan psikiatri di Asia. Pembicaranya Prof Deva dari Malaysia, Prof Pinchet (ini saya sulit menuliskan nama belakangnya) dari Thailand dan Prof Russel De Souza (Australia). Selain membicarakan perkembangan psikiatri di kawasan Asia, Prof Souza juga berbicara tentang Asian Journal of Psychiatry di mana saya lihat dr.Albert Maramis, psikiater dari FKUI yang saat ini menjadi wakil WHO di Indonesia juga duduk sebagai Editorial Board.
Selain membahas ttg AFPA (Asian Federation of Psychiatric Association) dan jurnalnya, para pembicara juga membicarakan tentang pengalaman mereka di negara masing-masing. Sayang sekali walaupun nama Indonesia berkali-kali disebut, wakilnya sebagai pembicara tidak ada. Jadilah Prof Deva dan Prof Pinchet yang lebih banyak bicara tentang Indonesia. Anehnya lagi, sebenarnya dalam AFPA ini banyak sekali orang keturunan India yang berkiprah tapi dengan warga negara Amerika, Inggris dan Australia. Jadi agak sedikit bingung, katanya bekerja untuk Asian Psychiatry tapi kok menuliskan asal dari Amerika,Inggris dan Asutralia.
Untungnya....(lagi-lagi untung) seminar ini tidak diminati oleh peserta kongres. Hanya ada 5 peserta yang hadir termasuk saya, ditambah dengan 5 pembicara jadi total hanya 10 orang yang hadir. Agak menjadi ramai karena ditambah panitia berjumlah 3 orang yang ikut mendengarkan sambil mengoprasikan laptop.
Memang di acara WPA ini, beberapa seminar tentang kebijakan, perkembangan jurnal ataupun hal2 yang menyangkut pendidikan (medical doctor, resident, master, doctorate) kurang diminati, apalgi oleh orang China sendiri. Mereka lebih meminati seminar yang pembicaranya orang mereka sendiri atau yang berkaitan dengan perusahaan farmasi.
Selanjutnya saya mengikuti seminar tentang Diabetes dan Depresi sesuai bidang saya di Consultation and Liaison Psychiatry. Apa yang dikemukakan tidak terlalu dalam, hanya dasar-dasarnya saja. Setidaknya ketika menghadiri American Psychosomatic Society meeting di USA, pembahasan tentang kondisi CLP sudah jauh lebih mendalam. Saya merasa "senang" karena artinya saya tidak ketinggalan dari perkembangan di dunia CLP khususnya di kawasan WPA non-USA.
Seminar selanjutnya adalah tentang Stigma in Mental Illness, suatu topik yang sudah lama digaungkan tetapi masih tetap menjadi suatu perhatian besar dari semuanya. Prof Sartorius sebagai pakar mengemukakan pendapat-pendapatnya tentang hal-hal yang bisa dilakukan di masyarakat. Prof Sartorius lebih menekankan peran aktif para "mantan" pasien yang bisa berbicara di komunitas mereka tentang kondisi gangguan jiwa yang mereka derita. Pendapat ini didukung oleh Prof Akiyama dari Jepang yang mengatakan bahwa walaupun Jepang sudah sangat maju dalam teknologi, tetapi pendapat bahwa orang dengan gangguan jiwa tidak bisa kembali berfungsi optimal dan tidak mampu bekerja masih banyak terdapat, bahkan kondisi gangguan jiwa dikaitkan dengan iblis dan kutukan juga masih terdapat. Beliau lebih menekankan bahwa keberhasilan dalam membawa kembali pasien ke kehidupan normalnya akan membuat stigma itu bisa terkikis walaupun sangat memerlukan waktu. Beliau sudah membuktikannya.
Prof Sartorius juga mengatakan bahwa edukasi dan pendidikan oleh para pasien kepada masyarakat tersebut adalah trend baru yang menggantikan peranan edukasi oleh para psikiater sendiri di jaman sekarang dan dahulu.
Mendengarkan ini saya jadi teringat apa yang dilakukan oleh dr.Eka Viora,SpKJ dari Depkes dan saat ini bekerja sebagai Komite medik di RSJ Grogol yang berdampingan dengan Lilik (pasien skizofrenia) dari perkumpulan Jiwa Sehat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.
Satu hal yang membanggakan, saat melihat announcement berisi program kongres psychiatry biology di Prague, Ceko, 2011 nanti, saya melihat tim dari Indonesia akan memberikan workshop terkait dengan adiksi/ketergantungan zat napza. Tim ini terdiri dari dr.Ike Siregar, dr.Teddy Hidayat dan dr.Selly Iskandar (mereka dari UNPAD). Selamat untuk teman-teman sejawat yang membawa nama Indonesia ke kancah Internasional.
Semoga informasi ini berguna

Salam
Andri dari Beijing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun