Mohon tunggu...
Putri Maharani
Putri Maharani Mohon Tunggu... -

selalu berusaha menjadi lebih baik, dan terus memperbaiki diri dengan ilmu, dan berkarya agar bermanfaat bagi orang lain. Karya yang menginspirasi. Allahu akbar!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kompleksitas Penciptaan Otak

15 September 2014   09:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:40 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Neurosains Kognitif

Bismillaah...

Hai guys, kali ini kita bakalan mengkaji tentang neurosains kognitif. Nah, untuk itu gak ada salahnya kita coba memahami lebih dulu apa sih pendekatan kognitif dan neurosains itu. Check it out!

Neurosains Kognitif

Pendekatan Kognitif menekankan pada proses-proses mental yang terlibat dalam mengetahui bagaimana kita mengarahkan perhatian, mempersepsikan, mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah kita. (King, 2010). Contohnya bagaimana kita memecahkan persamaan aljabar, mengapa kita mengingat nama dalam jangka pendek, tapi mengingat hal yang lain dalam jangka panjang, dan bagaimana kita menggunakan pencitraan (imagery) untuk merencanakan masa depan.

Neurosains merupakan kajian ilmiah struktur, fungsi, perkembangan, genetika, dan biokimia dari sistem saraf. Neurosains menekankan bahwa otak dan sistem saraf adalah inti untuk memahami perilaku, pikiran, dan emosi. Impuls listrik bergerak dengan cepat di seluruh sel-sel otak, melepaskan zat kimia yang memungkinkan kita untuk berpikir, merasa, dan berperilaku. (King, 2010). Masya Allah, luar biasa banget yah! Coba deh bayangin, semua hal yang kita lakukan tuh gak lepas dari “reaksi” kimia yang rumit, kompleks, dan gak sederhana guys! Kalau dipikir-pikir, kalau reaksi-reaksi kimia di otak kita gak pernah libur bekerja, masak iya sih kita libur buat beribadah kepada Allah yang udah ngasih kita otak, nafas kehidupan, juga yang udah menciptakan impuls kimia di otak kita. Hmm...??

Kalau boleh menyimpulkan, psikologi kognitif itu mengkaji tentang otak, nah di neurosains bakalan lebih dikaji lebih jauh bagaimana cara kerja otak, sistem saraf yang mempengaruhi kerja otak. Di sinilah kaitan erat antara neurosains dan kognitif. Neurosains kognitif adalah study ilmiah yang mempelajari hubungan antara psikologi kognitif dan neurosains, yang berguna untuk menemukan bukti-bukti fisik yang mampu menunjang karakteristik teoritis pikiran dan untuk menemukan hubungan antara pathologi otak dan perilaku.Neurosains kognitif bertopang pada teori-teori dalam sains kognitif diselaraskan dengan bukti dari neuropsikologi dan pemodelan komputasional.

Sistem Saraf

Pokok kajian Neurosains Kognitif ini yaitu sistem saraf. Sistem saraf merupakan sirkuit komunikasi elektrokimia tubuh. Empat karakteristik penting otak dan sistem saraf adalah kompleksitas, integrasi, adaptabilitas, dan transmisi elektrokimia. Kemampuan khusus otak untuk beradaptasi dan berubah disebut plastisitas. (King, 2010). Dua sistem saraf yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Otak: merupakan CNS (central nervous system) yang berfungsi untuk menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menyimpan informasi sensoris yang datang; seperti: rasa, suara, bau, warna, tekanan pada kulit, dll. Saraf tulang belakang: kumpulan neuron dan jaringan pendukung yang dimulai dari dasar otak sebagai perpanjangan otak yang menjulur di sepanjang punggung bagian tengah dan dilindungi oleh tulang belakang.

Struktur Otak

Nah, sekarang kita hanya akan membahas sistem saraf pusat, khususnya otak. Struktur otak terbagi menjadi hemisfer sebral/serebrum dan korteks serebral. Hermisfer serebrum kiri dan kanan terlibat dalam fungsi yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa otak kiri lebih dominan dalam mengolah informasi verbal (bahasa, analisi, dan klasifikasi); sementara otak kanan lebih kepada informasi non-verbal (visual, spasial, emosi). Ngomong-ngomong soal hemisfer kiri, dua wilayah yang sangat terlibat dalam fungsi bahasa khusus adalah wilayah Broca (bicara) dan Wernicke (memahami bahasa). Nah, di antara 2 hermisfer otak, ada gumpalan serabut yang bernama Korpus kalosum. Korpus kalosum merupakan ikatan akson besar yang menghubungkan dua hemisfer otak. Trus, apa yang akan terjadi kalau si korpus kalosum ini terputus–na’udzubillah-? Contohnya tuh pada kasus epilepsi berat guys. Wah, mumpung korpus kalosum kita masih kuat, ayo dijaga yang bener yah, jangan disia-siakan! Kita harus semangat buat kulakan ilmu. Kalau kita masih kecil, korpus kalosumnya kan belum berkembang baik, kalau sudah tua, bisa rawan terputus. Nah, punya kita alhamdulillah loh... Ups, balik lagi deh ke bahasan broca dan wernicke. Mau tau kisahnya si broca dan wernicke yang udah bikin si neuropsikologi jadi eksis? Simak nih kisahnya yang dicomot dari detikbiologi.bogspot.com.

Kemunculan Neuropsikologi

Tahun 1861, neurolog perancis Paul Broca menemukan orang yang mampu memahami bahasa namun tidak dapat berbicara. Orang ini hanya dapat menghasilkan suara “tan”. Kemudian ditemukan kalau manusia ini memiliki kerusakan otak di lobus frontal kirinya yang disebut daerah Broca. Carl Wernicke, seorang neurolog jerman, menemukan pasien yang sama, kecuali pasiennya kali ini dapat bicara dengan baik namun tidak dapat mengerti. Pasien ini adalah korban dari stroke, dan tidak dapat memahami bahasa lisan maupun tulisan. Pasien ini memiliki lesi di daerah pertemuan lobus temporal dan parietal kiri, yang kini disebut daerah Wernicke. Kasus ini mendukung dengan kuat pandangan lokalisasionis, karena sebuah lesi menyebabkan perubahan perilaku khusus pada kedua pasien ini. Studi Broca dan Wernicke menyemai bidang penelitian baru, yang mempelajari hubungan antara fenomena psikologis dengan lesi (atau gangguan lainnya) dari otak : neuropsikologi.

Well, sadar nggak kalau kita dari tadi masih bahas hermisfer serebral ajah? Oke dah, kita lanjut ya bahasannya ke struktur otak yang selanjutnya: korteks serebral. Tau nggak, korteks serebral ini penting banget loh! Seluruh proses kognitif –mulai dari berpikir, sensasi, pemrosesan bahasa, dll- berlangsung di sini! Di permukaannya yang keriput ini, korteks serebral dibagi menjadi hemisfer-hemisfer; yang mana tiap hemisfer dibagi menjadi 4 lobus. 4 lobus itu: lobus frontal –proses judgement, pengambilan keputusan-; lobus temporal –auditori-; lobus parietal –sensasi-; dan lobus oksipital –visual-.

Neuron

Dari tadi kita kok ngomongin sistem saraf yah? Trus kira-kira bahan bakarnya sistem saraf apa yah? Hehe, bukan bahan bakar juga sih. Maksudnya pembentuk sistem saraf itu yaitu neuron. Yap, neuron ini ibarat pak pos yang “ngantar surat” sepanjang sistem saraf di setiap aktivitas yang terjadi di otak. Wah, jadi neron harus stand by tiap saat dong. Maasyaa Allaah. Sel glial memberikan fungsi dukungan dan manfaat gizi dalam sistem saraf. Tiga bagian utama neuron adalah tubuh sel, dendrit (bagian penerima), dan akson (bagian pengirim). Selubung mielin membungkus dan menyekat sebagian besar akson dan mempercepat pemancaran impuls saraf.

Peralatan Para Ilmuwan Neurosains

Oke dah, sekarang kita bahas yuk apa aja peralatan para ilmuwan neurosains... (sumber: http://elfahri.blogspot.com/2012/04/neurosains-kognitif.html)

1.EEG (Electroence-phalogram)

2.CT (Computed Axial Tonography)

3.PET (Position Emission Tonography)

4.MRI (Magnetic Resonance Imaging)

5.fMRI (fungtional Magnetic Resonance Imaging)

6.MEG (Magnetoence-phalography)

7.TMS (Transcranial Magnetic Stimulation)

8.Micro CT (X-ray Micro Tomography)

Manfaat Nyata Neurosains Kognitif

Nah, terus apa sih manfaat dari neurosains kognitif ini? Coba deh searching di google, banyak berita tentang helm anti ngantuk –itupun gak cuma satu jenis aja loh-. Ada yang paka iteknologi vibrator dan teknologi sensor piezo electric. Sensor ini berfungsi mendeteksi denyut nadi. Normalnya, denyut nadi seseorang berada pada kisaran 80 denyut per menit. “Jika jumlah denyut yang tertangkap sensor tak sampai 80 denyut per menit, sensor akan mengirimkan sinyal ke dua vibrator yang terletak di daerah ubun-ubun.” Ada juga yang menggunakan teknologi Brain Stat. Bedanya, Brain Stat bekerja dengan mendeteksi gelombang otak. “Sayangnya, teknologinya lebih rumit dan lebih mahal.” Masih banyak lagi kok model helm yang lain. Hmm.. be creative and jangan mau kalah kreatif dong guys! Oiya, ni sumber beritanya: http://simomot.com/2014/08/26/anda-ngantuk-helm-ini-bisa-bikin-kepala-bergetar/

Alhamdulillaah, cukup di sini saja yah, mohon maaf sekali kalau pemahaman saya ini ada yang salah, dengan senang hati jika teman-teman mau mengingatkan. Wallahu a’lam.

Dengan begitu rumitnya otak ini diciptakan, rasanya betul-betul tidak pantas jika otak ini terus menerus diistirahatkan.

"...Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (Al-An'aam ayat 50)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun