Anak Remaja & Orang Tua
By: Nadia Indah.P, M.Psi.,Psikolog
Salah satu fase perubahan terkait anak yang akan dialami oleh orang tua adalah saat anak memasuki masa/usia remaja. Saat anak masuk usia remaja, maka akan terjadi banyak perubahan di diri anak. Perubahan ini mencakup fisik dan juga mental/psikologis. Dengan terjadinya perubahan-perubahan tersebut, tentunya juga mempengaruhi dinamika hubungan orang tua dengan anak remajanya.
Beberapa hal yang biasanya terjadi saat anak memasuki usia remaja, diantaranya adalah:
- Anak akan mengembangkan lebih banyak kemandiriannya
- Anak akan memiliki opininya sendiri tentang berbagai hal (yang mungkin saja berbeda dengan opini orang tuanya terhadap hal tersebut)
- Anak mulai bersikap kritis pada banyak hal (terutama terkait aturan, konsekuensi dan alasan mengapa aturan tersebut diberlakukan)
- Anak akan menuntut lebih banyak perlakuan ke diri mereka layaknya orang dewasa (tidak diperlakukan sebagai anak-anak lagi)
Saat hal tersebut terjadi, maka orang tua juga perlu melakukan penyesuaian diri agar relasi dan komunikasi dengan anak tetap terjalin baik. Perlu adanya upgrade pola asuh dan pola komunikasi antara orang tua anak remajanya.
Secara bertahap dan perlahan, orang tua dapat mulai memberikan ruang lebih pada anak untuk mengeksplor dan mengembangkan kemandirian, opini serta tanggung jawabnya. Hal tersebut dilakukan dengan tetap memberikan pengawasan dan bimbingan yang masih diperlukan oleh anak remaja.
Menjalin komunikasi yang baik dan positif antara anak remaja dan orang tua adalah salah saatu kunci utama terjalinnya hubungan yang positif dan harmonis.
Mengabaikan anak remaja atau sebaliknya terlalu memprotektif ataupun menerapkan pola yang terlalu keras serta menekan pada anak remaja, akan sama-sama memberikan dampak negatif bagi perkembangan psikologis anak remaja tersebut. Tentunya hal-hal tersebut juga akan merusak dinamika positif hubungan anak remaja dan orang tuanya.
Beberapa tips yang dapat dilakukan agar komunikasi dan relasi anak remaja dan orang tua terjalin baik:
- Orang tua dapat menjadi pendengar yang baik bagi anak remajanya.
- Pendengar yang baik berarti kita fokus mendengarkan untuk memahami, bukan mendengarkan untuk bereaksi atau untuk membalas apa yang disampaikan anak remaja.
- Menghindari sikap menghakimi/men-judge anak remaja.
- Tidak ada orang yang nyaman ketika mendapat penghakiman, disalahkan atau dipojokkan saat menyampaikan apa yang ingin disampaikan. Hal tersebut juga berlaku terutama pada anak remaja. Sehingga, menghindari sikap menghakimi pada anak remaja menjadi sangat penting agar anak remaja tetap nyaman berkomunikasi dengan orang tuanya.
- Memfasilitasi emosi anak remaja.
- Saat aank remaja menunjukkan emosi tertentu, fasilitasi dan arahkan untuk mengekspresikan emosi tersebut dengan cara-cara yang positif. Hindari sikap menolak emosi anak yang mungkin muncul, karena justru akan memberikan pengaruh negatif bagi psikologis anak.
- Menghargai opini anak remaja.
- Usia remaja memang usia dimana anak mulai belajar mengembangkan opininya sendiri. Opini yang muncul mungkin saja berbeda dengan opini orang tua. Sikapi dengan bijak, dengarkan dan hargai opini anak tersebut. Ajak anak berdiskusi terkait opini yang ia miliki, agar ia dapat mengeksplor lebih jauh dan memehami latar belakang kenapa ia memiliki opini tersebut. Dengan melakukan hal tersebut orang tua juga sekaligus mengajarkan anak untuk dapat menghargai perbedaan opini yang dimiliki tiap orang.
- Menerima dengan bijak sikap kritis anak.
- Anak remaja juga bisa saja menunjukkan sikap kritis terhadap berbagai hal. Mereka biasanya mulai mempertanyakan latar belakang atas aturan atau value yang diajarkan orang tua. Bimbing dan arahkan sikap kritis tersebut. Orang tua dan anak remaja dapat dengan terbuka melakukan diskusi atas aturan, value atau pun hal lainnya. Ajarkan anak remaja bagaimana mengekspresikan sikap kritisnya secara positif. Hindari merespon dengan kemarahan dan menolak berdiskusi dengan anak remaja saat sikap kritisnya muncul.
- Mengajak anak fokus pada solusi saat ia mendapat masalah.
- Orang tua dapat mengarahkan anak remaja agar terbiasa dan membentuk pola berfokus pada pilihan solusi saat ia menghadapi masalah. Ajarkan anak remaja untuk tidak berfokus pada masalahnya saja, karena hal tersebut tidak efektif untuk menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Bila hal ini sudah sering dilakukan dan menjadi pola, maka anak remaja kedepannya akan terbiasa berdaya untuk mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan berfokus pada pilihan solusi yang ada atas masalah tersebut.
- Tidak memarahi anak remaja berlebihan saat ia melakukan kesalahan.
- Memarahi anak remaja saat ia menceritakan kesalahan yang ia lakukan akan berdampak pada anak tersebut tidak berani lagi bercerita pada orang tuanya saat ia melakukan kesalahan dikemudian hari. Selanjutnya anak bisa saja akan mengembangkan pola menutupi dan lari dari kesalahannya karena takut dimarahi saat berbuat salah. Reaksi yang tepat saat anak remaja berbuat kesalahan dan menceritakan pada orang tua, adalah dengan mengajak anak berefleksi atas kesalahan yang ia lakukan. Apa saja konsekuensi atau akibat dari kesalahan tersebut, siapa saja yang akan terdampak dan bagaimana mengantisipasi agar kesalahan tersebut tidak lagi terulang kedepannya.
Dengan cara-cara tersebut diatas tadi, anak remaja akan tetap memiliki ruang untuk melatih kemandiriannya, belajar menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, dengan tidak merasa diabaikan atau ditekan oleh orang tuanya. Anak akan tetap merasakan kehadiran, peran dan bimbingan dari orang tuanya serta tetap dapat mengembangkan diri sebagai individunya sendiri.
Pada intinya di usia remaja, adalah saat dimana orang tua mulai mempersiapkan anak agar mampu berdaya dan mandiri dalam berbagai aspek saat ia memasuki usia dewasanya nanti.
Referensi bacaan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H