Mohon tunggu...
Supriyadi
Supriyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Penjual Kopi

Orangtuaku memberi nama Supriyadi. Boleh kalian panggil aku Pry

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Seni Membuat Hidup Saya Lebih "Happy"

12 Maret 2016   21:41 Diperbarui: 12 Maret 2016   22:26 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Heti juga diminta menjadi pelaksana berbagai perhelatan seni selama setahun 2013, bertajuk Surabaya Creative Performance. Ia membuka SCP itu dengan Can-Think Suroboyo, lalu Sketsastra, Pasar Rajut Suraboyo dan Satus Wong Suroboyo Nulis Cerpen. Selain itu Heti juga dilibatkan menjadi konsultan promosi dan publikasisaat Pemkot menggelar Pameran 10 Museum Jatim di area Museum 10 Nopember dan Tugu Pahlawan. Dari berbagai event seni yang diterjuninya itulah, maka Heti merasa ia tak salah jika saat ini serius mengembangkan seni, khususnya art management.

Menurut Heti, Surabaya seharusnya sudah harus dipandang setara dengan kota seni lainnya seperti Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Potensi seniman di Surabaya juga sangatlah besar. Untuk galeri seni saja, Heti mencatat ada sekitar 12 galeri yang tumbuh di ibukota Jawa Timur itu. Meski ruang-ruang seni yang terbuka untuk publik belum memadai namun peluang untuk memanfaatkan ruang publik lainnya masih terbuka. Di bidang seni rupa, Surabaya juga menyimpan sejumlah nama besar seperti Rudi Isbandi, Tedja Suminar, Amang Rahman alm hingga Lini Natalini. “Kolektor di Surabaya juga banyak banget,  jadi mengembangkan seni di Surabaya peluangnya sangat besar, apalagi belum banyak art management yang serius turun,” ujarnya.

Itu belum terhitung dari pekerja seni lain seperti penari, pemusik, penyanyi, pekerja film, serta pelawak dan para seniman di kesenian tradisional yang tumbuh khas di Surabaya seperti ludruk. Potensi budaya Surabaya juga sangat khas sehingga mudah untuk diangkat sebagai seuatu yang unik dari Kota Pahlawan. “Tinggal kemasannya saja terus dibuat baru. Pemerintah juga harus makin getol memfasilitasi kegiatan seni agar agenda kota terus hidup yang berdampak menghidupkan semangat para pekerja seninya. Ya memang harus dimulai. Kalau memang bukan pemerintah yang selalu melaksanakan, art event organizer (AEO) mestinya bisa menangkap peluang ini,” katanya.

Tanpa mau berbicara tentang persoalan berkesenian di Surabaya yang menghambat perkembangannya, Heti lebih suka untuk melihat berbagai hal positif yang mengundang antusiasme warga Kota Surabaya untukk makin menghargai seni. Jika ingin lebih baik, Heti melihat perlunya makin memperhatikan art management agar semua kebutuhan seniman dan penyelenggaraan event yang dipersembahkan kepada masyarakat bisa ditangani dengan lebih baik. “Simpel saja kalau ada yang fokus mau mengurus apa yang dibutuhkan seniman baik saat proses sampai performance dengan segala manajemennya yang ditata baik, maka seni bisa hadir kepublik dengan lebih baik,” katanya.

Selama ini Heti mempelajari art management hanya dari learning by doing. Beberapa pameran di Surabaya ia kelola di antaranya Pameran Surabaya 479, Pameran Bukan Biasa dan pameran tunggal Hamid Nabhan. Di Semarang, Heti juga sempat diminta menjadi kurator bersama di Semarang Art Gallery tentang Pameran Sketsa Kota Lama. “Saya sebenarnya cumamenawarkan bantuan pada teman-teman seniman di antaranya para pelukis apa yang bisa saya lakukan. Dari situ ya saya tahu bagaimana ribetnya mengatur pameran. Seniman mestinya tak perlu ikut ruwet berpikir tetekbengeknya, biar art managernya saja. Nah, keren kan menyebut diri berprofesi sebagai art manager? Profesi kreatif ini bisa lho diambil para muda yang suka befrgelut di seni,” paparnya.

Kebutuhan akan art manager ini dirasa akan makin besar jika perkembangan seni di Surabaya makin dinamis. Ketika sebuah toko material seni dan kerajinan, Artland-Art and Craft Materials, dibuka untuk pertama kalinya di Surabaya, L-SAM menangkap kehadirannya dengan berperan sebagai AEO. “Ownernya mengaku cukup bingung mencari EO yang kira-kira paham peta seni di Surabaya, sebab dalam grand opening ia memang mau melibatkan seniman Surabaya dan kegiatannya cocok buat seniman. Ya sudah L-SAM saya tawarkan dan klop bekerja sama. Kelak, akan ada banyak spesialis AEO seperti L-SAM yang dicari,” harap Heti, dengan optimistis.

Yang menarik, dalam dua tahun belakangan ini, saking akrabnya dengan para pelukis, Heti ketularan virus melukis. Bahkan ia telah dua kali memamerkan hasil lukisannya dalam pameran lukisan bersama di Hari Kartini 2015 di Hotel Singgasana serta di Galeri Puspo bersama Koperjati pimpinan Muit Arsa. Malah di saat pameran perdananya di Hotel Singgasana yang dibuka oleh Walikota Tri Rismaharini itu, lukisan perdana Heti langsung laku terjual dibeli oleh tamu hotel dari Amsterdam, Belanda. Momen ini sungguh diakui Heti sangat memicu semangatnya untuk terus bergerak mengikuti hati yang selalu dekat dengan seni.

“Tapi tak ada niat saya jadi pelukis lho. Sangat jauhlah itu. Kalau dibilang jurnalis yang bisa melukis, bolehlah,” ujar lulusan John Robert Poeers itu. Mengapa tiba-tiba melukis? Menurut Heti, ia mulanya hanya ingin mempelajari bagaimana proses para pelukis yang kini dimanajerinya atau yang sedang berkerja sama dengannya itu dalam berkarya. Eh, ternyata asyik juga. Melukis juga bisa jadi terapi dan hobi yang membahagiakan. “Bahkan kalau menulis saya sudah semua pakai semua kata-kata maka bahasa dalam melukis itu memberikan saya peluang untuk membahasakan apa yang da dalam pikiran saya,” tegas anggota Ikatan Wanita Pelukis Indonesia (IWPI) Jatim pimpinan Sri Murniati itu, sumringah. (*)

 
 Membawa 50 Kursi untuk Event Chairity di Jakarta

 Ada yang sedang menyibukkan Heti Palestina Yunani sejakOktober 2015 lalu. Oleh Imis Iskandar, warga Singapura yang menggagas Chairity Art and Design Cancer sejak 2015 itu sebagai artist management perhelatan itu di Indonesia. Tugas Heti adalah memilih 50 perupa Indonesia untuk ikut dieventke-4 itu di Jakarta, 4-10 April 2016. “Ini kepercayaan yang baik untuk saya dan Little Sun Art and Media Management, sehingga saya yes saja saat diminta terlibat,” ujar Heti.

Menggali potensi link dan lobi yang sudah ia rintis belasan tahun di dunia seni rupa, Heti pun menyodorkan sejumlah nama perupa ternama Indonesia yang ia ikut sertakan di acara penggalangan dana untuk kanker lewat Yayasan Kanker Indonesia. Para perupa ini diminta Heti untuk berkarya merespon kursi dari Jepara sebagai pengganti kanvas. “Hasilnya unik luar biasa. Ini akan menjadi event seni yang tak boleh dilewatkan tahun ini,” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun