Menuju 9 bulan sejak korona masuk ke Indonesia, vaksin belum juga tersedia. Masyarakat mulai lengah, seolah pandemi Covid-19 sudah tidak ada.
Masyarakat Indonesia menyikapi pandemi Covid-19 seolah penyakit menular ini hanyalah tren tahun 2020. Pada berbagai wilayah di Indonesia, banyak masyarakat yang masih saja mengabaikan pembatasan sosial. Padahal, pembatasan sosial merupakan salah satu tindak pencegahan utama penularan korona.
Sebagai manusia pada umumnya, sungguh saya memahami pergulatan batin yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia --dan dunia---saat ini. Fakta bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan interaksi sosial dengan sesamanya adalah hal tak terbantahkan. Mau tidak mau, kebutuhan sosial tersebut harus dipenuhi.
Namun, tahun 2020 adalah pengecualian. Seluruh dunia sedang diuji untuk mengesampingkan ego pribadinya, dan mengutamakan kepentingan bersama. Pembatasan sosial tentu bukanlah hal mudah, terutama bagi kalangan remaja. Seseorang yang sedang dalam masa remaja jauh lebih membutuhkan interaksi sosial dengan teman sebayanya.
Tidak hanya remaja, kalangan masyarakat lainnya pun butuh kebutuhan sosialnya dipenuhi. Berangkat dari alasan tersebut, barangkali itulah mengapa anjuran pemerintah untuk #diRumahAja seolah tinggal masa lalu. Entah lupa atau hanya tak acuh saja, masyarakat Indonesia kembali menjalankan hidup seperti biasa.
Mall, restoran, ataupun wisata alam, seluruhnya kembali dipenuhi orang. Berbondong-bondong kita diperdaya oleh insting kemanusiaan. Wajah tertutup masker menjadi satu-satunya perbedaan.
Lantas apa yang terjadi jika pembatasan sosial tak diindahkan lagi?
Dilansir dari Kompas.tv, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan kemungkinan yang terjadi jika masyarakat tetap tidak mawas diri.
"Apabila masyarakat dan pemerintah daerah lengah, maka kabupaten/kota di zona oranye dapat berpindah ke zona merah," ujar Wiku.
Hingga pada 12 November 2020, data pada situs covid.go.id menunjukkan terdapat 27 kabupaten/kota di Indonesia yang stastu resiko kenaikan kasusnya tinggi.Â
Melihat data tersebut, saya pribadi merasa cemas. Peta risiko yang masih belum kondusif berarti pembatasan sosial akan tetap berlangsung, entah sampai kapan pun itu. Saya yakin Anda juga tidak menginginkan itu bukan?
Terlebih lagi, hingga pada saat ini 170 kandidat vaksin korona dari seluruh dunia masih dalam tahap pengembangan. Belum ditemukan adanya vaksin yang berhasil mencapai tahap 'disetujui' atau aman untuk penggunaan umum. Karena itu, kita tidak bisa hanya mengharapkan vaksin Covid-19 siap dipasarkan.
Ingat pesan Ibu, jangan lengah dulu!
Dalam rangka melawan Covid-19, hari ini adalah hari yang tepat bagi kita untuk memulai semangat baru. Bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional ke-56, pada tanggal 12 November 2020 ini saya mengajak Anda untuk semakin rajin melakukan 3 langkah dasar pencegahan penyebaran korona. Â
Covid-19 memang tidak hanya menyerang fisik saja, tetapi juga mental manusia. Sementara ini, tahan dulu keinginanmu. Ingat selalu bahwa Anda tidak sendiri dalam menahan rindu---seluruh dunia pun begitu. Jangan jadi rantai penyebaran korona, semoga sehat selalu!
Selamat merayakan Hari Kesehatan Nasional ke-56 bagi Anda di mana pun berada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H