Mohon tunggu...
Prycilia Grace Nicole Suoth
Prycilia Grace Nicole Suoth Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Massa dan Digital

Penulis pemula yang mencoba peruntungannya di dunia digital. Kritik dan saran akan sangat berarti bagi saya. Selamat membaca! | e-mail: pgracens@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Jangan Pasif! Rawat Nasionalisme Para Pahlawan dengan Caramu Sendiri

10 November 2020   22:35 Diperbarui: 10 November 2020   22:54 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak film dimulai hingga selesai, film yang menceritakan road-trip dari Jakarta ke Banyuwangi ini banyak menyelipkan bahasa daerah. Tidak hanya menggunakan bahasa daerah tempat Sam berasal yaitu Rote, namun juga bahasa daerah lain seperti bahasa Jawa.

Sementara itu, Happy cenderung menggunakan bahasa Inggris sepanjang film meskipun lawan bicaranya menggunakan bahasa Indonesia.

Sikap Happy mengingatkan saya pada realitas yang dihadapi oleh Indonesia sekarang. Entah bagaimana, rasanya semakin hari kecintaan masyarakat terhadap bangsa Indonesia semakin berkurang.

Hal ini berkaitan dengan konsep nasionalisme yang oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan sebagai paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.

Berkurangnya nasionalisme masyarakat bisa jadi berkaitan dengan adanya globalisasi serta digitalisasi di seluruh dunia. Dunia barat sebagai 'kiblat' tren dunia pun dijadikan patokan gaya hidup.

Namun, tidak semua masyarakat terpengaruh oleh adanya hal ini. Seperti yang diperlihatkan pada film, Happy menjadi satu-satunya yang kerap menggunakan bahasa Inggris.

Berdasarkan film, saya dapat mengasumsikan perilaku Happy terbentuk karena lingkungan sosialnya di Jakarta pun melakukan hal yang sama. Berbeda dengan Sam yang sekelilingnya penuh dengan nilai budaya Indonesia.

Terdapat sebuah pelajaran berharga mengenai nasionalisme yang saya tangkap dari film Kulari ke Pantai. Pada adegan dimana Happy berbicara bahasa Inggris, Happy mendapat nasihat yang cukup menohok.

Bisa bahasa Inggris itu penting. Tapi kalau sesama kita juga pakai bahasa Inggris, kita bisa-bisa lupa bahasa sendiri.

Poin terakhir yang disampaikan oleh sutradara Riri Reza pada film ini adalah bahwa masyarakat Indonesia harus bersyukur tinggal di Indonesia. Tanah Air kita adalah surga dunia dengan berbagai macam keindahan alam yang ada. Sinematografi yang apik pada film berhasil memvisualisasikan keindahan Indonesia mulai dari Cirebon, Temanggung, Pacitan, Blitar, Bromo, Banyuwangi, dan Rote.

Ada sebuah teori dari James Cateridge yang tengah saya pelajari di perkuliahan melalui buku berjudul Film Studies For Dummies (2015).

The concept of national cinema presumes that films made within a particular country have something to say about the national identity of their characters.

Sebelum saya mengulik film Kulari ke Pantai, sungguh teori tersebut belum saya pahami seutuhnya. Namun kini menjadi jelas bahwa pernyataan Cateridge mengenai setiap film akan memiliki unsur identitas nasional pada tokoh-tokohya, memang benar adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun