Pada era ini kita telah memasuki sebuah tahapan industri 5.0 yang mana dunia digital sudah merambah pada kehidupan di sehari-hari. Mark Zuckerberg mengumumkan pada 29 Oktober 2021 bahwa Facebook akan mengubah namanya menjadi Meta dan juga melakukan investasi yang signifikan dalam pengembangan teknologi Metaverse (Muhammet Damar, 2021). Banyak orang melihat Metaverse sebagai kata baru. Namun konsep Metaverse bukanlah istilah baru. Kata Metaverse pertama kali muncul pada tahun 1992 dalam sebuah fiksi spekulatif berjudul Snow Crash oleh Neal Stephenson (Li & Xiong, 2022). Dalam novel ini, Stephenson mendefinisikan metaverse sebagai lingkungan virtual yang besar. Sebuah dunia metaverse juga pernah diperkenalkan dalam novel dan film Ready Player One. Naya, V. B., López, R.M. & Hernández, I. L. (2012), mendefinisikan metaverse sebagai lingkungan virtual yang juga dikenal dengan istilah MUVE (Multi User Virtual Environments), memiliki format yang berasal dari MMORPG (Massive Multiplayer Online Role-Playing Games) yang memungkinkan semua orang dapat bertemu dengan avatar dalam permainan video 3D dengan menggabungkan realitas virtual, augmented reality (AR), virtual reality (VR) dan internet.
Metaverse ini awalnya di tuangkan pada novel fiksi ilmiah karya neal Stephenson pada tahun 1992 yang berjudul snow crash, dimana diceritakan manusia mempunyai avatar tersendiri, setiap avatar bisa melakukan interaksi satu sama lain dalam sebuah perangkat lunak tiga dimensi Metaverse adalah realitas digital yang menggabungkan aspek media sosial, game online, augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan cryptocurrency untuk memungkinkan pengguna berinteraksi secara virtual.di metaverse kita sebenernya bisa melakukan banyak hal, seperti pada umumnya berkumpul dengan teman teman virtual baik teman baru dikenal ataupun teman lama, berkumpul dengan keluarga jauh, kita bisa melakukan pekerjaan, melakukan belajar secara virtual, bermain, melakukan belanja secara virtual , melakukan eksperimen berkreasi dengan pengalaman pengalaman baru yang dimana polanya aga sedikit berbeda dengan penerapan komputer saat ini, di masa depan manusia tidak akan dibingungkan bekerja harus tepat dating ketempat , sebab manusia bisa berteleportasi menjadi hologram instan dan langsung berada di kantor tanpa perjalanan yang melelahkan, bisa mengikuti konser dengan teman temanya tanpa harus di ribetkan beli tiket di tempat dan lain -lainya. Internet sudah sangat sukses menghubungkan orang- orang di segala dunia satu sama lain serta berperan selaku semacam Bibliotek Alexandria modern buat menaruh banyak sekali pengetahuan. Tetapi itu pula sudah tingkatkan privatisasi ruang publik, serta mengundang iklan ke tiap sudut kehidupan kita, mengikat kita ke segelintir industri raksasa yang lebih kokoh daripada banyak negeri, serta menimbulkan dunia virtual memakan dunia raga lewat kehancuran area. Jadi metaverse itu dunia komunitas virtual tanpa akhir yang saling terhubung. Di mana, orang-orang dapat bekerja, bertemu, bermain dengan menggunakan headset realitas virtual, kacamata augmented reality, aplikasi smartphone dan atau perangkat lainnya. metaverse hadir bukan hanya besutan dari pihak facebook saja akan tetapi dari rival rival yang lainnya seperti microsoft dan lainya ikut andil dalam perkembangan metaverse walaupun sebagian ada yang berdiri sendiri.
Pengembangan Metaverse juga mengatasi kelemahan teknologi virtual dimensional yang berkembang saat ini, yang mana masih memiliki keterbatasan pada sensasi dan pengalaman yang dirasakan. Rendahnya self-perception yang diciptakan oleh teknologi virtual 2D membuat penggunanya tidak mendapatkan pengalaman optimal ketika menjelajahi ruang virtual (Dunn,T.J.; Kennedy, 2019). Meskipun kemudian teknologi virtual 2D tersebut digantikan oleh teknologi 3D yang membuat penggunanya merasakan sensasi lebih real dari segi visual, dikarenakan model yang ditampilkan oleh teknologi 3D tersebut. Teknologi Metaverse ini sebetulnya memiliki perbedaan yang mendasar dengan AR maupun VR. Park, S. M., & Kim, Y. G. (2022), menyatakan terdapat tiga hal yang membedakan Metaverse dengan AR maupun VR, dua teknologi yang muncul sebelum Metaverse. Pertama, jika studi terkait VR difokuskan pada pendekatan fisik dan rendering, maka Metaverse lebih memiliki aspek yang kuat sebagai layanan dengan konten dan makna sosial yang lebih berkelanjutan. Kedua, Metaverse tidak harus menggunakan teknologi AR dan VR. Sehingga, meskipun sebuah platform tidak mendukung VR dan AR, platform tersebut tetap saja bisa menjadi sebuah aplikasi Metaverse. Terakhir, Metaverse memiliki lingkungan terukur yang dapat menampung banyak orang, ini sangat penting untuk memperkuat makna sosial yang ditekankan oleh teknologi ini (Xi et al., 2022).
Pada perkembangan era modern ini, fasilitas dari realitas virtual dapat ditanamkan pada sebuah web, hal ini memiliki dampak positif dalam pengembangan manfaat web sebagai wadah informasi yang dapat diakses dengan mudah di seluruh dunia. AFrame merupakan framework untuk membangun sebuah realitas virtual berbasis web yang didukung dengan WebVR. WebVR merupakan eksperimental Javascript API yang memungkinkan device realitas virtual seperti Oculus Rift, Google Cardboard, dan VR headset lain mengakses konten realitas virtual melalui browser. WebVR sendiri masih dalam proses dikembangkan oleh Firefox, Chrome, Opera, dan Microsoft Edge.
Pada era metaverse banyak pemuda yang kehilangan karakter jati dirinya sebagai bangsa Indonesia yang menganut nilai-nilai norma yang ada dalam ideologi bangsa, yaitu Pancasila. Budaya asing yang masuk baik secara langsung ataupun media lama kelamaan akan membuat karakter generasi muda lebih jauh dari yang seharusnya. Dalam hal ini pemerintah harus ikut andil dalam menyiapkan generasi penerus bangsa yang akan menjadi kekuatan Negara dan sebagai pemimpin dimasa mendatang melalui perencanaan pendidikan. Pendidikan tersebut harus berporos pada Pancasila sebagai jati diri bangsa. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, secara langsung telah mempengaruhi dimensi kehidupan manusia. Era metaverse seperti saat ini mengantarkan manusia kepada zaman dimana semua informasi dapat diperoleh dengan sangat mudah. Tidak ada lagi batasan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Semua bisa diakses hanya dengan menggunakan gadgetY. Pada era metaverse memberikan berbagai kemudahan dalam kehidupan manusia, dimana manusia bisa beraktifitas dengan lebih mudah, ekonomis dan cepat. Informasi mengenai keadaan di belahan dunia lain bukanlah hal yang sulit untuk ditemukan. Dengan sekali “klik” semua informasi bisa diakses. Disisi lain, harus disadari dampak negatif dari perkembangan IPTEK dan era metaverse tersebut. Dampak yang didapatkan cukup besar terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Berbagai macam fenomena sosial muncul ke permukaan sebagai produk hasil dari adanya kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak berbagai informasi yang justru menggiring pola pikir, pola berbicara, dan tingkah laku menuju pada tindakan yang tidak sesuai dengan adat dan budaya yang ada di Indonesia.
Sumber :
Dunn, T. J., & Kennedy, M. (2019). Technology enhanced learning in higher education; motivations, engagement and academic achievement. Computers & Education, 137, 104-113.
Li, Y., & Xiong, D. (2022). The Metaverse Phenomenon In The Teaching Of Digital Media Art Major. 643(Adii 2021), 348–353.
Muhammet Damar. (2021). Metaverse Shape Of Your Life For Future: A Bibliometric Snapshot. Journal Of Metaverse, 1(1), 1–8.
Park, S. M., & Kim, Y. G. (2022). A Metaverse: taxonomy, components, applications, and open challenges. IEEE Access.
Xi, N., Chen, J., Gama, F., Riar, M., & Hamari, J. (2022). The Challenges Of Entering The Metaverse: An Experiment On The Effect Of Extended Reality On Workload. Information Systems Frontiers.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H