Pendidikan inklusif hadir sebagai suatu upaya untuk memberikan pendidikan secara merata kapada semua warganegara tanpa pengecualian. Pendidikan inklusif berarti menempatkan siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa yang tidak berkebutuhan khusus di dalam satu kelas yang sama dan diberikan bimbingan yang sesuai dengan gaya belajar, potensi, dan kebutuhan mereka masing-masing.
Menurut skjorten, pendidikan inklusif adalah konsep pendidikan yang merangkul semua anak tanpa terkecuali. Inklusif berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap anak, bukan hanya anak-anak yang diberi label berkebutuhan khusus, melainkan juga anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga mampu merespon keragaman siswa. (Imam Yuwono: indikator pendidikan inklusif)
Secara teoritis, pendidikan inklusif adalah proses pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas reguler, tanpa memandang perbedaan ras, suku, atau karakteristik perbedaan lainnya.
Dan adapah landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila  dan atas dasar semboyan bangsa Indonesia, yakni Bhineka Tunggal Ika ( Toto Bintoro, 2004), sebagai wujud pengakuan terhadap kebhinekaan atau perbedaan yang dimiliki manusia, baik kebhinekaan vertical maupun horizontal.
Kebhinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, status sosial, dan keadaan ekonomi atau finansial. Sedangkan kebhinekaan horizontal ditandai dengan perbedaan ras, suku, agama, budaya dan daerah. (Abdul Rahim : Pendidikan Inklusif sebagai Strategi Pendidikan untuk semua)
Mengapa pendidikan inklusif sangat perlu diterapkan di sekolah reguler atau sekolah umum? Mengingat banyaknya orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus menginginkan anak-anak mereka  bisa sekolah di sekolah umum.
Dengan harapan, agar anak-anak mereka terlatih untuk bisa hidup berdampingan dan bisa berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di tengah-tengah keragaman.
Selain itu, sekolah umum atau reguler juga lebih mudah dijangkau oleh semua kalangan, karena hampir di setiap daerah dan kecamatan bahkan desa terdapat sekolah umum atau reguler dan sebagian besar sekolah-sekolah umum negeri khususnya SD dan SMP tidak menerapkan pembayaran spp.
Melalui penerapan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah reguler, anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus juga akan terlatih untuk menghargai, toleransi, dan berempati terhadap teman-temannya yang berkebutuhan khusus.
Sebagaimana tujuan dari pendidikan inklusif, yaitu untuk membangun pendidikan yang berkualitas, menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, intelektual, bahasa, dan kondisi lainnya, serta menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana sosial kelas yang bersih dari tindakan diskriminasi.
Setelah ditelusuri, tujuan Pendidikan inklusif sejalan dengan cita-cita negara Indonensia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Selain itu,  Pendidikan inklusif juga  merupakan suatu upaya untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 "setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu, baik yang mengalami kelainan fisik, mental, emosional, bakat istimewa, dan status sosial."
Seperti yang kita ketahui, bahwasanya setiap anak terlahir dengan potensi mereka masing-masing, terlepas anak tersebut berkebutuhan khusus atau tidak. Dan apabila potensi tersebut diarahkan dengan maksimal, maka akan menorehkan suatu hal yang membanggakan. Namun, apabila potensi tersebut dibiarkan saja, maka akan mengendap sia-sia.
Seringkali kita mendengar berbagai prestasi yang berhasil ditorehkan oleh anak-anak berkebutuhan khusus yang semakin meyakinkan bahwa kemampuan anak-anak berkebutuhan khusus tidak tertinggal jauh dari kemampuan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus, apabila potensi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut mendapat bimbingan yang tepat, maka mereka bisa menyamai anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus.
Oleh karena itu, pendidikan inklusif sangat dibutuhkan sebagai sarana yang dapat mewadahi setiap anak untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.
Namun, di Indonesia pendidikan inklusif belum sepenuhnya bisa terlaksana dengan maksimal karena disebabkan oleh beberapa hal. Berdasarkan pengkajian study kelayakan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang didasari oleh hasil observasi yang dilaksanakan di empat SD (Sekolah Dasar), yaitu SD Banua Hanyar 8, SD Banuar Hanyar 4, SD Ganang 2, dan SD Kuin Selatan Banjarmasin, dengan menggunakan metode SWOT, memaparkan mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah-sekolah yang disebutkan di atas.
Dan dari hasil kajian tersebut, kita bisa ketahui bahwa sekolah-sekolah tersebut rata-rata memiliki kelemahan yang sama, yaitu kurangnya tenaga pendidik yang memiliki latar belakang pendidikan sekolah luar biasa atau ahli di bidangnya, kurangnya pelatihan yang diberikan kepada guru-guru mengenai cara menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus, sarana yang masih kurang memadai, dan kurangnya koordinasi antar pihak-pihak yang memiliki peran penting dalam mewujudkan pendidikan insklusif, yakni psikolog, pemerintah, pihak sekolah, dan orangtua siswa. (Imam Yuwono : Indikator Pendidikan Inklusif)
Adapun beberapa hal  yang harus dipenuhi oleh sekolah-sekolah  yang hendak akan menerapkan program pendidikan inklusif, yaitu :
1. Tenaga pendidik yang berkompetensi dalam menangani siswa yang berkebutuhan khusus memiliki peran yang sangat penting, karena mereka bisa lebih memahami cara penanganan yang tepat untuk anak-anak berkebutuhan sesuai dengan kondisi mereka masing-masing. Â Â Â
Hasil wawancara penulis dengan pihak sekolah yang telah menerapkan program pendidikan inklusif ( Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kartasura), beliau menuturkan " setiap kelas yang di dalamnya terdapat anak berkebutuhan khusus, selain memiliki wali kelas, juga memiliki guru oendamping. Dan satu anak berkebutuhan khusus memiliki satu guru pendamping khusus."
Menurut penulis, untuk menunjang perkembangan potensi peserta didik, baiknya apabila pihak sekolah mengelompokkan siswa yang memiliki potensi yang sama, kemudian dibimbing oleh guru-guru yang berkompetensi dibidangnya masing-masing. Kemudian, 30 menit sebelum pelajaran di kelas dimulai, masing-masing guru pembimbing memberi bimbingan kepada siswa secara rutin.
Dan akan lebih baik lagi, apabila guru juga lebih mengenal latar belakang keluarga setiap siswa, agar kedekatan dan pemahaman guru terhadap siswa terjalin dengan baik.
2. Sinergi antara pemerintah, pihak sekolah, psikolog, dan orangtua siswa. Pemerintah berperan untuk memfasilitasi sekolah-sekolah yang hendak menerapkan program pendidikan inklusif, dan sekolah berperan untuk mengalokasikan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah, melakukan sosialisasi kepada msyarakat, serta psikolog dibutuhkan untuk melakukan assesment untuk mengetahui gaya belajar yang tepat untuk diterapkan kepada setiap siswa sehingga pihak sekolah bisa memberikan bimbingan yang tepat kepada siswa.
Dan adapun orangtua berperan untuk mengomunikasikan perkembangan ataupun permasalahan yang dialami oleh siswa atau anak  kepada pihak sekolah.
3. Kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Prinsip dari pendidikan inklusif, yakni menciptakan sekolah yang ramah terhadap kebutuhan siswa. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif ( Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Program Khusus), beliau menuturkan " Kurikulum yang diterapkan pada sekolah inklusi kami, ketika anak mampu mengikuti akademik, anak memakai kurikulum sekolah dan apabila anak tidak mampu mengikuti akademik maka kurikulum akan disesuaikan dengan kemampuan anak."
4. Â Fasilitas yang memadai, seperti buku-buku yang berkaitan dengan Anak berkebutuhan khusus, ruangan yang khusus untuk pembinaan siswa dalam mengambangkan potensi yang mereka miliki, dan pelatihan untuk para guru mengenai anak berkebutuhan khusus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H