Mohon tunggu...
prrsrlouisa kalang
prrsrlouisa kalang Mohon Tunggu... Lainnya - Guru di SDK Ignatius Slamet Riyadi 2

Penikmat dan pecinta karya seni, sastra dan musik

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kebaikkannya Sungguh Nyata

28 Maret 2024   14:28 Diperbarui: 28 Maret 2024   14:42 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini merupakan hari yang luar biasa dan istimewa. Dengan keberanian saya membulatkan tekat untuk mengikuti perayaan Ekaristi Karisma di Katedral Jakarta. Saya berangkat dari rumah jam 06.00 am tepat dengan harapan bahwa saya akan tiba di Katedral sebelum jam 08.00 di mana perayaan Ekaristi akan dimulai. 

Halte demi halte saya lalui dengan kecemasan yang terbungkus dalam senyuman. Sesekali saya melirik jam tangan memastikan kalau saya tidak terlambat. Seiring berjalannya waktu ada beberapa titik terjadi kemacetan yang mengguncangkan harapan saya. Saya berusaha untuk memenangkan diri dan dalam keheningan saya mendaraskan doa Rosario dengan intensi agar saya tidak terlambat. Sesampainya saya di halte Juanda, halte tujuan saya, betapa kagetnya saya ternyata sudah jam 08.00.

"Waduh saya terlambat... Saya berbisik pelan sambil melambung langkah-langkah panjang di atas trotoar. Sesampainya di depan Katedral suasana begitu ramai, akan tetapi saya masih di seberang jalan, dalam hati kecil saya bertanya " bagaimana mungkin saya nyebrang, sedang begitu banyak kendaraan? Dengan tekat dan keberanian saya menerobos kerumunan kendaraan di jalan Safari, entah apa yang terjadi saya hanya bertekad untuk menyebrangi jalan menuju Gereja Katedral. 

Setelah ketakutan yang dilawan dengan keberanian saya berhasil sampai di Gerbang Gereja Katedral Jakarta. Sudah banyak orang yang berkumpul di depan Gereja. Mama saya, Mama Ning yang sejak jam 07.00 sudah tiba di Gereja telah menyisihkan satu kursi kosong untuk saya. Ketika saya berusaha untuk mencarinya di antara kerumunan umat Allah, ada seorang ibu yang berada d samping saya menyuruh saya masuk ke dalam Gereja melalui pintu samping katanya " Suter masuk saja di dalam gereja karena masih banyak tempat yang kosong.

 Tanpa memikirkan Mama Ning yang telah menyiapkan kursi untuk saya, saya langsung berlari kecil menuju ke samping gereja dan membuka pintu "puji Tuhan" saya membatin "ternyata masih banyak kursi kosong " akhirnya saya langsung mencari tempat untuk duduk. Dengan perasaan lega juga bahagia saya mulai mengikuti perayaan Ekaristi yang ternyata baru dimulai dengan perarakan para imam memasuki gereja. Sejenak saya tersenyum bahagia. 

Perayaan Ekaristi berjalan lancar dengan selebaran utama Uskup Keuskupan Agung Jakarta Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo. Dalam kotbahnya Kardinal Indonesia ini menekankan pada satu kalimat pendek yang di ambil dari inspirasi Injil Lukas yaitu " Pada hari ini " dengan kata Ini, Mgr. Ignatius memberikan sebuah penekan akan pentingnya hari ini,artinya dalam kehidupan kita tentunya ada hari kemarin ada juga hari esok namun hari ini menjadi lebih bermakna ketika kita betul-betul menghidupkan kehidupan ini pada hari ini, semoga hari ini menjadi berkat bagi sesama yang kita jumpai dalam kehidupan. 

Setelah perayaan Ekaristi usai saya mencari Mama Ning dan sebentar kami berkunjung ke Gua Maria. Setelah itu memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang kami harus berpisah di halte busway Cawang karena Mama harus ke Bekasi sedangkan saya harus pulang ke Komunitas. 

Dalam perjalanan pulang hujan begitu lebat, timbul kecemasan baru karena saya tidak membawa payung. Setelah turun dari busway saya membatin lagi" Tuhan semoga ada bantuan apa saja yang saya dapat sehingga saya tidak basah. Setelah 2 menit menunggu kendaraan tiba-tiba ada seorang ibu muda yang datang dan menawarkan supaya kami sama-sama menggunakan payungnya. Wah... Luar biasa karya Tuhan. 

Sambil menunggu kendaraan yang sama karena tujuan kami yang sama pula kami berbagi banyak kisah tentang kehidupan. Kendaraan pun datang dan kami tumpangi. Dalam perjalanan tanpa merasa segan ibu itu terus berkisah tentang anak-anaknya hingga sampailah saya di tempat untuk turun, karena masih hujan ibu itu dengan tulus menyodorkan payungnya untuk saya pakai ke Komunitas ketika saya menolaknya dengan sopan dia berkata bahwa dia tidak apa-apa karena halte yang akan ia tujuh dekat dengan rumahnya. 

Betapa saya tertegun dengan kebesaran Allah sungguh baik. Saya pun berterima kasih kepada ibu itu dan juga sopir. Saya meninggalkan halte dan berjalan menerobos hujan dengan menggunakan payung pemberian Ibu Linda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun