Mohon tunggu...
Djohan Chaniago
Djohan Chaniago Mohon Tunggu... -

Pemerhati Lingkungan dan Cinta keadilan, mengutuk segala perbuatan Penindasan yang merugikan rakyat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Lebih Dari Rp 6 Miliar Dana Menguap

16 September 2014   06:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:34 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jambi,(Kompasiana).Dugaan penyimpangan keuangan, hingga mencapai Rp. 6.755.740.983,- dite mukan,di Pondok Pesantren Karya Pembangunan (PPKP) Al-Hidayah (AH) Pal X Jambi belum tersentuh hukum. Diduga ada melibatkan oknum Pemda Provinsi Jambi yang bermain dibalik layar itu. Masyarakat berharap, agar KPK dapat turun tangan,untuk menyingkap kasus ini.

Penyimpangan, pengelolaan dana keuangan PPKP Al Hidayah itu terungkap, setelah BPK RI Perwakilan Jambi, melakukan pemeriksaan, terhadap kepatuhan Pemerintah Provinsi Jambi, tentang peraturan, dalam pengelolaan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD) 2013, ternyata PPKP Al Hidayah tidak menyetorkan berbagai aktifitas dan pungutan biaya dari 546 orang santri ke kas daerah. Melainkan dipergunakan secara langsung oleh PPKP Al Hidayah. Pungutan yang dilakukan PPKP Al Hidayah ini dinilai illegal.

Laterbelakang penyebabnya, belum bias dikatakan pengelolah yang mengurus Pompes PPKP Al Hidayah bersalah. Persoalannya, Pemprov Jambi melalui Biro Kesramas ,dalam setiap tahun nya memberikan anggaran bagi biaya operasional ponpes PPKP Al Hidayah, sejak dibangun oleh Pemprov Jambi, pada tahun 1983 yang direalisasikan dalam bentuk honorarium pengurus, pem bayaran listrik, telepon, air, BBM dan perjalanan dinas. Ironisnya, Masalah PPKP Al Hidayah ini bermasalah, pada tahun 2013. Sedangkan 20 tahun sebelum nya (Sejak 1983) tidak terjadi per soalan apapun. Dengan demikian, apabila diperhatikan secara logikanya. Berarti, Manajemen di Pompes PPKP Al Hidayah itu memahami states dan fungsinya. Lalu kenapa ada tudingan miring yang mengatakan pelaksana yang mengelolah, melakukan pungutan tersendiri, terhadap para santri yang dikenakan wajib bayar Rp. 150 ribu per orang santri, saat melakukan daftar ulang, serta PPKP Al Hidayah membayar biaya listrik Pompes secara langsung ke PLN.

Terkait persoalan yang dinilai ada ketimpangan itu. Sejumlah pengamat Ekonomi dan politik Jambi berharap, agar KPK, ataupun Kejaksaan tinggi Jambi dapat mengusut dan memeriksa, ataumemanggil pihak-pihak terkait, diantaranya Karo Kesramas Provinsi Jambi, Kadispenda Provinsi Jambi, dan Direktur PPKP Al Hidayah. Mengingat institusi pendidikan di Jambi, dewasa ini terkesan jadi ajang sebagai ladang korupsi. " Pendidikan harusnya mencerdaskan bangsa. Bukan untuk dijadikan ladang korupsi. Lebih lagi, ponpes itu dibangun Pemprov dengan misi untuk mempersiapkan kader-kader pembangunan di daerah Jambi yang berilmu, beramal, bertakwa dan ber akhlaq, serta terampil." Ungkap H.Nasroel Yasier.

Pondok Pesantren PPKP Al-Hidayah Jambi terletak diatas tanah milik Pemerintah Provinsi Jam bi seluas 16,5 ha yang dibangun untuk fasilitas pendidikan dan lahan pertanian untuk praktek santri yang berlokasi di Jl. Marsda Surya Dharma KM.10 Kenali Asam Bawah Kota Jambi. Lapo ran Hasil Pemeriksan (LHP) yang terkait dalam kasus PPKP Al Hidayah diserahkan Badan peme riksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jambi, pada Jumat pagi, (23/5-2014.) LHP BPK itu diteri ma oleh Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daer ah (DPRD) Provinsi Jambi Effendi Hatta di Kantor BPK RI Perwakilan Jambi, Kota Baru, Jambi. Namun hing gakini, September 2014 (Sudah empat bulan) lamanya, belum tersentuh hukum.

Wagub Pemprov Jambi Fachrori Umar mengakui, Provinsi Jambi dua kali memperoleh opini WTP. Terkait, masih ada 20 temuan dan 2 catatan rekomendasi terhadap hasil peme riksaan yang dilakukan BPK. Dua catatan itu yakni penggunaan anggaran secara langsung oleh pengurus Pond ok Pesantren Al Hidayah di Paal X senilai lebih dari Rp 6 miliar, dan juga penyaluran dana Kupem yang macet senilai Rp 12 miliar. Sementara itu Kepala Inspektorat Provinsi Jambi Ridh am Priskap mengungkapkan untuk penggunaan anggaran di Ponpes Al Hidayah yang statusnya milik Pemprov Jambi, semestinya anggaran tersebut disetorkan dulu ke kas daerah dan masuk menjadi APBD sebelum disalurkan dan digunakan untuk operasional Ponpes.

Sumber anggaran itu menurutnya dari berbagai seumber, yakni uang penerimaan dari maha siswa, uang operasional ponpes dan dari catering. Masalah penggunaan anggaran Ponpes ini statusnya milik Pemprov, tetapi oleh pengurus uang digunakan secara langsung. Namun pada pelaksanaannya, anggaran tersebut langsung digunakan, sebelum disetorkan ke kas daerah. "Mustinya, ponpes itu milik pemerintah, uangnya harus masuk dulu ke kas daerah," kata Rid ham. Namun demikian lanjut Ridham, system manajemennya akan segra kita perbaiki.

Masalah dana Kupem itu disalurkan untuk kolam ikan, ternyata kolamnya mengalami keban jiran. Menurut Ridham, masalah ini bisa dibuatkan berita acaranya yang tergolongdalam force majeure (bencana), karena, memang ada Pergubnya, untuk dilakukan pengha pusan kreditnya. Tetapi dalam masalah ini dikatakan Kupem yang macet. Menurut Ridham, masalah ini sudah dua tahun, dan menjadi catatan serta rekomendasi BPK yang harus disele saikan, karena akan menganggu neraca keuangan daerah. (Djon) Jambi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun