"Mari Kita Hancurkan Nama UI, ITB, dan UGM" yah mungkin itulah yang ada di pikiran para pembuat berita sekarang (?). Coba kita lihat kasus terkini, kasus Ignatius yang mengajukan legalisasi bunuh diri karena stress. Tapi apa yang diberitakan? Seorang alumni paska sarjana UI mengajukan legalisasi bunuh diri karena stress. Kok bisanya asal kampusnya ikut dibawa-bawa, Apa Urgensinya ?  Bahkan ditonjolkan! Kasus bunuh diri banyak Mas, tapi apakah dibawa nama asal kampusnya? Begitu pula kriminal lain. Saya yakin kalau ada anak UI/ITB/UGM yang merkosa orang pasti ramai diberitakan asal kampusnya.
Setiap alumni universitas bebas mau ngapain. mau bunuh diri atau mau ke mars tapi itu sudah tindakan individu dia. univesitas lepas tanggung jawab dari tindakan dia. sehingga tidak etis lagi kalau nama kampus dia dibawa-bawa.
Selanjutnya yang jadi korban adalah UGM kampusnya Jokowi. Seorang caleg Gerindra menyebut Prabowo sebagai titisan Tuhan. Tapi, media ramai membawa tempat dia kuliah meski masih Calon.  lihat saja judulnya "Perempuan Penyebut Prabowo Titisan Allah Caleg Gerindra Calon Doktor UGM". Banyak Caleg Gila! Banyak badut Senayan yang GILA, RAMPOK, dan MESUM. Tapi apakah mereka disebut nama asal kampusnya? Sebagai contoh Video porno anggota dewan dari kalimantan. Pernahkah media menyebut asal kampusnya? Adakah berita "Anggota DPR dari Kalimantan pembuat Video Porno berasal dari PTS x"? TIDAK bukan?
Jikalau nama asal kampusnya itu dihapuskan bukankah itu tidak mengurangi isi berita ? bahkan kadang gak ada kaitannya. Â lalu apa urgensinya ?
Bukan kali ini saja saya melihat kelakuan miring para pembuat berita. Tahun 2013 lalu saya juga menerima laporan dari teman tentang pemberitaan yang tidak benar kasus anak MIPA UI. Masih ingat kan beritanya anak MIPA UI diberitakan mengerjai Tim gegana untuk surprise ulang tahun? INI KURANG AJAR! Berita ngawur macam apa ini? Padahal tidak ada satu pun yang sedang ulang tahun. Ada klarifikasi? Yah! Tapi namanya pasti sudah jelek terlebih dahulu. Setelah itu Faldo Maldini yang mendemo PT KAI menjadi korban pemberitaan media.
Beberapa tahun sebelumnya, saat pansus Century dimulai, media sebenarnya telah menunjukkan sisi wajah buruknya di mana media telah menjadi alat politik pemilik untuk memfitnah orang baik dan jujur. Sebetulnya sejak kecil saya sudah tidak lagi percaya 100% apa yang diberitakan oleh media. Saya dan keluarga saya pernah jadi korbannya. Tahun 1998 lalu, bank tempat ayah saya bekerja diperas oleh wartawan. Sang wartawan mengancam kalau tidak diberikan uang maka dia akan memberitakan hal-hal buruk pada bank tersebut. Padahal kita tahu tahun kondisi 1998 adalah kondisi yang sangat sensitif bagi bank terhadap berita miring.
Dan apa yang terjadi? BOOOMMMM! Tiba-tiba bank tempat ayah saya bekerja diberitakan hal-hal yang tidak benar. Padahal Bank itu merupakan bank sehat dengan status bank swasta terbesar. Apa yang terjadi selanjutnya? Akhirnya bank tersebut di-rush habis-habisan oleh masyarakat hingga krisis likuiditas dan akhirnya bangkrut! Keluarga saya pun mengalami masa-masa sulit saat itu. Tapi dari situ saya mengerti seperti apa media itu bekerja.
Terima kasih. AWASI TERUS!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H