Mohon tunggu...
Lury Sofyan
Lury Sofyan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Behavioral Economist

find me: https://www.linkedin.com/in/lurysofyan/

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Yuk Ambil Alih Atensi Kita!

18 Agustus 2023   06:34 Diperbarui: 18 Agustus 2023   06:56 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi untuk membantu manusia

Temuan-temuan teknologi memungkinkan manusia untuk meng-outsource proses yang sebelumnya tidak bisa dilakukan dengan efisien oleh manusia. Teknologi meng-upgrade kemampuan manusia. Salah satu penemuan teknologi tertua api, roda dan tulisan membantu manusia untuk hidup lebih baik.

Sebagai contoh ditemukannya api membantu manusia untuk mempercepat pemrosesan makanan (digestive system) karena makanan matang lebih mudah untuk dicerna dan lebih higienis (dan lebih enak?) dibanding makanan mentah. Dengan ditemukannya roda, manusia bisa mengatasi keterbatasan mobilitas. Tulisan juga menjadi sistem outsource manusia untuk mengatasi memori yang terbatas sehingga memungkinkan manusia untuk menyimpan dan menyebarkan ide-ide dan gagasan untuk generasinya bahkan lintas generasi. Sampai dengan sekarang, disrupsi teknologi selalu diniatkan untuk membantu manusia menjadi lebih hebat.

Kali ini berbeda, yang di-hack adalah atensi

Sama seperti penemuan teknologi-teknologi sebelumnya, teknologi selalu memiliki sisi negatif. Api yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kebakaran hutan. Penemuan roda mengilhami penemuan alat transportasi yang haus bahan bakar dapat mengakibatkan polusi yang membahayakan lingkungan dan kesehatan. Penemuan digital (dan internet of things, social media, AI, dll) juga memiliki dampak negatif.

Yang membedakan adalah kali ini dampak negatifnya langsung berkaitan dengan aspek terdalam psikologis manusia dan dapat mudah menular dalam waktu cepat dengan skala yang besar. Disrupsi teknologi kali ini dapat meng-hack atensi (attention) manusia secara masif --- sesuatu yang belum tersentuh oleh disrupsi teknologi sebelumnya.

Media sosial dalam gawai seperti Voldemort yang masuk ke dalam tubuh Thanos, sangat sulit dikalahkan walau Harry Poter bergabung dalam Marvel sekalipun. Terutama karena teknologi gadget sekarang dapat mengkombinasikan sesuatu yang kita perlukan (need) dan sesuatu yang kita inginkan (want) dalam satu tempat. Sulit untuk menolaknya! tugas, pekerjaan, komunikasi, jadwal dan banyak kebutuhan lain dapat difasilitasi oleh gadget. Disisi lain, pada alat yang sama, berbagai distraksi media sosial dan sejenisnya juga setia menunggu sebatas geseran dan jamahan jempol kita.

Tidak mengagetkan, tata-rata orang Indonesia menghabiskan waktunya dengan gawai 5,7 Jam sehari (screentime) --- tertinggi di dunia [2]. Mayoritas Gen-Z mengakses Media Sosial lebih dari 3 jam satu hari [3]. Saya melihat hal ini terjadi karena media sosial lebih tumbuh subur di budaya komunal seperti Indonesia yang suka ngumpul, ngerumpi, dan (lebih) peduli dengan orang lain.

Selain atensi kita yang di-hack, gawai dan aplikasi yang kita sering gunakan dapat mengenali kita lebih baik dari kita sendiri. Dengan data jutaan pengguna (big data), perusahaan-perusahaan itu dapat memprediksi dengan sangat akurat perilaku kita kedepan.

Menjadi problematik ketika kekuasaan tersebut jatuh pada institusi yang tunduk pada keuntungan finansial semata. Dengan big data yang mereka peroleh, dan model eksperimen A/B testing, mereka bisa menguji membawa perilaku manusia kearah yang mereka inginkan. Hal ini menjadi baik ketika tujuannya untuk mengambil keputusan yang baik. Tetapi sangat mengerikan ketika perilaku manusia dimanipulasi untuk kepentingan segelintir orang saja (teknik manipulatif --- sludge dan darkpattern, akan saya bahas khusus)

Atensi adalah sumber daya yang langka

Kehilangan atensi sangat berbahaya karena atensi adalah suatu sumberdaya psikologis yang sangat mahal. Atensi membantu seseorang untuk fokus pada sesuatu yang penting untuk dirinya. Kehilangan fokus berarti kehilangan kemampuan untuk mendedikasikan potensi diri kita (pikiran, tenaga, waktu) pada suatu hal yang penting.

Kita harus menyediakan energi yang banyak untuk menghadirkan atensi. Dalam bahasa Inggris digunakan frasa "pay attention" menggambarkan betapa langka dan sulitnya untuk fokus sehingga kita sendiri sebagai pemilik harus "membayar" untuk berfokus.

Didapati bahwa dampak media sosial dan gawai pada attention span sangat besar. Attention span menurun 25% menjadi 8,25 detik dibanding tahun 2.000 [1].

Atensi membantu seseorang untuk belajar lebih baik di dunia pendidikan, beradaptasi dan berkinerja baik di dunia pekerjaan, berinteraksi dengan kualitas lebih baik dengan anak, istri, keluarga, dan teman-teman. Pada kasus tertentu, kehilangan atensi dapat mengarah ke attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan Depresi. Ketika atensi manusia terganggu, kita tidak bisa menjadi versi optimal dari diri kita.

Memelihara atensi

Rayuan gawai dan media sosial terlalu kuat untuk ditolak, kita tidak dapat menang melawannya. Banyak tools dibangun dalam gadget sendiri untuk mengingatkan penggunaan gadget tapi belum tentu efektif [4]

Kesadaran untuk memelihara atensi sudah menjadi tren. Mindfulness misalnya juga banyak menekankan penggunaan atensi secara maksimal pada hal yang penting menghindari multitasking dan fokus ke masa sekarang. Dalam praktik beragama pun seperti dalan Islam fokus atau khusyu, dalam Budha konsentrasi, dijadikan komponen penting dalam beribadah untuk menghadirkan atensi kita dan membangun hubungan mesra dengan Sang Pencipta.

Bagi anak-anak, tidak ada resep lain untuk memeranginya yaitu jangan berikan akses terhadap gawai sampai pada usia tertentu.

Resep praktis untuk orang dewasa antara lain puasa gawai dan puasa sosmed. Pada waktu-waktu tertentu saat kita membutuhkan atensi penuh, letakan gawai pada tempat yang tidak terlihat, dan matikan notifikasinya. Menjelang waktu istirahat pun demikian. Lakukan komitmen bersama-sama anggota keluarga lain. Bila perlu buat kotak khusus untuk "memenjarakan gawai" ketika kita memasuki rumah atau kamar.

Yuk kita ambil kendali atensi kita!

Selected references:

[1] https://www.thetreetop.com/statistics/average-human-attention-span. Untuk diskusi lebih dalam: https://journals.physiology.org/doi/pdf/10.1152/advan.00109.2016

[2] https://tekno.tempo.co/read/1682287/orang-indonesia-peringkat-pertama-durasi-screen-time-ponsel-di-dunia-kategori-kecanduan-tingkat-tinggi

[3] https://idntimes.typeform.com/to/F70Mjh7B

[4] Loid, K., Tht, K., & Rozgonjuk, D. (2020). Do pop-up notifications regarding smartphone use decrease screen time, phone checking behavior, and self-reported problematic smartphone use? Evidence from a two-month experimental study. Computers in Human Behavior, 102, 22--30. NUDGE-BASED INTERVENTION 27 https://doi.org/10.1016/j.chb.2019.08.007

Catatan:

  • Poin diskusi ini disampaikan pada acara bincang santai yang diadakan oleh Kawan-Kawan Sumbu Kebangsaan bersinergi dengan Nurcholis Madjid Society, Gusdurian, dan Maarif Institute --- tiga institusi yang mewakili tiga tokoh besar Islam di Indonesin --- Sabtu, 18 Februari 2022, Sarinah Jakarta https://www.youtube.com/watch?v=aVJo-H_5OTY
  • Artikel ini juga terbit di https://medium.com/@lury.sofyan

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun