Teknologi untuk membantu manusia
Temuan-temuan teknologi memungkinkan manusia untuk meng-outsource proses yang sebelumnya tidak bisa dilakukan dengan efisien oleh manusia. Teknologi meng-upgrade kemampuan manusia. Salah satu penemuan teknologi tertua api, roda dan tulisan membantu manusia untuk hidup lebih baik.
Sebagai contoh ditemukannya api membantu manusia untuk mempercepat pemrosesan makanan (digestive system) karena makanan matang lebih mudah untuk dicerna dan lebih higienis (dan lebih enak?) dibanding makanan mentah. Dengan ditemukannya roda, manusia bisa mengatasi keterbatasan mobilitas. Tulisan juga menjadi sistem outsource manusia untuk mengatasi memori yang terbatas sehingga memungkinkan manusia untuk menyimpan dan menyebarkan ide-ide dan gagasan untuk generasinya bahkan lintas generasi. Sampai dengan sekarang, disrupsi teknologi selalu diniatkan untuk membantu manusia menjadi lebih hebat.
Kali ini berbeda, yang di-hack adalah atensi
Sama seperti penemuan teknologi-teknologi sebelumnya, teknologi selalu memiliki sisi negatif. Api yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kebakaran hutan. Penemuan roda mengilhami penemuan alat transportasi yang haus bahan bakar dapat mengakibatkan polusi yang membahayakan lingkungan dan kesehatan. Penemuan digital (dan internet of things, social media, AI, dll) juga memiliki dampak negatif.
Yang membedakan adalah kali ini dampak negatifnya langsung berkaitan dengan aspek terdalam psikologis manusia dan dapat mudah menular dalam waktu cepat dengan skala yang besar. Disrupsi teknologi kali ini dapat meng-hack atensi (attention) manusia secara masif --- sesuatu yang belum tersentuh oleh disrupsi teknologi sebelumnya.
Media sosial dalam gawai seperti Voldemort yang masuk ke dalam tubuh Thanos, sangat sulit dikalahkan walau Harry Poter bergabung dalam Marvel sekalipun. Terutama karena teknologi gadget sekarang dapat mengkombinasikan sesuatu yang kita perlukan (need) dan sesuatu yang kita inginkan (want) dalam satu tempat. Sulit untuk menolaknya! tugas, pekerjaan, komunikasi, jadwal dan banyak kebutuhan lain dapat difasilitasi oleh gadget. Disisi lain, pada alat yang sama, berbagai distraksi media sosial dan sejenisnya juga setia menunggu sebatas geseran dan jamahan jempol kita.
Tidak mengagetkan, tata-rata orang Indonesia menghabiskan waktunya dengan gawai 5,7 Jam sehari (screentime) --- tertinggi di dunia [2]. Mayoritas Gen-Z mengakses Media Sosial lebih dari 3 jam satu hari [3]. Saya melihat hal ini terjadi karena media sosial lebih tumbuh subur di budaya komunal seperti Indonesia yang suka ngumpul, ngerumpi, dan (lebih) peduli dengan orang lain.
Selain atensi kita yang di-hack, gawai dan aplikasi yang kita sering gunakan dapat mengenali kita lebih baik dari kita sendiri. Dengan data jutaan pengguna (big data), perusahaan-perusahaan itu dapat memprediksi dengan sangat akurat perilaku kita kedepan.
Menjadi problematik ketika kekuasaan tersebut jatuh pada institusi yang tunduk pada keuntungan finansial semata. Dengan big data yang mereka peroleh, dan model eksperimen A/B testing, mereka bisa menguji membawa perilaku manusia kearah yang mereka inginkan. Hal ini menjadi baik ketika tujuannya untuk mengambil keputusan yang baik. Tetapi sangat mengerikan ketika perilaku manusia dimanipulasi untuk kepentingan segelintir orang saja (teknik manipulatif --- sludge dan darkpattern, akan saya bahas khusus)