Mohon tunggu...
Lury Sofyan
Lury Sofyan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Behavioral Economist

find me: https://www.linkedin.com/in/lurysofyan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa Sebetulnya Pemegang Kendali Keputusan Kita?

12 Juni 2020   08:35 Diperbarui: 12 Juni 2020   08:44 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupannya manusia selalu dihadapkan pada situasi yang memaksanya untuk mengambil keputusan, baik itu keputusan yang sederhana yang dilakukan hampir tiap hari seperti ketika bangun pagi kita memutuskan untuk sarapan apa? Pakai baju dan sepatu yang mana? Kemudian ke kantor mau naik apa? Mobil, motor, atau transportasi umum? Belanja via toko online A atau B? Dan lain lain.

Kita juga dihadapkan untuk mengambil keputusan yang sifatnya lebih penting dan kompleks seperti memilih sekolah, karir atau profesi yang akan dijalani, memilih bank dan instrument investasi, memilih pelamar yang diterima jadi pegawai, memilih merk kendaraan dan lokasi rumah yang akan dibeli, memilih pasangan hidup dan masih banyak lagi.

Iya kita semua mengambil keputusan tersebut.

Dan jika kita bertanya pada diri sendiri, saya yakin kita akan menjawab bahwa keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang rasional dan kita sadar bahwa kita memegang kendali penuh pada semua keputusan yang kita ambil.

Dalam teori ekonomi mikro, untuk seseorang menjadi rasional, ada 5 asumsi yang harus dipenuhi yaitu:

  1. Completeness. Seseorang harus selalu mempunyai pilihan. Tidak mungkin tidak memiliki pilihan. Jika dihadapkan pada pisang, apel dan jeruk, konsumen akan memiliki pilihan satu diantara pisang, aple atau jeruk; tidak mungkin dia tidak memilih;
  2. Transivity. Jika seseorang menyukai pisang dibanding apel, dan menyukai apel dibanding jeruk, atau dengan kata lain preferensinya adalah pisang>apel>jeruk, maka sudah pasti dia akan lebih menyukai pisang dibanding jeruk (pisang>jeruk).
  3. Continuity: Preferensi seseorang akan bersifat fix dan tidak berubah. Sekali dia memiliki preferensi pisang>apel>jeruk, seterusnya preferensi tersebut akan dipegang;
  4. Non-satiation atau strict monotonicity. Pilihan Banyak selalu lebih baik dibanding sedikit. Sebagai contoh seseorang akan selalu memilih dua pisang dibanding satu pisang karena akan memberikan tambahan kepuasan
  5. Strict convexity: Pilihan yang beragam akan selalu lebih baik dibanding pilihan sejenis.

Dalam dunia nyata, asumsi tersebut di atas tidak pernah bisa dipenuhi. Untuk memberi gambaran nyata bahwa suatu keputusan diambil berdasarkan rasionalitas adalah apabila seseorang berupaya mengumpulkan seluruh informasi relevan yang dapat digunakan untuk menunjang keputusan yang diambilnya.

Pada kenyataannya, sering kali informasi yang kita butuhkan itu tidak tersedia, atau kalaupun tersedia, informasinya tidak lengkap dan sulit untuk didapatkan.

Sebagai contoh ketika seseorang ingin membeli produk asuransi. Apakah dia tau berapa besar risiko yang dihadapi dimasa depan sehingga menjadikan cukup alasan untuk dia memutuskan untuk membeli asuransi? Contoh lain ketika seseorang akan membeli rumah, apakah dia melakukan survei terhadap seluruh perumahan yang ada, membandingkan harganya, kualitasnya, jarak dan waktu tempuh, potensi kenaikan harga dimasa depan? 

Bagaimana dengan informasi-informasi lain yang dibutuhkan ketika kita ingin memutuskan sekolah mana yang paling bagus? Karir atau profesi mana yang paling menjanjikan? Mobil mana yang paling bagus (paling irit/paling nyaman/paling aman)? Toko online mana yang paling murah dan layanannya bagus? Investasi mana yang paling menguntungkan 5 tahun kedepan? 

Pelamar mana yang akan menjadi pegawai yang dapat diandalkan oleh perusahaan? Teman wanita mana yang paling cocok untuk dijadikan istri? Dan lain-lain. Sangat sulit untuk mendapatkan informasi utuh sebagai dasar kita mengambil keputusan yang rasional.

Walaupun (hampir) tidak mungkin. Mari kita asumsikan seseorang dapat memperoleh seluruh informasi yang dibutuhkan tersebut. Seseorang kemudian akan dihadapkan pada keterbatasan yang kedua yang dihadapinya untuk bertindak rasional yaitu keterbatasan sumberdaya berfikir (cognitive limitation) dan waktu (time constraint) untuk melakukan pengolahan informasi.

Andaikan seseorang mendapatkan data seluruh instrumen investasi yang ada di Indonesia (kita sederhanakan untuk meng-exclude instrumen investasi di luar negeri), seseorang kemudian harus melakukan research, menghitung, dan mengurutkan instrumen yang paling menguntungkan bagi dia. Begitu juga untuk setiap pengambilan keputusan yang diambil, seseorang harus meluangkan sumberdaya waktu dan tenaga untuk mengumpulkan seluruh informasi dan mengolahnya sehingga kita bertindak rasional.

Sampai disini, saya yakin tidak ada diantara kita yang melakukan hal ini? untuk setiap keputusan yang kita ambil saya rasa tidak ada dari kita yang sepenuhnya bertidak rasional.

Atas kondisi tersebut di atas, keputusan yang diambil sering kali jauh dari dukungan rasionalitas. Keputusan yang manusia ambil sering kali menggunakan informasi dan sumberdaya apa adanya (bounded rationality). Jauh dari keputusan yang sifatnya rasional didukung oleh informasi utuh dan membawa kita pada keadaan yang paling optimal. Keputusan yang memuaskan (satisfactory) saja diangap cukup dibanding keputusan yang optimal.

Kita sering mengambil keputusan dengan melihat apa yang orang lain lakukan dan apa yang paling mudah dilakukan. Anda membaca artikel ini kemungkinan besar karena artikel ini muncul di urutan paling atas di layar monitor Anda, bukan karena Anda benar-benar mencari informasi yang spesifik Anda butuhkan. Ingat ketika memutuskan sekolah atau karir yang akan ditekuni? Bagaimana orang disekeliling kita membentuk opini yang kemudian menjadikan dasar kita untuk menentukan jalur pendidikan dan karir/profesi yang akan kita tekuni. 

jooinn.com
jooinn.com
Ketika akan membeli barang online, alih-alih mengumpulkan informasi seutuhnya atas barang tersebut, sering kali review dari orang lain lebih dominan mempengaruhi keputusan kita. Atau pun ketika memutuskan membeli mobil atau rumah, testimoni teman atau hal lain yang sifatnya "kebetulan" atau "acak" lebih mempengaruhi keputusan kita. Memutuskan pelamar mana yang akan kita rekrut sebagai karyawan juga sering kali hanya menggunakan intuisi atau gut feeling saja bahwa pelamar A sepertinya cocok. Iya betul, jauh dari rasional, kita lebih mengandalkan sistem heuristic yang ada pada sistem berfikir manusia.

Heuristic memberikan keuntungan kepada manusia karena dapat mengambil keputusan dengan cepat dan murah. Heuristic sudah menjadi bagian penting dari evolusi manusia, membantu manusia untuk tetap bertahan hidup dan beradaptasi. Namun demikian feature heuristic yang dimiliki manusia dalam mengambil keputusan datang dengan konsekuensi negatif. Heuristic menyebabkan pengambilan keputusan yang dilakukan penuh dengan bias dan akibatnya manusia sering membuat banyak kesalahan dalam mengambil keputusan.

Sampai disini, kita dapat lebih memahami seberapa jauh kita benar-benar memegang kendala atas keputusan yang kita ambil, seberapa rasionalkah kita dalam mengambil setiap keputusan?

Diskusi lebih jauh adalah bagimana kemudian keterbatasan manusia dalam mengambil keputusan tersebut dapat diminimalkan dan bagaimana institusi pemerintah, swasta ataupun NGO mendesain produk/strategi/kebijakan yang dapat mengadopsi keterbatasan manusia tersebut?

*telah tayang juga di laman medium pribadi penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun