Mohon tunggu...
Lury Sofyan
Lury Sofyan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Behavioral Economist

find me: https://www.linkedin.com/in/lurysofyan/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Reformasi Pajak: The Missing Puzzle (Repost)

3 September 2014   21:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:42 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Implikasi Rendahnya Otonomi Tax Authority di Indonesia

Derajat otonomi dan fleksibilitas terbatas yang dimiliki tax authority seperti DJP berimplikasi jauh pada efektifitas reformasi yang sedang bergulir.

Dari sisi dukungan anggaran, jika dibanding Negara lain, DJP tergolong tax authority yang memiliki cost of tax collectionyang rendah.   DJP memiliki Administration Cost to Revenue Ratio (ACRR) sebesar 0,64% di Tahun 2008 menurun menjadi 0,58% di Tahun 2009; Hal ini sangat berbeda sekali dengan statistik rata-rata ACRR dari 50 Negara pada periode yang sama yang memiliki kecenderungan meningkat.  Sebagai contoh Negara tetangga Malaysia memiliki nilai 1,04% diTahun 2008 dan naik menjadi 1,41% diTahun 2009; dua kali lipat dari ACRR Indonesia.

Anggaran yang rendah ini juga masih tercermin jika kita gunakan indikator yang lain yang menurut beberapa ahli lebih kredibel yaitu Administrative Cost to GDP Ratio (ACGR).  Rasio ini lebih representative digunakan karena bebas dari variable-variabel pengganggu seperti perubahan tarif pajak dan kebijakan lain yang berpengaruh kepada pendapatan.  Pada periode yang sama yaitu Tahun 2008 dan 2009, nilai ACGR ada dikisaran 0,15% – 0,3%.  Indonesia bersama Estonia, India dan Mexico termasuk negara dengan rasio ACGR terendah yaitu berada dibawah 0,12%.

Rasio yang rendah disatu sisi menunjukan efisiensi yang dicapai suatu tax authority namun disisi lain menunjukan keterbatasan resources yang diberikan dan dukungan politik dari eksekutif dan legislative.  Anggaran yang minim berimplikasi pada tax gap yang tinggi dan peluang korupsi.

Urgensi indenpendensi otoritas moneter di tahun 1999 dan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum lama ini tidak sedikitpun berimbas kepada revitalisasi otoritas fiskal DJP – sebuah unit setingkat eselon I yang bertanggung jawab mengumpulkan 1000 triliun lebih penerimaan Negara.

Sebagai institusi yang menjadi urat nadi Bangsa Indonesia, sudah selayaknya DJP diberi otonomi organisasi yang lebih luas seperti tren yang terjadi di belahan dunia lain.  Kegagalan DJP dalam mengumpulkan penerimaan akan menjadi kegagalan Bangsa Indonesia karena sumber utama pendapatan Negara berasal dari Pajak.  Reformasi yang sudah digulirkan di DJP harus terus didukung.  Namun demikian, tanpa reformasi yang UTUH dibidang organisasi dengan pemberian otonomi yang lebih, reformasi DJP tidak akan tuntas sepenuhnya.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun