Bambang Brodjonegoro pada salah satu kesimpulan pada tulisannya yang berjudul Three Years Of Impact On Regional Economic Development menyatakan bahwa “Local budget (APBD) should be treated as a local economic stimulator than the final purpose itself”[1]atau sudah seharusnya APBD diperlakukan sebagai stimulator perekonomian lokal saja daripada dijadikan sebagai tujuan final dari bergeraknya perekonomian lokal (PDRB).
Hal ini sangat bertolak belakang dengan kebijakan belakangan Kementerian Keuangan yang akan mengubah dana milik Pemerintah Daerah yang terdapat pada Bank milik Pemerintah Daerah menjadi Surat Utang Negara.
Bank milik Pemerintah Daerah pada umumnya adalah Bank yang paling banyak menyalurkan kredit pada masyarakat di daerah dimana kredit ini adalah variabel yang berpengaruh terhadap PDRB.
Dengan mengubah dana milik Pemerintah Daerah yang terdapat pada bank milik Pemerintah Daerah, Kementerian Keuangan yang dalam hal ini dipimpin oleh Bambang Brodjonegoro sendiri, akan membantah kesimpulan kajian akademis yang dilakukannya sendiri untuk mendorong PDRB.
Selain itu rencana kebijakan Kementerian Keuangan tersebut akan mengintervensi peran Kementerian Dalam Negeri dalam mengatur kebijakan pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
Hal ini mungkin didasarkan juga pada salah satu perspektif Bambang Brodjonegoro dalam tulisannya yang melihat bahwa terdapat rivalitas antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri[2] serta kuatnya Kementerian Dalam Negeri dan melemahnya pengaturan pengelolaan keuangan daerah oleh Kementerian Keuangan[3].
Bambang Brodjonegoro, mungkin, melihat bahwa seiring dengan berkembangnya pemahaman yang diterima belakangan, mengubah kepercayaan pribadinya yang telah berubah menjadi seroang pelaksana kebijakan, bahwa kekuatan Kementerian Keuangan tidak hanya bertanggungjawab atas standar akuntansi dan laporan keuangan pemerintah sesuai tulisannya tersebut sehingga juga dapat menentukan kebijakan sisi Belanja Pemerintah Daerah[4].