Termasuk isu-isu penting dalam negeri yang berkutat pada politik, korupsi dan anti korupsi serta identitas kedaerahan dan agama yang seolah-olah tidak nyata padahal saling terkait.
Atas ketidakmampuan mengakui isu-isu tersebut untuk kemudian melemparkan bumerang berupa pencitraan tindakan bijaksana ke luar negeri, ke depannya senjata itu juga yang mungkin akan menghancurkan cita-cita bangsa Indonesia.
Indonesia tidak perlu mengkonsolidasikan kekuatannya lagi.
Berkaca kepada analisa Ong Hok Ham, sejarawan Indonesia keturunan tionghoa lulusan Yale yang menyimpulkan bahwa devide et impera tidak pernah ada di Indonesia, karena Indonesia sedari awal tidak pernah bersatu, kecuali tanpa “pertolongan” tuan penjajah sama, yaitu Belanda.
Dan rasanya kita sudah terlambat dalam melakukan segala sesuatunya demi masa depan bersama yang indah dan bermartabat. Cepat atau lambat, si Kodok Indonesia akan terlempar dari eksistensi dinamika pergulatan kepentingan global. Tapi semoga saya salah.
Kita masih bisa membangun kepentingan si Kodok ini untuk tetap berada pada perahu di tengah arus deras sampai akhir zaman, jika kita mampu menyatakan kepentingan kita sendiri dengan benar. Yaitu kepentingan untuk mengakui masalah kita sendiri dan membiarkan yang terbaik dari kita untuk berbicara. Dan ini tidak terdengar seperti pemerintahan yang sekarang yang didukung oleh kekuatan yang hanya sekedar kerja, tanpa berfilosofi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H