Mohon tunggu...
Febrian Arham
Febrian Arham Mohon Tunggu... pegawai negeri -

alumni DIII STAN' 04, (harusnya) DIV STAN' 08

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Koncoisme, musuh utama kemajuan bangsa Indonesia yang teraktual.

14 Februari 2011   06:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:37 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru saja menonton salah satu dorama jepang tentang polisi dan birokrasi disana. Karena sya pikir bukan sesuatu yang cukup penting Tidak saya perkirakan, saya akan tertarik mengikutinya sampai habis. Banyak dramatisasi disana sisni di dalam cerita itu. Dan banyak cara pikir tidak logis yang saya rasa tidak dapat dimasukkan di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Bahkan di Negara jepang sekalipun.

Namun yang menarik dari dorama itu adalah terdapat setidaknya dua kali orang dekat tokoh utamanya (yang murni protagonist), berubah menjadi antagonis dimana akhirnya dengan berat hati sang tokoh protagonis utama terpaksa menghukum sang orang dekat.

Drama barat sekalipun jarang yang mengangkat hal ini. Dari sini jika kita bandingkan dengan cerita masyarakat indonesia, maupun dengan cerita barat sekalipun hal ini tidak akan sampai diangkat ke permukaan. Indonesia entah apakah sudah terlalu mabuk dengan pola pikir barat entah memang dari sononya begitu akan merasa berkeberatan jika ada orang dekatnya yang tersangkut masalah yang berseberangan dengan prisnsip idealisme seseorang.

Alam pikir bangsa Indonesia telah berubah drastis paska pelengseran presiden soeharto pada masa reformasi. Korupsi merupakan hal yang dibenci oleh semua pihak. Dengan sedikit pelunturan perhatian kebencian terhadap kolusi dan nepotisme sebagai satu paket musuh bersama pada masa tersebut sekarang, presiden SBY berjuang keras mengejawantahkan pola pikir reformasi dalam tindakan bernegaranya. Ia menyatakan perang terhadapa korupsi (maupun secara tersirat yang jarang lagi disebut-sebut yaitu kolusi dan nepotisme dengan salah satu contoh nyata dihukumnya besannya sendiri dalam kaskus korupsi).

Dan kenyataannya korupsi di indonesia tidak berubah cukup banyak.

Korupsi tingkat legislatif telah jelas nyata terungkap. Disana-sini banyak anggota DPR yang masuk bui karena korupsi. Lalu korupsi tingkat eksekutif daerah pun telah ratusan yang teruingkap. Meski banyak juga kasus yang “katanya” besar belum terungkap sampai sekarang.

Saya adalah salah satu bagian dari rantai birokrasi di indonesia. Dan sebagai salah satu bagian saya menyaksikan sendiri bahwa korupsi telah menjadi momok yang jarang diperbincangkan secara terbuka oleh aparat birokrasi saat ini.

Konspirasi untuk melakukan korupsi telah menjadi suatu bahaya yang takut didekati aparat birokrasi secara terbuka.

Namun dari kenyataan sekarang ternyata masih banyak korupsi yang berjalan.

Jika dirunut-runut lebih jauh, dari film dorama yang saya tonton tersebut serta kenyataan bahwa masih banyak kasus korupsi dimana-mana rasanya saya dapat simpulkan bahwa konspirasi melakukan korupsi hanya dilakukan oleh mereka yang sudah kenal cukup dekat.

Nepotisme dan kolusi yang merupakan satu paket yang mendorong korupsi telah berganti model operasinya.

Dalam melakukan kegiatan haram tersebut korupsi mengganti subyeknya dengan mengganti keluarga dalam arti sebenarnya seperti yang dimaksud dalam nepotisme menjadi orang-orang yang dirasakan sebagai keluarga/orang dekat untuk berkolusi.

Dalam bahasa yang dipakai oleh suku jawa, sebagai bahasa yang dipakai terbanyak kedua setelah bahasa Indonesia dipergunakan kata konco untuk memaksudkan teman dekat dalam tataran informal. Dan persekongkolan jahat yang berdasarkan kedekatan dengan rekan kerja ini saya siratkan sebagai koncoisme.

Masalah korupsi banyak tertahan sekarang ini tanpa penuntasan. Dan belakangan istilah politik sandera berkembang di media massa, Kenyataan yang menggambarkan tertahan secara tuntasnya penyelesaian kasus korupsi.

Sebagai bagian dari birokrasi saya melihat bahwa yang menyebabkan seseorang gagal menuntaskan suatu pekerjaan adalah adanya kedekatan pada seseorang yang melakukan hal buruk. Dan saya adalah orang indonesia. Dari dorama yang saya tonton tersebut saya disadarkan bahwa orang dekat di Indonesia, bagaimanapun murninya idealisme untuk memerangi korupsi masih menahan keengganan untuk menghukum orang dekatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun