Mohon tunggu...
Yusuf L. Henuk
Yusuf L. Henuk Mohon Tunggu... Ilmuwan - GURU BESAR di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) - TARUTUNG 22452 - Sumatera Utara, INDONESIA

GURU BESAR di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) - TARUTUNG 22452 -- Sumatera Utara, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teladan di Balik Kisah Natal bagi Umat Kristiani

25 Desember 2017   07:16 Diperbarui: 25 Desember 2017   08:34 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senang membaca ulasan dari tulisan menarik dari Heru Tri Budi di media ini tanggal 24 Desember 2017 berjudul: "Sejarah Panjang Perayaan Natal". Kini penulis mengulas sekilas  peristiwa bersejarah dibalik Kisah Natal yang hari ini dirayakan oleh umat Kristiani di seluruh dunia.

Umat Kristiani lazim merayakan 25 Desember sebagai kelahiran Kristus. Demikian pula tahun kelahiranNya dianggap sebagai awal tarikh Masehi. 

Ternyata bukti sejarah, kebudayaan dan perbintangan, dapat memberi masukan baru seputar kelahiran-Nya. Injil yang ditulis oleh empat muridNya - yakni Matius, Markus, Lukas dan Yohanes - adalah sumber kesaksian pertama yang indah tentang Yesus. 

Uniknya, kisah kelahiran Yesus hanya muncul dalam tulisan Matius dan Lukas. Matius misalnya menulis, "Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes ..." Dengan demikian menempatkan kelahiranNya sebelum 4 SM saat raja itu mangkat. 

Lukas sebaliknya, memberi keterangan lebih rinci, kelahiran Yesus terjadi ketika Kirenius menjadi wali negeri di Syria. Para sejarawan menduga bahwa pejabat Kekaisaran Roma itu berdinas di Syria sekitar 6-7 SM.

Keterangan ini menarik dicocokkan catatan perbintangan dari negeri Cina. Konon para pengamat dari Negeri Naga itu mencatat peristiwa bersinarnya suatu bintang yang sangat terang pada tahun 5 dan 12 SM. 

Boleh jadi inilah bintang yang mengantar orang Majus ke Betlehem. Tetapi astronom Jerman bernama Johannes Kepler punya pendapat lain. Bintang terang yang menyinari kelahiran Yesus, dapat saja berupa pertemuan sinar dari planet Saturnus dan Yupiter di sekitar Gugusan Pisces, yang terjadi sekali dalam beberapa ratus tahun. 

Setelah memeriksa tabel astronomi, Kepler menemukan pertemuan kedua planet ini pernah terjadi 7 SM, pada tanggal 29 Mei, 29 September dan 4 Desember. Maka boleh jadi orang Majus dalam kisah Injil adalah para astronom (pengamat bintang) dari tanah Sumeria (sekarang ini Irak). 

Maklum, kebudayaan Babilonia yang maju di lembah Eufrat dan Tigris, sudah mengamati bintang sejak ribuan tahun. Barangkali sinar terang yang menyertai pertemuan Saturnus dan Yupiter inilah yang mendorong para astronom itu berangkat mencari tahu dimana Mesias dilahirkan.

Perjalanan mereka menuju tanah Yudea baru dapat dilakukan awal September ketika musim dingin sudah berlalu dan jalur karavan (naik unta atau keledai) ke Timur telah kembali dibuka. 

Dengan kecepatan perjalanan yang dimungkinkan saat itu, baru pada bulan Nopember mereka tiba di tujuannya. Ketika sinar terang itu kembali muncul sekitar Nopember hingga Desember, para Majus menemukan tempat Yesus dilahirkan dengan cepat. 

Sebab cuaca saat itu belum menyusahkan karena musim gugur belum usai, sehingga seperti yang dikisahkan Injil bahwa masih ditemui "gembala-gembala tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka di waktu malam."

Penetapan 25 Desember sebagai ulang tahun Kristus baru dimulai pada abad ke 4, ketika pengaruh adat Romawi mulai merembes dalam gereja. 

Tanggal itu diyakini dalam adat Romawi sebagai titik balik matahari di musim dingin dan memiliki arti sakral buat para penyembah dewa matahari. Penyesuaian tanggal kelahiran Yesus ini sebenarnya lebih memiliki tujuan politis, yakni memudahkan penyatuan pesta negara dan perayaan agama. 

Demikian pula penerapan tarikh tahun berdasar kelahiran Yesus pada Pemerintahan Bizantium yang mulai abad ke 6. Jadi dari data sejarah, sebenarnya Kristus diperkirakan lahir sekitar tahun 7 SM pada musim gugur! 

Boleh jadi itu terjadi antara bulan September -- November. Walau demikian, beberapa gereja yang tidak terlalu dipengaruhi tradisi Romawi, merayakan Natal pada 6 Januari. Jadi ada corak kosmpolitan dalam perkembangan kekristenan zaman itu.

Kesaksian Lukas tentang kelahiran Yesus juga menceritakan kelahiran Yohanes Pembaptis. Alkisah, seorang imam Yahudi bernama Zakaria dan istrinya Elizabet - keduanya sudah tua-tiba di Yerusalem untuk mengambil peran dalam persembahan korban kepada Allah. 

Ini acara penting dan berharga karena penentuan imam yang bertugas melakukan persembahan, diundi setiap tahun dari sekian ribu keturunan Lewi, sehingga belum tentu seorang imam mendapat tugas mulia itu sekali dalam hidupnya.

Tatkala berada di dalam ruang suci Bait Allah, malaikat Jibril menampakkan diri dan menjanjikan Zakaria seorang putra yang "... akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan,  Allah mereka, dan dia akan berjalan mendahului Tuhan ..." 

Peristiwa ini sungguh luar biasa, sehingga Zakaria mengalami efek psikosomatis - dia tidak dapat berbicara selama beberapa lama. Enam bulan kemudian, Jibril sekali lagi diutus Allah ke Nazaret menemui seorang perawan bernama Maryam. 

Malaikat itu memberitahu gadis ini akan mendapat seorang putra dari Allah, katanya, "Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Maha Tinggi. 

Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya tahta Daud, bapa leluhurNya. Dan Ia akan menjadi raja atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan."

Mendengar kabar indah ini, Maryam yang dijamah Roh Kudus, bersukacita memuji Allah. Setelah itu, dia pulang ke kaumnya. 

Walau tak disebut dalam Injil, para ahli sejarah menduga kampung halamannya adalah Ain Karim, sebuah desa tujuh kilometer sebelah Timur Yerusalem yang diapit keindahan pegunungan Yudea. 

Saat itu Maryam diperkirakan berusia 13 sampai 14 tahun. Jangan heran, dalam kebiasaan Timur Tengah di masa itu, seorang gadis sudah dianggap pantas menikah segera setelah haid pertamanya.

Ketika tiba saatnya Maryam bersalin, terbit perintah Gubernur Yudeo-Roman untuk melakukan sensus. Yusuf yang masih keturunan Raja Daud terpaksa pulang ke Betlehem - tempat raja ini berasal. 

Betlehem termasuk desa penting di jalur yang menghubungkan Yerusalem dan Hebron. Jadi di sana banyak penginapan. Sayang sekali saat itu ada sensus, sehingga penginapan pasti penuh dengan pengunjung.

Alhasil, anak Maryam terpaksa dilahirkan di kandang dengan tempat makan ternak (Bahasa Yunani = phatne) sebagai pembaringannya. 

Kandang di zaman itu umumnya adalah gua dan merujuk tradisi Kristiani yang ditulis martir Justin dari abad ke 2, gua tempat Yesus dilahirkan telah dibangun menjadi gereja oleh Raja Konstantin pada abad ke 4.

Tempat itu direnovasi Raja Justinus dengan mendirikan sebuah kubah pada abad ke 6, yang hingga kini masih menjadi pusat perhatian para peziarah.

Hanya Injil menurut Lukas yang mengisahkan kedatangan para gembala - kaum papa pada zaman itu - untuk menyembah Anak Allah yang dilahirkan Maryam. 

Pada hari ke 8, anak itu disunat dan diberi nama Ibrani: Yehoshuah, atau dalam bahasa Latin Iesu, atau Yesus dalam bahasa yang kita pakai sekarang. Nama ini berarti, "Allah menyelamatkan."

Ada hal menarik ketika Yesus disunat, yakni pertemuanNya dengan Simeon dan Hana. Kitab Injil menulis, pertemuan dengan dua orangtua yang mencintai Allah ini punya arti simbolis yang barangkali kurang kita perhatikan. 

Padahal dalam Injil, Yesus selalu digambarkan secara metafisik dikitari oleh orang kecil, kaum tersisih, janda, duda dan orang papa. Zakaria dan Elisabet misalnya, walaupun keturunan Lewi, kurang mendapat tempat dalam sistem sosial zaman itu karena mereka mandul dan itu dianggap aib. 

Demikian pula Simeon dan Hana yang tinggal di Bait Allah adalah bagian dari kumpulan orangtua (duda dan janda) yang papa, yang saat itu banyak tinggal di Bait Allah karena tak punya sanak-saudara atau harta-benda lagi.

 Demikianlah, setidaknya ada dua hal penting dapat kita pelajari dari kelahiran Yesus. Pertama, kesederhanaan dan kesahajaan. Sang Raja yang Mahakaya hadir dalam palungan batu di sebuah gua, bukan di gedung besar, rumah bersalin, aula pertemuan atau pesta yang mewah. 

Jadi ada semacam transedensi di sini. Bagaimana sifat alami manusia yang fana dapat dipakai Allah berkarya (teofani). Kedua, kerendahan hati. 

Sejak dikandung, lahir, disunat hingga dewasa dan seterusnya hingga pelayananNya di atas kayu salib, Yesus menyatakan dirinya sebagai sahabat orang kecil dan tersisih, baik para gembala, janda, orang sakit dan kaum papa. 

Ini barangkali pesan Natal yang terpenting, Allah berbela rasa dengan manusia. Bahkan para majus - mereka diyakini sebagai kaum Zoroaster - pun menyatakan hormat kepadaNya.

Kedua hal menarik di atas patut direnungkan. Natal di zaman sekarang sering dimaknai secara berbeda. 

Zaman ini Natal malah identik dengan Sinterklaas, Pohon Natal, salju, berbelanja di mall, makan-makan, lagu "Jingle Bells" dan lain sebagainya, yang justeru sama sekali tidak punya relasi otentik dengan peristiwa kelahiran Yesus. 

Barangkali sudah saatnya kembali ke fitrah Natal yang sejati: kesederhanaan dan kerendahan hati. Selamat merayakan Natal. Gloriam in Excelsis Deo! *** Selamat Merayakan Hari Natal 25 Desember 2017 & Tahun Baru 2018.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun