Teori Parenting Style yang dikemukakan oleh Diana Baumrin, menyebutkan bahwa perilaku anak-anak dapat dikaitkan dengan gaya pengasuhan yang mereka alami di rumah. Ia menemukan bahwa kombinasi dua dimensi utama perilaku orang tua, yaitu ekspektasi terstruktur dan daya tanggap, dimana mengungkap tiga gaya pengasuhan utama. Tiga gaya pengasuhan utama tersebut adalah: Otoriter, Otoritatif, dan Permisif/manja. Gaya pengasuhan otoritatif, yang dicirikan oleh kehangatan emosional dan standar perilaku yang jelas, dianggap paling optimal untuk perkembangan anak. Sebaliknya, gaya pengasuhan yang terlalu keras (otoriter) atau terlalu longgar (permisif) dapat menyebabkan masalah emosional pada anak dan menghambat terbentuknya kedekatan antara anak dan orangtua.
Teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura menjelaskan bagaimana orang belajar perilaku dan keterampilan baru melalui pengamatan dan interaksi dengan orang lain. Anak-anak belajar banyak perilaku dan respons emosional dengan mengamati dan meniru orangtua mereka. Jika orangtua menunjukkan pola komunikasi yang buruk, kesulitan dalam mengelola emosi, atau kurang mampu menunjukkan afeksi, anak-anak mungkin akan mengadopsi pola serupa. Hal ini dapat menciptakan siklus masalah emosional dan kurangnya kedekatan yang berlanjut dari generasi ke generasi.
Parental acceptance-rejection theory yang dikemukakan oleh Ronald merupakan suatu perilaku orang tua kepada anak-anak yang dapat diekspresikan dengan afeksi (acceptance) dan perasaan tidak sayang serta pengabaian terhadap anak (rejection). Teori ini berfokus pada dampak penerimaan dan penolakan orangtua terhadap perkembangan anak. Teori ini menyatakan bahwa anak-anak yang merasa ditolak oleh orangtua mereka cenderung mengembangkan masalah perilaku, emosional, dan sosial. Penolakan dapat berupa kurangnya kehangatan, kasih sayang, atau perhatian dari orangtua. Sebaliknya, penerimaan orangtua yang ditunjukkan melalui cinta, dukungan, dan penegasan positif dapat membantu anak mengembangkan harga diri yang sehat dan kemampuan untuk membentuk hubungan yang dekat dan bermakna.
Dapat disimpulkan bahwa ikatan antara orangtua dan anak sangat mempengaruhi perkembangan emosi dan kemampuan bersosialisasi anak. Faktor-faktor seperti kedekatan emosional yang terjamin, metode pengasuhan yang seimbang (khususnya yang bersifat otoritatif), contoh perilaku positif, serta dukungan orangtua yang terus-menerus, berperan penting dalam menciptakan relasi yang harmonis antara orangtua dan anak. Di sisi lain, kurangnya rasa aman dalam hubungan, pola asuh yang tidak sesuai, paparan terhadap perilaku negatif, serta sikap orangtua yang menolak dapat mengakibatkan gangguan emosional dan kesulitan dalam membangun kedekatan. Dengan demikian, orangtua perlu menyadari dan mengimplementasikan konsep-konsep ini dalam cara mereka mengasuh, untuk mendorong pertumbuhan emosional yang sehat dan membangun ikatan yang kokoh dengan buah hati mereka.
Masalah Keuangan
Masalah keuangan sering kali menjadi penyebab utama ketegangan hubungan antara orang tua dan anak. Karena adanya perbedaan generasi, terkadang nilai dan prioritas berbeda satu sama lain yang dapat mengakibatkan konflik dalam pengelolaan uang dan pengeluaran. Orang tua dapat menjadi frustrasi sehubungan dengan pilihan keuangan yang dibuat oleh anak-anak mereka yang mereka anggap tidak bijaksana, sementara anak dapat terbebani oleh ekspektasi keuangan orang tua mereka atau campur tangan dengan keuangan pribadi mereka sendiri.
Menurut teori pertukaran sosial (social exchange theory) adalah teori ilmu sosial yang dikembangkan oleh George Caspar Homans mengatakan bahwa hubungan sosial terjadi melalui pertukaran aktivitas yang bernilai, baik yang menguntungkan maupun mahal, antara dua orang atau lebih. Teori ini menjelaskan bahwa hubungan sosial, termasuk hubungan keluarga, didasarkan pada pertukaran sumber daya material dan non-material. Dalam konteks keuangan keluarga, orangtua mungkin merasa telah menginvestasikan banyak sumber daya dalam membesarkan anak-anak mereka dan mengharapkan timbal balik berupa dukungan finansial atau kepatuhan terhadap nasihat keuangan mereka. Sebaliknya, anak-anak mungkin merasa bahwa mereka telah “membayar” investasi orangtua mereka dengan pencapaian pribadi.
Teori Sistem Keluarga Murray Bowen menyatakan bahwa keluarga paling baik dipahami dengan mengonseptualisasikannya sebagai kumpulan bagian, subsistem, dan anggota keluarga yang kompleks, dinamis, dan berubah. Teori ini memandang keluarga sebagai unit emosional yang saling terkait, di mana perubahan pada satu anggota mempengaruhi seluruh sistem. Masalah keuangan dapat menciptakan kecemasan dalam sistem keluarga, mendorong anggota keluarga untuk bereaksi dengan cara yang mungkin tidak produktif, seperti orangtua yang terlalu mengontrol atau anak-anak yang menarik diri secara finansial.
Teori konflik Karl Marx menyatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan konflik yang tiada henti karena persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas. Dalam konteks ini, kontrol atas sumber daya finansial dapat menjadi sumber kekuasaan dan potensi konflik. Orangtua yang mengendalikan sumber daya keuangan mungkin memiliki lebih banyak pengaruh dalam pengambilan keputusan keluarga, sementara anak-anak yang mencari kemandirian finansial mungkin menghadapi pertentangan.
Teori pembelajaran sosial Albert Bandura menjelaskan bahwa manusia belajar melalui pengamatan, peniruan, dan pemodelan perilaku orang lain. Teori ini juga dikenal sebagai teori kognitif sosial atau efikasi diri. Teori Pembelajaran Sosial dari Albert Bandura dapat menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku keuangan ditransmisikan dari orangtua ke anak. Anak-anak cenderung meniru dan mengadopsi kebiasaan keuangan orangtua mereka, baik positif maupun negatif. Namun, ketika anak-anak tumbuh dewasa dan terpapar pada pengaruh lain, mereka mungkin mengembangkan pandangan keuangan yang berbeda, yang dapat menyebabkan konflik dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh orangtua mereka.
Untuk mengatasi masalah keuangan ini diperlukan komunikasi yang terbuka dan jujur antara anak dan orangtua, pemahaman dan rasa hormat terhadap perbedaan dan keterbukaan tentang situasi keuangan masing-masing dapat membantu membangun kepercayaan dan pemahaman. Penting untuk diingat bahwa membangun komunikasi dan kepercayaan yang baik dalam hal keuangan adalah proses yang membutuhkan waktu dan usaha. Mungkin akan ada tantangan dan kemunduran, tetapi dengan komitmen untuk keterbukaan, pemahaman, dan rasa hormat, keluarga dapat mengatasi masalah keuangan dengan lebih efektif dan memperkuat ikatan mereka dalam prosesnya.