Kompensasi sukarela dalam proses restorative justice mewakili satu bentuk pendekatan yang berkaitan dengan pemulihan dan penyatuan hubungan antara korban dengan pelaku kejahatan. Dalam pendekatan ini, pelaku tidak hanya harus bertanggung jawab atas tindakannya, tetapi ia juga harus memberikan kompensasi kepada korban sebagai cara menebus kesalahan dan memfasilitasi perbaikan dan pemulihan. Kompensasi sukarela ini dapat berupa bantuan material, seperti uang, barang, atau jasa, dan bantuan nonmaterial, seperti dukungan emosional dan dukungan sosial. Hal ini ditujukan untuk mengurangi dampak negatif kejahatan dan meningkatkan hubungan antara korban dan pelaku kejahatan. Restorative Justice juga memiliki beberapa tantangan. Pertama, pelaku kejahatan mungkin tidak memiliki kemampuan untuk memberikan kompensasi atas tindakan mereka. Kedua, korban mungkin tidak menginginkan kompensasi dari pelaku kejahatan. Ketiga, sistem peradilan mungkin tidak memiliki struktur yang tepat yang diperlukan untuk mengendalikan kompensasi. Keempat, masyarakat mungkin menolak kompensasi dari pelaku kejahatan. Pemberian kompensasi sukarela selama proses keadilan restoratif menjadi pilihan yang efektif saat menyelesaikan kasus terkait kejahatan. Dengan bentuk kompensasi ini, korban bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan sementara pelaku memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan masyarakat dapat memperoleh keamanan yang lebih baik. Karena alasan inilah kompensasi sukarela dalam proses restorative justice dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam menyelesaikan kasus kejahatan.
Restorative Justice
Restorative Justice adalah pendekatan sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan, rekonsiliasi, dan perbaikan hubungan antara korban dan pelaku. Dalam pendekatan ini, pelaku tindak pidana tidak hanya perlu bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan tetapi juga memberikan kompensasi kepada korban sebagai cara untuk menebus kesalahan dan membantu pemulihan korban. Restorative Justice merupakan salah satu prinsip yang menjadi fokus penegak hukum dalam menyelesaikan perkara pidana. Konsep ini merupakan alternatif penyelesaian perkara dengan mekanisme yang berpusat pada pemulihan dan rekonsiliasi antara semua pihak yang terlibat seperti korban, pelaku, dan masyarakat. Restorative Justice dapat diterapkan pada kasus tindak pidana ringan dengan ancaman hukuman penjara maksimal tiga bulan dan denda Rp2,5 juta. Selain itu, keadilan restoratif juga dapat diterapkan pada anak atau perempuan yang menghadapi tuntutan pidana, anak korban atau saksi, serta pecandu narkoba. Pelaksanaan restorative justice mengharuskan mediator, fasilitator atau pemandu memiliki pelatihan dan keterampilan khusus dalam pendekatan restoratif. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan proses berjalan lancar dan sesuai dengan prinsip-prinsip restorative justice. Restorative Justice dibangun berdasarkan beberapa prinsip dasar yang digunakan dalam menangani kasus kejahatan, antara lain:Â
1) Pemulihan dan rekonsiliasi, dimana prinsip ini tentang memulihkan dan mendamaikan hubungan yang dirusak oleh kejahatan. Aspek ini ditujukan untuk mengatasi akar penyebab dan dampak psikologis, sosial, dan emosional yang ditinggalkan oleh tindakan kriminal pada korban, pelaku, serta masyarakat luas,
2)Â Partisipasi aktif, dimana restorative justice menuntut partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat termasuk korban, pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku, tokoh masyarakat, tokoh agama, tetua adat, atau pemangku kepentingan lainnya. Dialog antara semua pihak ini dimaksudkan untuk mengatasi konsekuensi tindak pidana dan menemukan solusi terbaik bagi setiap pemangku kepentingan,
3) Pemulihan bagi Korban, dimana prinsip restorative justice menekankan pemulihan bagi korban yang menderita akibat tindak pidana. Hal ini dapat dilakukan melalui kompensasi kepada pihak yang dirugikan, rekonsiliasi atau tindakan damai lainnya.
4)Â Pemulihan bagi pelaku, dimana restoratif justice juga memberikan kesempatan bagi pelaku untuk pulih dan memperbaiki perilakunya. Pelaku dapat melakukan kerja sosial, atau terlibat dalam tindakan yang membantu memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan kriminalnya.
5)Â Keadilan yang seimbang, dimana restorative justice menekankan pentingnya keadilan dalam penyelesaian kasus pidana. Hal ini memastikan bahwa keadilan yang ditegakkan bersifat adil, tidak memihak dan tidak sewenang-wenang, serta menghormati kesetaraan hak-hak perdamaian diantara aspek-aspek lainnya.
6)Â Keterlibatan Masyarakat, dimana masyarakat juga memiliki peran penting dalam restorative justice masyarakat berperan dalam menjaga perdamaian dan mendukung proses pemulihan yang dilakukan oleh korban dan pelaku.
7)Penerapan hukum, dimana restorative justice tidak menghilangkan proses peradilan, tetapi lebih berfokus pada penyembuhan hubungan dan penyelesaian di luar pengadilan. Prinsip ini menjamin bahwa masalah hukum yang timbul dari tindak pidana dapat diselesaikan secara damai melalui kesepakatan dan persetujuan para pihak. Ada beberapa aturan tentang restorative justice, seperti:
a) UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
b)Â UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kejahatan Seksual (TPKS) yang mengatur restitusi dan kompensasi bagi korban.
c)Â UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur restorative justice walau tidak eksplisit. Yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 54 yang mengatur pedoman pemidanaan wajib mempertimbangkan pemaafan dari korban atau keluarga korban. KUHP juga membuka peluang bagi hakim untuk memberikan pengampunan atau judicial pardon.
d)Â Peraturan Kejaksaan (Perja) No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
e)Â Peraturan Kepolisian (Perpol) No.8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.
f) Surat Keputusan Dirjen Badilum MA No.1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan Umum.
Kompensasi Sukarela
Merujuk pada ketidakseimbangan atau restitusi yang diberikan kepada korban tindak pidana sebagai pengganti kerugian yang dideritanya, Kompensasi bertujuan untuk memberikan keadilan kepada korban dan memulihkan kerugian. Kompensasi sukarela dalam sistem hukum Indonesia mencakup berbagai bentuk kompensasi atau penggantian, seperti tuntutan uang paksa atau hukuman tambahan. Kompensasi sukarela juga mengandung komitmen, yang berpusat pada pemulihan dan pembaruan hubungan antara pihak-pihak yang terkait. Prinsip dasar kompensasi sukarela adalah bahwa pelaku tindak pidana bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang mereka sebabkan kepada korban. Dengan demikian, kompensasi memberikan sanksi langsung bagi pelaku tindak pidana.
Keadaan Yang Meringankan
Keadaan yang meringankan adalah kondisi atau situasi yang dapat mengurangi tingkat kesulitan, beban, atau hukuman yang menimpa seseorang. Keadaan yang meringankan dalam konteks hukum adalah faktor keadaan yang dapat mengurangi tingkat kesalahan atau kejahatan yang dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan. Penyesalan yang tulus dan upaya untuk memperbaiki diri juga dapat menjadi faktor meringankan. Konsep ini juga dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti psikologi, sosial, dan ekonomi. Dalam sistem hukum, terdapat berbagai faktor yang dapat dianggap sebagai keadaan yang meringankan. Jika seorang pelaku kejahatan menunjukkan penyesalan yang tulus, atau jika mereka melakukan tindakan tersebut dalam keadaan tertekan atau disengaja, ini dapat menjadi alasan untuk meringankan hukuman, seperti usia pelaku, latar belakang keadaan sosial, dan kondisi mental juga sering kali diperhitungkan. Ketika seseorang menunjukkan bahwa mereka menyadari kesalahan mereka dan berusaha memperbaiki keadaan, hal ini dapat menjadi faktor yang signifikan dalam meringankan hukuman. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keadaan yang meringankan dalam hukum, antara lain:
1)Â Riwayat hidup Pelaku, dimana latar belakang sosial dan ekonomi pelaku dapat menjadi pertimbangan, termasuk apakah mereka memiliki catatan kriminal sebelumnya atau tidak.
2) Motif dan Tujuan, dimana alasan di balik tindakan kriminal, seperti apakah pelaku dipaksa atau dipicu oleh keadaan tertentu, dapat meringankan hukuman.Â
3)Â Dampak pada Korban, dimana apakah tindakan pelaku berdampak negatif pada korban atau tidak, serta adanya permohonan maaf dari pelaku.
4)Â Pengaruh Tindak Pidana, dimana bagaimana tindak pidana tersebut mempengaruhi masa depan pelaku.
Kesimpulan
Kompensasi sukarela dalam proses restorative justice berfungsi sebagai keadaan yang meringankan dengan memungkinkan pelaku untuk bertanggung jawab dan memperbaiki kesalahan mereka. Melalui kompensasi ini, pelaku dapat memberikan bantuan material atau nonmaterial kepada korban, yang membantu memulihkan hubungan antara keduanya. Meskipun demikian, penerapan prinsip sukarela tidak selalu mudah. Terdapat tantangan, seperti kemampuan pelaku untuk memberikan kompensasi dan keinginan korban untuk menerima kompensasi dari pelaku. Masyarakat juga mungkin memiliki pandangan negatif terhadap kompensasi yang diberikan oleh pelaku kejahatan. Restorative justice merupakan proses pemulihan dan rekonsiliasi, serta partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip ini menciptakan ruang untuk dialog dan penyelesaian yang lebih adil, yang pada gilirannya dapat mengurangi dampak negatif dari kejahatan. Kompensasi sukarela menjadi alat untuk mencapai keadilan yang seimbang, dimana pelaku dapat memperbaiki kesalahan mereka, dan korban mendapatkan keadilan yang mereka butuhkan. Dalam konteks hukum, kemauan sukarela dapat dianggap sebagai faktor yang meringankan. Pelaku yang menunjukkan penyesalan dan berusaha untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan dapat menerima hukuman yang lebih ringan. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan restoratif yang menekankan pentingnya pemulihan bagi semua pihak. Secara keseluruhan, restorative justice tidak hanya berfungsi untuk meringankan hukuman, tetapi juga untuk membangun kembali hubungan sosial yang rusak akibat tindak pidana. Pendekatan ini menawarkan solusi yang lebih manusiawi dan rehabilitatif, mengurangi stigma terhadap pelaku, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi positif pada masyarakat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H