Bicara tentang jamur, sudah barang tentu terbayang oleh kita tentang jenis-jenis dan karakteristik anggota kingdom fungi ini. Jamur adalah organisme unik dimana tidak sembarang jenis dapat dikonsumsi.Â
Salah satu jenis jamur yang dapat diolah menjadi ragam kuliner adalah jamur tiram atau jamur putih (Pleurotus ostreatus). Dewasa ini, pengolahan jamur tiram tidak hanya dijadikan pendamping makanan pokok tetapi mulai dikembangkan sebagai salah satu bahan campuran pengganti daging.Â
Bila Anda bertandang ke kafe atau restoran, sangat sering dijumpai olahan jamur tiram ini. Hari Sabtu lalu (08/05) saya berkesempatan untuk menyambangi Ian's Mushroom Farm di daerah Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
Pemiliknya seorang pemuda hebat bernama Mas Ian, kakak dari rekan saya Ade yang kini berstatus mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.Â
Seperti yang kita tahu, kebanyakan jamur tumbuh ditempat tertentu saja, termasuk jamur tiram. Biakan jamur tiram ini tumbuh pada media tanam "baglog". Seperti apa rupanya? Mari simak bersama "mini tour" saya di sana.
Secukupnya 'Grajen', Segenggam 'Dedak', Jadilah.....
'Mini tour' diawali dengan menyambangi lokasi pembuatan baglog. Hal unik pertama dari tempat budidaya jamur tiram milik Mas Ian adalah produksi baglog yang dilakukan secara mandiri.Â
Perlu diketahui, baglog adalah istilah bagi kantong media tanam jamur tiram yang berisikan substrat tertentu sebagai tempat hidup jamur tersebut.Â
Substrat dalam baglog dapat bermacam-macam, namun yang umum adalah berupa serbuk 'grajen' atau serbuk gergajian kayu.Â
Pemilihan bahan-bahan ini bukan tanpa alasan, hal ini disebabkan jamur membutuhkan kandungan selulosa, lignin dan zat lain yang akan didegradasi jamur sebagai karbohidrat untuk kemudian disintesis menjadi protein.Â
Seperti yang kita tahu, jamur merupakan jenis organisme heterotrof dimana ia tidak bisa memasak makanannya karena tidak memiliki zat hijau (klorofil). Â
Di tempat budidaya jamur Mas Ian, baglog dengan diameter kurang lebih sekitar 12 cm dibuat menggunakan serbuk 'grajen'. Grajen ini lantas dicampur dengan dedak.Â
Jamur tiram membutuhkan lingkungan tumbuh dengan pH yang optimal, sehingga pada kondisi tertentu Mas Ian menambahkan kapur sebagai pengendali pH.
Bahan-bahan baglog lantas dimasukkan dalam mesin pengaduk sederhana yang pengoperasiannya diengkol dengan tuas. Menarik! Mas Ian sendiri yang merancang alat ini karena pada awalnya Mas Ian melakukan pencampuran secara manual dan cukup menguras waktu dan tenaga.
Kini saatnya mencetak baglog! Bahan baglog yang sudah siap kemudian dimasukkan dalam kantong-kantong yang sudah ada dan dipress menggunakan alat press.Â
Pengepresan berguna untuk memadatkan isi baglog. Baglog diisi dan dipadatkan hingga membentuk silinder padat yang seragam sehingga jamur dapat tumbuh dengan baik.Â
Seusai dipadatkan, baglog kemudian disterilkan dengan metode pengukusan atau steaming. Hal ini berfungsi untuk mematikan organisme-organisme yang berpotensi menjadi hama penyakit yang mungkin terikut pada bahan-bahan baglog.Â
Mas Ian juga memproses sterilisasi ini sendiri pada pos pembuatan baglog-nya. Setelah dipanaskan dalam waktu dan suhu tertentu, baglog didinginkan untuk kemudian dapat dilakukan penyemaian bibit jamur tiram.
Menyemai Bibit Jamur Tiram: Seni dan Perasaan yang Dipadukan
Jangan membayangkan bentuk bibit jamur tiram adalah jamur kecil (hahaha).Bibit jamur tiram sendiri berupa hifa yang dibiakkan dalam botol dengan media bermacam-macam, seperti sekam, tongkol jagung atau biji jagung.Â
Mas Ian menggunakan bibit dengan media biakan berupa sekam. Untuk menyemainya, dibutuhkan perasaan guna keberhasilan semai. Sang penyemai harus memastikan kondisi lingkungan bersih dan bebas kontaminan agar organisme lain tidak tumbuh akibat terkontaminasi saat proses semai dilakukan.Â
Seusai kegiatan menyemai dilakukan, baglog lantas diletakkan dalam ruangan inkubasi selama 3-4 minggu untuk menumbuhkan miselium jamur tiram. Ruangan inkubasi ini masih berada di dekat pos pembuatan baglog Mas Ian.Â
Untuk setiap batch semaian, Mas Ian melampirkan label untuk mempermudah kontrol dari baglog-baglog tersebut. Ruangan inkubasi tersebut didesain sedemikian rupa dan menyesuaikan dengan kriteria tumbuh dari jamur tiram itu sendiri.
"Pindah Rumah" ke Kumbung
Setelah memastikan miselium jamur tumbuh dengan baik, baglog-baglog tersebut kemudian direlokasi menuju 'kumbung' atau kandang jamur.Â
Kumbung ini berupa ruangan yang telah diatur kondisi lingkungannya (intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban) sehingga badan buah jamur tiram dapat berkembang dengan baik. Kumbung milik Mas Ian berlokasi tidak jauh dari pos pembuatan baglog.Â
Hanya berjarak 15 meter saja dari pos pembuatan baglog. Kumbung Mas Ian berkapasitas 7000 baglog. Saat berkunjung kesana, sayang sekali kumbung tidak terisi penuh karena sedang istirahat membuat baglog.Â
Namun, dari baglog-baglog yang ada, jamur-jamur tiram nampak menyembul segar dan menunggu waktu untuk dipanen.
Untuk menunjang produksi, Mas Ian juga melakukan perawatan berkala juga penyiraman baglog agar suplai kebutuhan air dan nutrisi lain bagi jamur tiram terpenuhi.Â
Begitu pula dengan pengendalian hama dan penyakit, Mas Ian selalu mengontrol hama dan penyakit yang mungkin ada di baglog atau di jamur itu sendiri.
Belajar Banyak Hal dari Budidaya Jamur Tiram
Kumbung adalah destinasi terakhir kami di Ian's Mushroom Farm. Meskipun demikian, tidak menghentikan kami untuk belajar banyak hal lain tentang jamur tiram. Kami sempat berbincang banyak di teras.Â
Mas Ian mengembangkan usaha budidaya jamur ini secara mandiri, namun didukung penuh oleh keluarga. Alhasil, kegiatan budidaya merupakan hasil gotong-royong keluarga. Ayah, Ibu serta saudara saudari Mas Ian turut serta dalam usaha tersebut.Â
Hal lain yang menarik dari Ian's Mushroom Farm adalah kontinuitas panen. Mas Ian merancang pola budidayanya dengan matang dan mantap, dimana Mas Ian dapat memanen jamur setiap hari dan dengan jumlah panen yang konsisten. Hal ini tentu menguntungkan bagi Mas Ian serta pembeli.Â
Di satu sisi keuntungan yang tetap diperoleh, serta pasokan produk yang terus tersedia. Setiap harinya Mas Ian memanen jamur pada sore hari kemudian diantarkan menuju pembeli tetap. Selanjutnya adalah ketelitian dan kesabaran adalah kunci.Â
Mas Ian bercerita tentang aneka percobaan yang beliau lakukan untuk budidaya jamurnya. Mulai dari memilih bibit terbaik, komposisi baglog, cara panen, hingga pengendalian hama penyakit.Â
Ketelitian akan masalah, sebab-musabab dan pemecahan masalah beliau lakukan. Bukan sekadar hanya terpatok oleh teori, Mas Ian mengaplikasikan penyesuaian terhadap lingkungan dan kondisi tanam, sehingga jamur dapat diproduksi dengan baik.
Kami terkesan oleh penjelasan gamblang Mas Ian. Petani muda tangguh yang siap untuk terus berinovasi dalam budidaya jamur tiram. Siang itu kunjungan kami tutup dengan 'tur lanjutan' dipandu oleh Ade, adik Mas Ian, menyusuri sawah dan kebun di dekat lokasi Ian's Mushroom Farm.
Luar biasa! Anda tertarik budidaya jamur? Atau malah tertarik untuk makan jamur?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H