Eksplorasi komoditas perkebunan Indonesia adalah hal mutlak guna memenuhi kebutuhan kita. Kakao juga termasuk di dalamnya. Keunikan biji kakao adalah tentang rasa.Â
Rasa atau flavor ini dapat muncul karena keunikan tanah lokasi tumbuh (indikasi geografis), bawaan jenis klon, proses penanganan pascapanen, hingga proses primer dari pengolahan biji kakao ini sendiri.
Biji bermutu baik tentu diperoleh dari proses yang baik pula. Salah satu proses yang menjadi critical point dari produksi biji kakao adalah prosedur pascapanen.Â
Fermentasi dan pengeringan adalah dua proses yang menentukan cita rasa cokelat yang nikmat. Proses fermentasi ini juga tidak rumit, dapat dilaksanakan dalam skala petani kecil, namun memang sedikit memerlukan waktu lebih lama dibanding selesai panen, langsung dikeringkan.Â
Upaya peningkatan mutu di sini rupanya sangat berdampak pada cita rasa biji kakao. Secara umum, cita rasa vegetal, atau sensasi aroma rumput/langu dapat diminimalkan; kemudian flavor khas cokelat akan lebih keluar, diikuti dengan note rasa yang lain. Luar biasa!Â
Secara fisik, biji kakao yang difermentasi maupun tidak sekilas tidak terlalu memiliki perbedaan signifikan bila telah dikeringkan. Permukaannya berwarna cokelat dengan tekstur kulit biji kering berserat.
Bagi produsen atau pegiat kebun besar, dalam setiap proses tentu ada tenaga ahli guna mengontrol kualitas. Lalu, bagaimana bagi petani kecil atau koperasi mengontrol kualitas biji kakaonya? Mari mengenal uji belah, atau cutting test, yang dapat dijadikan tolok ukur kualitas dan evaluasi produksi pada musim selanjutnya.Â
Tentu saja, siapa pun dapat melaksanakan uji belah sederhana ini. Pada dasarnya, acuan uji belah ini adalah pada dokumen SNI No. 2323-2008. Dalam skala kecil, uji ini tergolong sederhana dan dapat diaplikasikan pada petani sebagai bahan evaluasi pribadi.
Alat yang perlu disiapkan adalah sebuah isi cutter atau sebilah pisau tipis, atau dapat juga digantikan isi pisau cukur (silet) dan tatakan untuk memotong.Â
Untuk bahannya sendiri hanya butuh sampel biji kakao yang ingin kita uji. Jumlah biji adalah 100 butir. Untuk menguji ada baiknya bila petani menyiapkan 2 ulangan guna melihat perbandingannya dan keakuratan penilaian.
Hal yang perlu diamati dan dicatat hasilnya sebelum memulai uji belah adalah: kenampakan biji, keberadaan serangga, aroma biji, dan ukuran biji. Nantinya, biji tersebut akan kita belah melintang, membuat penampang dari biji tersebut.
Untuk uji fisik secara garis besar, ambil segenggam biji dan hirup aroma yang tercium. Apakah ada aroma asing, seperti aroma asap, langu, atau yang lainnya? Catat hasilnya sebagai patokan aroma.
untuk tes fisik selanjutnya, belah melintang biji kakao kering dan usahakan untuk tidak remuk; agar kita dapat melihat bagian dalamnya. Bila remuk, tidak menjadi apa.Â
Biji kakao yang terfermentasi sempurna memang lebih rapuh dibanding biji non-fermented atau biji slaty. Letakkan biji berjajar untuk memudahkan penilaian.
Selesai memotong dan mengatur biji, hitung biji yang terfermentasi sempurna, dan tidak terfermentasi (biji slaty). Secara umum, biji fermentasi memiliki ciri fisik biji berongga, berwarna lebih cokelat daripada biji yang non-fermentasi (tergantung warna biji basah).Â
Biji slaty atau biji kakao non-fermentasi memiliki biji yang lebih padat, masih beraroma vegetal atau bau rumput, dan berwarna ungu atau cokelat (tergantung warna biji basah).
Biji fermentasi ini memiliki tingkat kerapuhan yang lebih tinggi, namun sepadan dengan cita rasa yang ditimbulkan. Selama fermentasi, mikrobia indigenous (mikroba yang sudah ada dalam pulp kakao) memperbaiki mutu dari aktivitasnya, didukung dengan keberadaan gula pada pulp biji kakao.Â
Selain biji fermetasi dan biji slaty, ada juga biji yang semi-fermented atau masih setengah terfermentasi. Biji ini memiliki ciri yang sama dengan biji slaty, tetapi memiliki rongga sempit yang mulai terbentuk. Dari segi cita rasa, biji tipe ini memiliki rasa vegetal yang dominan. Tetapi, bila rongga banyak terbentuk dan warna lembaga kecokelatan, maka bisa jadi biji tersebut mengalami fermentasi lebih banyak.Â
Hal-hal yang dapat membuat biji menjadi setengah fermentasi antara lain adalah pengadukan yang tidak merata, suhu yang tidak rata, atau lingkungan kurang maksimal.
Setelah perhitungan dicatat, maka kita dapat menghitung persentase biji fermentasi dan biji slaty dengan rumus sederhana:
(%) biji slaty = (jumlah biji slaty/jumlah biji sampel 1 batch) x 100%
contoh
(%) biji slaty = (17 butir/100 butir) x 100%
= 17%.
Begitu juga dengan biji terfermentasi.
Dengan begitu, kita akan mendapatkan nilai dari uji sederhana kualitas biji kakao produksi sendiri. Semakin tinggi nilai persentase fermentasi, maka semakin baik proses fermentasi yang terjadi.Â
Hal ini dapat menjadi bahan evaluasi perbaikan sendiri bagi batch panen selanjutnya. Keuntungan fermentasi antara lain nilai jual yang berbeda dan meningkatkan cita rasa dari biji kakao tersebut.Â
Dengan biji yang memiliki cita rasa nikmat, tentu juga menghasilkan produksi cokelat yang nikmat. Uji belah sederhana ini juga sebagai sarana cek kelayakan biji, apakah biji kakao tersebut masih bagus atau sudah terkena hama gudang atau jamur. Hal ini dapat diketahui dari uji belah sederhana ini.
Tidak terasa, sudah bulan Februari. Meski masih berat melangkah di tahun 2021 ini, tidak ada salahnya juga sedikit bersukacita menghibur diri dengan sepotong cokelat.Â
Tidak dinyana, tanggal 14 esok tidak sedikit orang yang menunggunya. Valentine! erat dengan cokelat. Hahaha. Perjalanan cokelat tidak bisa berhenti begitu saja. Tidak semudah kita beli sebatang di toko disertai bunga dan pemanis lainnya. Cokelat punya jalan yang mahal dan panjang. Sepotong cokelat untuk menghibur hati? boleh juga.
Mari hargai petani cokelat Indonesia. Sudah banyak produk cokelat lokal yang bisa menjadi opsi memanjakan lidah. Yuk makan cokelat!