Mohon tunggu...
Putri Rizky L.
Putri Rizky L. Mohon Tunggu... Lainnya - Joki Traktor di Tempat Magang

Penyuka random things. Doyan jalan-jalan meski belum jauh-jauh.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pertanian Hutan Hujan dan Tantangan Masa Depan

21 Februari 2020   23:45 Diperbarui: 25 Februari 2020   20:04 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh monokultur (dok pribadi, 2020)

Sebuah Studi oleh Prof Goeltenboth untuk Dunia

Seiring dengan berjalannya waktu, hubungan manusia dengan alam semakin tidak bisa dipisahkan. Ketergantungan manusia akan alam dan lingkungan rupanya sudah menjadi hakiki, absolut, dan mutlak; di mana hampir seluruh kebutuhan manusia tersedia di alam dan manusia sudah barang tentu memanfaatkannya untuk memenuhi hajatnya. 

Kendati demikian, rupanya perilaku manusia tidak selalu memuliakan alam dan lingkungan. Akibatnya, isu-isu lingkungan kini mencuat yang tidak hanya menghadirkan bencana alam yang menimbulkan kerugian dan tidak hilang begitu saja, juga menorehkan luka batin dan trauma pada korban.

Adalah Prof. Dr. Friedhelm Goeltenboth dari Universitas Hohenheim University, Stuttgart, Jerman pada hari Senin (17/02) lalu dalam kuliah tamu di Fakultas Pertanian dan Bisnis (FPB) Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga berkesempatan membawakan materi berjudul "Rainforest Farming: an innovative option for subsistence agriculture in the humid tropics in a changing world" di hadapan segenap civitas akademika.

Prof Goeltenboth menyatakan bahwa dalam perkembangannya, manusia semakin mengedepankan ego dalam mengambil keuntungan dari alam, tanpa memikirkan keberlangsungan kehidupan biodiversitas hayati yang ada.

Prof Goeltenboth membawakan materi kuliah umum (dok. pribadi, 2020)
Prof Goeltenboth membawakan materi kuliah umum (dok. pribadi, 2020)
Menakar Tantangan Homo Sapiens di Masa Depan 

Perlu disadari, dewasa ini mulai banyak sekali fenomena-fenomena alam yang rupanya, menjadi penanda bahwa alam 'mulai gusar' dengan perlakuan kita. 

Menurut Prof Goeltenboth, terdapat tantangan bagi umat manusia yang dikategorikan sebagai tantangan yang dapat dikontrol dan tantangan yang tidak dapat dikontrol oleh manusia. Beberapa tantangan yang tidak terkontrol adalah perubahan cuaca dan bencana alam (natural disaster) seperti tsunami, badai, dan gunung meletus.

Sedangkan tantangan yang dapat dikontrol adalah deforestasi berlebih, konsumsi air berlebih, kebutuhan energi berlebih (baik dari sumber organik maupun kemikal), pembangunan yang berbasis keserakahan, dan arus globalisasi. Ada yang menarik dalam pembahasan Prof Goeltenboth pada sesi ini. 

Pada transisi materi tantangan terkontrol dan tidak terkontrol, terdapat bahasan mengenai populasi yang tidak terkontrol. Ya, tidak dipungkiri bahwa populasi manusia di bumi ini dapat dikatakan over population dan dari masalah ini, terjadi permasalahan pangan dan kesenjangan sosial. 

Hal ini memicu munculnya sifat konsumerisme, keserakahan dan kecenderungan untuk 'memangsa'. Kelaparan dan kasus stunting, bila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. 

Dalam hal ini, dapat ditarik thesis 1 yaitu : "our living space (called Gaia), is under threat and fight back as a self-defending result" atau secara gampangnya, bumi pertiwi melakukan aksi bela diri atas segala 'kekerasan' yang telah kita lakukan.

Meremediasi Kondisi Pertiwi Lewat Pertanian

Tak ayal, pertanian menjadi salah satu tombak dalam usaha kita, homo sapiens untuk berbenah dan berupaya untuk meremediasi keadaan lingkungan. 

Selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan, obat, industri dan sektor lainnya, pertanian digadang-gadang sebagai 'selendang pembalut luka'/. Indonesia dan beberapa negara yang beruntung berada di wilayah ekuator dan memiliki iklim tropis menjadi wilayah dengan tingkat biodiversitas yang tinggi. 

Dengan keragaman biodiversitas ini, pertanian akan sangat mendukung peradaban manusia dengan syarat praktik pertanian dilakukan dengan bertanggung jawab. Prof Goeltenboth juga memaparkan tantangan utama dalam kegiatan pertanian di daerah tropis, antara lain adalah rehabilitasi lahan yang melingkupi banyak hal.

Reboisasi pada lahan degradasi, pengurangan erosi tanah dan sedimentasi, ketersediaan air tanah, rehabilitasi biodiversitas lewat penanaman tanaman lokal, pertanian organik dan yang terakhir cukup menggelitik : praktik polikultur lebih disarankan.

Contoh monokultur (dok pribadi, 2020)
Contoh monokultur (dok pribadi, 2020)
Dalam konteks ini, Prof Goeltenboth menyarankan polikultur untuk tanaman industri dimana kebanyakan tanaman industri adalah tanaman keras dan tahunan. Kombinasi tanaman yang dijadikan komoditas utama disandingkan dengan tanaman pendukung lain yang juga memiliki nilai ekonomi. 

"Tantangan utama dalam kegiatan pertanian di daerah tropis, antara lain adalah rehabilitasi lahan yang melingkupi banyak hal."

Selain memperkaya bidiodiversitas pada lahan, tentu saja pelaku usaha akan mereguk laba lebih. Memang, dibutuhkan usaha dan modal lebih untuk melaksanakannya. Namun, hal ini tentu akan berdampak baik bagi anak-cucu kita nanti, bukan?

Contoh praktik polikultur, integrasi tanaman kopi, lada dan lamtoro. (dok pribadi, 2019)
Contoh praktik polikultur, integrasi tanaman kopi, lada dan lamtoro. (dok pribadi, 2019)
Dalam penutup materinya, Prof Goeltenboth menyampaikan satu hal yang menurut saya menarik untuk disimak : "all of us need nature, but nature don't need us" atau "kita membutuhkan alam, tapi alam tidak membutuhkan kita". Mari menjadi manusia yang membumi. 

Di sinilah kita lahir dan dibesarkan. Sudah selayaknya kita menjaga rumah kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun