Etah berapa lama ku lupa dengan ayunan pena dalam gengaman tangan ku. Lama sudah penaku tidak melakarkan luah setiap rasa yang tak pernah tersampaikan. Terpendam dalam imaginasi yang jauh dalam kesunyian kemelut kencang kancah sengketa yang melanda. Mengoncang semua kerajaan diri untuk merururantahkan segala tiang kepercayaan. Mampukan dengan ayunan pena ini aku tuangkan segalanya. Kepercayaan akan kehancuran yang semuanya berbenteng pada setiap kesetiaan yang kelam
Kelabu yang malang yang di hiasi rasa perasaan yang terhenti dengan terusnya tarian pena menjadi-jadi. Saat ku tatap poter diri dari kejauhan khayalah pena ku sahutkan yang seakan terbangkitkan ingin menari dan menari lagi. Terjungukan oleh wajah melakar kisah yang mengoyahkan rasa kesepian.
Terbukanya jendela yang terkunci sangat lamanya bermuki,. Rapat asiknya mengintai alunan gemercik rasa rindu dari kejauhan menujah layunya sang tarian.
Memahani setiasa di segala sudut bisa menjadika hati tertawa terbaha-baha, diam yang perlahan merusakan juwa yang sungkar untuk bisa ditiupkan pada ku yang menginginkan ayunan tarian ini terus bergoyang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H