Mohon tunggu...
Priyo Wahyu Setyanto
Priyo Wahyu Setyanto Mohon Tunggu... Guru - GURU

Saya mengajar di SMA Negeri 2 Magelang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buah Kegigihan

5 Desember 2023   08:19 Diperbarui: 5 Desember 2023   08:54 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Doni, seorang anak SMA yang duduk di bangku kelas 11 setiap harinya hanya memandangi pemandangan dibalik jendela sambil termenung memikirkan cita-citanya. Ia berasal dari keluarga yang tak cukup kaya, keluarga yang bisa dibilang menengah kebawah. Namun, dengan kondisi ekonominya yang sedemikian rupa, Doni berusaha keras untuk belajar bersungguh-sungguh supaya ia bisa menggapai cita-citanya.

Doni memiliki cita-cita yang sangat tinggi. Sejak kecil, ia sering membayangkan betapa hebatnya ia jikalau ia berhasil membangun sebuah monumen yang dapat dikenal oleh banyak orang. Namun, selama ia hidup banyak sekali orang-orang terdekatnya yang sering memandangnya sebelah mata. Salah satu tetangganya, Ahmad yang juga teman sebayanya sering mengejeknya. Ahmad menganggap bahwa cita-cita Doni tidak akan tercapai karena Doni bukan berasal dari keluarga yang kaya. Namun, Doni tetap bersikeras bahwa ia bisa menjadi arsitek yang sukses suatu saat nanti.

Sepulang sekolah, Doni selalu menyempatkan diri pergi ke perpustakaan yang tidak jauh dari rumahnya. Dalam perjalanan ke perpustakaan, ia bertemu dengan Ahmad.

"Loh Doni, mau pergi kemana kamu?" tanya Ahmad.

"Oh... Aku mau pergi ke perpustakaan di ujung jalan itu." ucap Doni.

"Hahaha... Ngapain sering-sering pergi ke perpustakaan...? Toh kamu gak akan bisa jadi arsitek kalau kamu saja tak punya uang." ledek Ahmad.

"Aku yakin kok kalau aku pasti bisa jadi arsitek, aku bisa buktiin ke kamu, lihat saja nanti." ucap Doni sambil bergegas pergi dengan langkah yang terburu-buru.

            Sesampainya di perpustakaan, Doni hanya bisa termenung memikirkan apa yang diucapkan oleh Ahmad. Seorang penjaga perpustakaan melihat Doni termenung, lalu ia menegur Doni.

"Eh nak Doni, wah tidak seperti hari biasanya. Kenapa kok tidak bersemangat?"

"Emm iya bu, saya cuma kepikiran saja apakah saya benar-benar bisa jadi arsitek." jawab Doni.

"Ya bisa dong, nak Doni kan anak yang rajin, pasti bisa jadi arsitek kalau punya semangat." ucap penjaga perpustakaan.

"Semangat ya Don... ibu doakan semoga cita-cita nak Doni dapat tercapai ya, aamiin." tambahnya.

"Aamiin terima kasih bu, Doni janji Doni akan semangat belajar." ucap Doni.

            Setelah mendengar perkataan tulus dari penjaga perpustakaan, Doni tersadar bahwa banyak orang yang masih peduli dengannya. Ia pun bertekad bahwa ia akan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, dan ia yakin kalau ia bisa menggapai cita-citanya.

            Semenjak itu, siapapun yang mengejeknya tidak ia dengarkan. Ia hanya terfokus pada tujuannya untuk menggapai cita-citanya. Ia belajar dengan giat disetiap harinya. Namun pada suatu hari, ia mendapatkan kabar duka, orangtuanya meninggal. Padahal selama ini, orang tuanya juga menjadi salah satu alasan dia terus bersemangat dalam meraih cita-citanya.

            Akhir-akhir ini, Doni sering ngalamun. Ia sedih sekaligus bingung. Ia seketika kehilangan arah. Ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Ia terus berdoa, supaya Allah memberi jalan yang terbaik untuknya. Akhirnya ia pun tersadar, ia tidak boleh larut dalam kesedihan.

            Selama sekolah ia bekerja sangat keras. Ia mencari ilmu dengan sangat tekun. Hal tersebut membuatnya lulus sebagai siswa yang memperoleh nilai tertinggi diangkatannya. Selain itu, dia juga mempunyai banyak prestasi atas kecerdasannya. Tekadnya yang sangat kuat membuat ia diterima di jurusan impiannya dan bekerja menjadi arsitek.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun