Di sudut sebuah kota kecil yang tenang pada tahun 1961, berdirilah Bioskop Capitol, tempat berkumpul favorit para muda-mudi. Lampu neonnya yang berkedip-kedip menarik perhatian siapa saja yang lewat. Malam itu, Susan berdiri di depan loket tiket, menggigit bibirnya sambil menatap poster film. Tapi beberapa jam sebelumnya, ada percakapan yang terus terngiang di kepalanya.
"Johnny, aku dengar ada film baru di Capitol. Judulnya Cinta dan Rahasia. Kayaknya bagus, deh. Kamu mau nonton sama aku malam ini?" Susan bertanya sambil tersenyum kecil, mencoba menahan rasa antusiasnya.
Johnny mengangkat bahu, tampak tak terlalu tertarik. "Hmm, aku dengar film itu biasa aja. Tapi... kalau kamu pengen banget, aku coba datang deh. Tapi mungkin agak telat, aku ada urusan sama anak-anak."
Susan sedikit kecewa, tapi ia tetap tersenyum. "Iya, nggak apa-apa. Aku tunggu kamu di sana. Aku beli tiketnya duluan, ya."
"Baiklah, Sus," kata Johnny, sebelum menyalakan motornya. "Jangan khawatir, aku pasti datang."
Kalimat itu terus berputar di kepala Susan saat ia berdiri di depan loket tiket malam itu. Ia percaya Johnny. Ia selalu percaya Johnny.
Setelah membeli tiket, Susan masuk ke bioskop. Ia sengaja datang lebih awal. Sambil menunggu, ia membeli popcorn dan segelas soda. Ia memilih tempat duduk di tengah, seperti biasa, tempat favorit Johnny.
Ketika lampu mulai redup dan layar besar menyala, Susan menggenggam erat tiket di tangannya. Film dibuka dengan musik orkestra yang megah, disusul adegan pasangan muda bertemu di taman. Susan tersenyum kecil, membayangkan dirinya dan Johnny dalam adegan itu. Tapi lima belas menit berlalu, Johnny belum juga muncul.
Ia menoleh ke pintu beberapa kali, berharap melihat sosok pria jangkung dengan senyum andalannya. Tapi yang muncul hanya penonton lain yang datang terlambat. "Mungkin dia terjebak sesuatu," pikir Susan, mencoba menghibur diri.