Setelah berbulan-bulan menabung dan mempersiapkan perjalanan ke Amerika, Yono akhirnya siap mewujudkan mimpinya. Salah satu ambisinya adalah menjalin banyak pertemanan, terutama dengan wanita-wanita cantik Amerika. Untuk itu, ia mendaftar kursus bahasa Inggris.
Di hari pertama kelas, Yono langsung menyampaikan tujuan utamanya pada guru bahasa Inggrisnya. “Pak, saya mau bisa ngobrol sama cewek Amerika yang cantik. Satu kalimat pembuka aja, yang gampang, tapi bikin mereka langsung tertarik,” katanya penuh semangat.
Guru itu tersenyum dan mengajarkan kalimat sederhana: "Come on, baby. Let's make a friend," sambil mencontohkan bagaimana mengucapkannya dengan intonasi ramah dan sopan. “Kamu cukup ulurkan tangan, senyum, dan ucapkan ini. Pasti berhasil,” katanya.
Yono merasa percaya diri dengan kalimat itu. Setiap malam ia berlatih di depan cermin, bahkan sambil bergaya seperti aktor Hollywood. “Amerika, tunggu aku. Aku akan jadi sahabatmu,” katanya penuh optimisme.
---
Hari keberangkatan tiba. Di pesawat menuju New York, Yono merasa luar biasa senang. Tapi perjalanan panjang membuatnya lelah, dan akhirnya ia tertidur pulas.
Saat pesawat mulai mendekati tujuan, turbulensi tiba-tiba terjadi. Pesawat berguncang hebat, dan Yono terbangun dalam keadaan panik. Dia sempat berpikir bahwa hidupnya akan berakhir di udara. “Aduh, baru mau ke Amerika, masa sudah selesai begini?” pikirnya sambil memegang kursi erat-erat.
Setelah pesawat akhirnya mendarat dengan selamat, Yono merasa lega. Tapi turbulensi tadi ternyata membuat otaknya sedikit kacau. Dia mencoba mengingat kalimat andalan yang diajarkan gurunya, tapi rasanya ada yang aneh. “Apa ya tadi? Come… baby… friend… pokoknya itu!” pikirnya sambil berusaha keras mengingat. Ah pasti gini kalimatnya sambil menuliskan dalam brosur perjalanan.
---
Di luar bandara, Yono langsung melihat seorang wanita cantik berdiri sendirian. Inilah saatnya, pikirnya. Dia memberanikan diri mendekat, mengulurkan tangan, dan berkata dengan penuh percaya diri:
"Come on, friend. Let's make a baby."
Wanita itu langsung terbelalak, wajahnya merah padam, dan plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Yono.
Yono terkejut. “Kenapa dia marah? Bukannya tadi saya ramah?” gumamnya.
Tidak putus asa, Yono mencoba lagi pada wanita berikutnya. Hasilnya sama: tamparan lagi.
“Ini ada yang salah. Apa mungkin karena saya lupa senyum?” pikirnya. Dia pun mencoba senyum lebar sambil mendekati target ketiga. Hasilnya? Tetap saja dia kena tampar.
“Loh, kok begini terus? Bukannya cewek Amerika itu ramah?” Yono mulai kebingungan.
Karena frustrasi, Yono memutuskan mencoba kalimat yang sama pada seorang lelaki yang tampak gemulai, modis dan penuh warna. Siapa tahu ini hanya masalah gender. Dengan penuh keyakinan, dia berkata: "Come on, friend. Let's make a baby."
Lelaki itu terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tersenyum lebar. “Oh my God! Yes, of course!” katanya sambil memeluk dan mencium Yono.
Kini giliran Yono yang panik. “Eh, eh, tunggu! Saya cuma mau berteman, bukan mau dicium!” teriaknya sambil mencoba melepaskan diri. Tapi lelaki itu tampak bahagia sekali, bahkan menawarkan untuk mengajak Yono makan malam. Yono pun lari terbirit-birit.
---
Di kamar hotelnya, Yono merenung sambil memegang pipinya yang memerah karena tamparan dan pelukan hangat yang terlalu heboh. “Ada apa dengan kalimat ini? Kenapa perempuan marah, tapi laki-laki malah senang?” pikirnya.
“Waduh, ini pasti gurunya sengaja ngerjain saya!” Yono membanting kamus dengan frustrasi. Dia membuka catatan dari gurunya dan ternyata kalimat yang harus dia ucapkan adalah "Come on baby, let's make a friend" bukan "Come on friend, let's make a baby" Terbalik rupanya, pantesan para wanita ngamuk dan laki-laki gay tampak bernafsu menanggapi kalimatnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H