Seratus hari langkahmu tercatat,
di bumi pertiwi yang dulu meratap,
kau datang bagai janji yang dinanti,
membawa harapan dari timur hingga barat.
Dengan tangan kokoh, kau genggam mimpi,
menyatukan suara negeri yang terbagi,
dari ladang hingga kota gemerlap,
kau titipkan asa di setiap tapak.
Tak mudah jalannya, badai menghadang,
tantangan meradang, bisik-bisik menyilang,
namun wajahmu tetap teguh berdiri,
seorang satriyo yang tak gentar mati.
Pangan kau tabur di tanah yang subur,
kedaulatan rakyat kau ukir penuh makmur,
tak hanya janji, kau bawa bukti,
hingga nelayan tersenyum di tepi lautan suci.
Gema nusantara pun perlahan bersatu,
mimpi Indonesia Raya kau tata penuh laku,
membangun jalan, membentang jembatan,
merajut asa di tiap suku dan kawanan.
Namun, sang satriyo, tugasmu panjang,
seratus hari hanya awal gelanggang,
negeri ini adalah puisi yang tak selesai,
tulislah ia dengan hati yang damai.
Di pundakmu, ada berat yang kau panggul,
keadilan dan kemakmuran yang kau gaungkan penuh bulat,
tetaplah menjadi sang piningit yang jujur,
bagi rakyat yang menaruh harapan mendalam di dadamu yang teguh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H