Mohon tunggu...
MBAH PRIYO
MBAH PRIYO Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Sketsa Hitam Putih - www.fixen.id

Seorang kakek yang telah pensiun dari hiruk pikuk dunia, banyak menulis fiksi di FIXEN. Berpengalaman sebagai Dosen, IT Professional dan International Trade Mediator. Memilih stay home setelah selamat dari serangan dari negara api pada tahun 2019, menjalanni hobi berkebun lemon, ternak ikan dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kisah Nyata: Suroto Digondol Wewe Gombel.

21 Januari 2025   14:00 Diperbarui: 30 Januari 2025   13:31 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Digondol Wewe - Kreasi AI

Di sebuah desa kecil di Jawa Tengah pada tahun 1980-an, hiduplah seorang bocah bernama Suroto. Anak laki-laki berusia delapan tahun ini dikenal lincah dan ceria. Seperti anak kampung lainnya, sore harinya sering dihabiskan bermain di jalanan bersama teman-teman. Hari itu, Suroto begitu asyik bermain layangan hingga lupa waktu.

"To! Sudah Maghrib, ayo pulang!" teriak salah satu temannya, mengingatkan.

"Tunggu sebentar! Layanganku hampir putus, aku mau gulung dulu!" balas Suroto sambil terus menarik benangnya.

Waktu berlalu, teman-temannya satu per satu pamit pulang. Hingga akhirnya hanya Suroto yang masih bertahan di jalanan, tertantang untuk mengejar layangan putus miliknya yang tersangkut di pohon besar di ujung desa.

---

Di rumah, ibunya, Bu Warti, mulai gelisah.
"Pak, Suroto kok belum pulang, ya? Biasanya nggak sampai segini lamanya," ucapnya sambil mondar-mandir di ruang tamu.

"Tenang, Bu. Mungkin masih main. Biar aku cari dia," jawab Pak Sardi mencoba menenangkan, meski hatinya sendiri mulai khawatir.

Pak Sardi keluar rumah, berjalan ke lapangan tempat anak-anak biasa bermain. Di sana gelap dan sepi. Ia bertanya kepada tetangga, tetapi tak ada seorang pun yang melihat Suroto.

"Pak Karyo, tadi lihat Suroto nggak?" tanya Pak Sardi kepada tetangga yang kebetulan sedang duduk di teras rumahnya.

"Tadi sore masih main di jalan. Tapi pas Maghrib, saya nggak lihat lagi. Coba cari di rumah temannya, Pak," saran Pak Karyo.

Pak Sardi lalu menuju rumah teman-teman Suroto. Namun, jawaban mereka sama.
"Tadi dia masih di jalanan, Om. Tapi habis itu nggak tahu ke mana," kata salah satu temannya.

Pak Sardi kembali ke rumah dengan wajah murung.
"Bu, dia nggak ada di mana-mana," katanya lesu.

Mendengar itu, tangis Bu Warti pecah.
"Pak, kita harus cari bantuan! Jangan-jangan ada apa-apa dengan Suroto!" ucapnya sambil terisak.

"Ayo kita ke Mbah Arjo," usul Pak Sardi.

---

Mbah Arjo adalah seorang dukun kampung yang sudah terkenal hingga luar daerah. Meski rumahnya sederhana, ia sering didatangi orang-orang untuk meminta bantuan, mulai dari mencari barang hilang hingga menyelesaikan masalah gaib.

Setelah mengetuk pintu, Mbah Arjo muncul dengan tongkat kayunya.
"Eh, Sardi, ada apa malam-malam begini?" tanyanya dengan suara serak.

"Begini, Mbah. Anak saya, Suroto, nggak pulang-pulang sejak sore. Kami sudah cari ke mana-mana, tapi nggak ketemu," jelas Pak Sardi dengan cemas.

Mbah Arjo mengangguk pelan. Ia mempersilakan mereka duduk di tikar, lalu menyalakan dupa di sebuah baki kecil. Asap mengepul, dan bau harum bercampur mistis memenuhi ruangan.

Setelah beberapa mantra dalam bahasa Jawa kuno, Mbah Arjo membuka mata.
"Anakmu digondol wewe," ucapnya dengan nada datar.

"Digondol wewe?" Bu Warti terkejut, matanya membelalak.

"Iya. Wewe itu membawa anak-anak yang bermain terlalu lama atau kurang perhatian. Tapi tenang, masih bisa dipulangkan. Kalian harus menyiapkan sesajen."

"Apa yang harus kami siapkan, Mbah?" tanya Pak Sardi.

"Kembang tujuh rupa, bakmi godog, dan segelas kopi pahit. Letakkan di bawah pohon besar di ujung desa, tempat dia terakhir terlihat. Lakukan segera," perintahnya.

Setelah sesajen diletakkan sesuai arahan, mereka pulang. Malam itu terasa begitu panjang. Namun sekitar tengah malam, terdengar suara gaduh dari dapur.

"Pak! Ada suara di dapur!" jerit Bu Warti.

Pak Sardi bergegas menuju dapur dengan membawa lampu minyak. Betapa terkejutnya ia melihat Suroto sedang mematah-matahkan dinding gedhek dapur.

"Suroto! Kamu dari mana saja?" tanya Pak Sardi dengan nada campuran marah dan lega.

Namun, Suroto hanya menoleh dengan tatapan kosong. Bibirnya bergerak, tetapi tak ada suara yang keluar.

"To, jawab, Nak! Jangan bikin Ibu takut!" Bu Warti berlari memeluk anaknya, tapi Suroto tetap diam.

Baru keesokan paginya, Suroto mulai bisa bicara. Ia duduk di ruang tengah bersama kedua orang tuanya. Dengan suara pelan, ia menceritakan apa yang terjadi.

"Tadi malam, aku diajak seorang ibu. Rambutnya panjang, wajahnya seram, dan... dan buah dadanya besar sekali," kata Suroto sambil gemetar.

"Dari mana dia datang?" tanya Pak Sardi penasaran.

"Dia muncul tiba-tiba di jalan. Aku mau lari, tapi kaki ini nggak bisa digerakkan. Dia mendekat, terus gendong aku. Aku nangis, tapi dia cuma ketawa," lanjut Suroto.

"Terus kamu dibawa ke mana?" tanya Bu Warti dengan mata berkaca-kaca.

"Ke tempat gelap. Ada suara bayi nangis, ada orang-orang tapi nggak kelihatan. Dia kasih aku bakmi, tapi itu bukan bakmi, Bu. Itu cacing! Aku nggak mau makan, tapi dia marah. Dia mau... mau nyusuin aku!" Suroto mulai terisak.

"Mbak Arjo benar," gumam Pak Sardi, wajahnya pucat.

"Aku nggak mau, Bu. Aku nangis terus, sampai akhirnya dia bilang, 'Pulang sana!' Habis itu, aku tiba-tiba ada di dapur," tutup Suroto.

---

Kejadian ini membuat gempar satu desa. Orang-orang semakin percaya pada keberadaan Wewe Gombel, makhluk gaib yang suka menculik anak-anak. Cerita Suroto menjadi pengingat bagi semua orang tua agar selalu menjaga anak-anak mereka, terutama saat malam tiba. Bagi Suroto, pengalaman itu tak akan pernah terlupakan, menjadi mimpi buruk yang terus terbayang di kepalanya. Sedangkan bagi Bu Warti dan Pak Sardi, mereka tak pernah lagi membiarkan Suroto bermain hingga larut malam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun