"Benar, Baginda. Jika Ayahanda berkenan, ayamku bisa diadu dengan ayam milik Raja," jawab Cindelaras dengan santun.
Raden Putra tertawa kecil, "Baiklah, mari kita lihat seberapa hebat ayam jantanmu!"
Pertarungan ayam pun dimulai. Dalam waktu singkat, ayam milik Cindelaras berhasil mengalahkan ayam Raden Putra dengan mudah. Semua orang bersorak kagum.
Namun tiba-tiba, ayam Cindelaras berkokok dengan lantang:
"Kukuruyuk! Kukuruyuk!
Cindelaras anak Raden Putra,
Ayamnya kuat luar biasa,
Mengalahkan semua lawannya!"
Raden Putra terkejut. "Apa maksud kokokan ayam itu? Siapa sebenarnya kau, anak muda?"
Cindelaras pun menjawab, "Baginda, aku adalah Cindelaras, putra dari permaisuri utama yang dulu dibuang ke hutan karena fitnah."
Raden Putra terperanjat. Ia menatap wajah Cindelaras dengan seksama, lalu melihat cincin yang melingkar di jari anak itu---cincin yang pernah ia berikan kepada permaisuri utamanya.
"Benarkah ini? Pengawal! Segera panggil permaisuri yang dulu kubuang!"
---
Akhirnya, sang permaisuri utama dibawa ke istana. Melihat wajahnya, Raden Putra tak kuasa menahan tangis. "Maafkan aku, permaisuriku. Aku telah termakan fitnah dan melakukan kesalahan besar!"
Permaisuri hanya tersenyum lega. Kebenaran akhirnya terungkap, dan keluarga mereka pun bersatu kembali. Permaisuri jahat yang memfitnah akhirnya dihukum sesuai dengan perbuatannya.