Di sebuah desa kecil di pelosok Indonesia, Budi, seorang petani sederhana, duduk termenung di beranda rumahnya. Pandangannya kosong menatap hamparan sawah yang tak lagi hijau. Tanah yang dulu subur kini berubah menjadi gersang, penuh retakan, dan tidak lagi mampu menghasilkan panen seperti dulu. Budi adalah salah satu dari jutaan rakyat pinggiran yang merasakan dampak langsung dari eksploitasi sumber daya alam yang masif dan tidak bertanggung jawab.
"Kami ini cuma rakyat kecil," ujar Budi dengan nada getir. "Kalau hutan ditebang, tambang digali, dan sungai dikotori, kami mau makan apa?"
Luka dari Eksploitasi Tanpa Henti
Eksploitasi sumber daya alam di Indonesia memang bukan hal baru. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, praktik-praktik kotor seperti perizinan tambang ilegal, penebangan liar, dan pencemaran lingkungan semakin tak terkendali. Hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia kini terancam punah. Sungai-sungai yang dulu menjadi sumber kehidupan masyarakat berubah menjadi saluran limbah beracun. Semua ini dilakukan atas nama pembangunan, tetapi siapa yang sebenarnya menikmati hasilnya?
Budi dan warga desa lainnya kehilangan tanah mereka karena proyek tambang besar-besaran. Mereka dijanjikan kompensasi, tapi yang datang hanyalah janji kosong. Hidup mereka berubah drastis; mereka tak lagi bisa bercocok tanam dan bergantung pada bantuan yang tak seberapa. Di sisi lain, orang-orang yang berada di balik proyek ini hidup dalam kemewahan, tak tersentuh hukum.
Korupsi yang Menggurita
Kekhawatiran Budi tak hanya soal eksploitasi alam, tetapi juga korupsi yang menggerogoti sendi-sendi bangsa. Dari pusat hingga daerah, praktik korupsi seolah menjadi budaya yang sulit diberantas. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat justru menguap di tangan para pejabat korup. Pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan berjalan di tempat. Sementara itu, rakyat seperti Budi hanya bisa menggigit jari, menyaksikan keadilan yang semakin jauh dari jangkauan.
"Kami tahu uang itu ada," kata Budi. "Tapi entah ke mana perginya. Kami hanya dapat sisanya, kalau ada."
Lembaga Peradilan Tanpa Keadilan
Harapan rakyat kecil seperti Budi untuk mendapatkan keadilan hukum pun kian memudar. Lembaga peradilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir rakyat malah sering kali berpihak pada mereka yang memiliki kekuasaan dan uang. Kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi atau konglomerat sering kali berakhir dengan vonis ringan, bahkan pembebasan.